Senin, Agustus 01, 2016

00:01 // Nasi Goreng ku Sayang

Hoam.

Jam berapa sih ini?

toktoktok. 

"Velvet! Ayo sarapan! Mama papa mau ngomong sesuatu!"

toktoktok.

"Hmm. . . "

"Velvet sayang,"

"Ya ma,"

Beginilah gambaran hidup ku setiap harinya. Oh, mungkin juga tidak. Mama jarang sekali membangunkanku untuk sekolah. Kecuali ketika mama berangkat agak siang, mungkin seperti saat ini. Hari-hari ku selalu dibangunkan oleh Mbak Mai. Dia datang setelah mama papa pergi ke kantor. Dan catat, mereka pergi ke kantor sebelum matahari terbit. Jadi setidaknya aku tak harus bangun dengan mata panda disaat aku mengidap insomia hampir setiap malam. Dan aku baru bisa terlelap saat mendengar suara mesin mobil yang memasuki garasi rumah. Itu bertanda mereka sudah pulang.




"Good Morning mom, dad!" Aku berjalan menuju meja bar dan duduk disebelah papa.

"Bangun juga kamu,"

Aku hanya terkekeh saat papa mengelus puncak kepalaku. Tumben. Kata itu yang muncul dikepalaku saat ini. Jam berapa ini? Apa aku yang kepagian? Atau mereka yang terlambat?

"Special red velvet pancakes for my special daughter. . "

Mama memberikan setumpuk pancake dari balik meja bar ini. Aku semakin merenyitkan dahi. Hmm. Mencurigakan..

"Ma, ini jam dinding mati apa ma?"

Kini mereka memandang ke arahku dengan tatapan tanya. Papa yang satu satunya mengenakan jam tangan disini akhirnya angkat bicara.

"Jamnya benar,"

Hah? Jam enam, dan mereka masih dirumah? Woa. Tumben. Double tumben. Oh wait. Apa hari ini . . . Eh nope. Aku sudah menggunakan segaram! Masa iya aku harus ganti baju! Kenapa mereka gak ngasih tau sih kalo misalnya ini hari . .

"Velvet, ini bukan hari minggu sayang," Aku menatap mama yang terseyum dengan mulut hampir terbuka lebar. "Kamu gak salah pakai seragam,"

Wait. . Wait. .

Sejak kapan mama bisa baca pikiran ku hah? Apa jangan-jangan dia emang punya indra ke enam? Jadi selama ini aku mikir sesuatu dia tau? Gak . . . . Gak mungkin. . .

"Mama gak bisa baca pikiranmu, Velvet. . "

LOH?!

"Kamu gak bicara, tapi raut wajahmu yang bicara," Kata papa diakhiri dengan tertawa kecil.

"Oh ya? Wah, kayanya aku harus oplas nih, nanti kalo Velvet bawa uang banyak trus orang lain liat muka Velvet yang berbinar karna bawa uang banyak nanti Velvet diculik nanti uangnya dibawa nanti . ."

"Hushus," Oke aku rasa hayalan ku sangat terlampau jauh kedepan. "Kamu ngomong apa sih?"

"Um. . Gapapa ma," Aku memotong pancake dan mulai mengunyahnya.

hm. Rasanya enak, . . Yum. tapi rasanya tak ada spesialnya, hanya pancakes berwarna merah dan ditambah topping strawberry. Mbak Mai juga bisa bikin gini. Huh mama.

Ohya, meskipu namaku Velvet. Sedikit aneh. Tapi aku biasa saja dengan Red Velvet yang baru saja booming di kota ini. Aku lebih suka rasa coklat atau tiramisu yang yumm lebih nikmat dilidah.

"Jadi," Papa kini membuka topik baru. Aku masih sibuk memainkan selai coklat yang ada diatas pancake ku. "Kita akan pergi ke Australia untuk beberapa- -"

"Ap-" AAAAAA?!

Gimana sekolahku! Baru beberapa minggu jadi senior udah dipindah? Hah. Gimana sahabatku ntar! Gimana kalo disana pelajaran keteteran. Gimana kalo aku gak dapet temen? Gimana kalo nanti aku fi bullyy?! Gimana nanti . . . Huaaa. . . Gamau pindah. . . Gimana ngomongnya. . Tapi gamau pisah mama sama papa . . Huaa.  .

"AAAAA! Gak gak bisa pah. Nanti kalau aku gak bisa belajar? Papa tau kan bahasa inggrisku masih abalabal, papa ga mau kan liat anaknya nanti tinggal kelas disana atau bahkan di DO dari sekolah, trus nanti aku gak punya temen nanti aku dibull--"

"Stop," Jari telunjuk mama berada tepat dibibirku saat ini dan membuatku berhenti berbicara. Maksudku berhenti mengoceh dan merancau tak jelas. "Dengar papamu dulu, cantik," Aku mengangguk.

"Hm, kita," Papaku menunjuk mama dengan bola matanya dan beralih pada dirinya sendiri.

"Oh! Maksud papa, kita itu kalian" Kataku sambil menunjuk dua orang dihadapanku ini. Mereka mengangguk bersamaaan. 

"Berarti Cantika tetep disini?" Sendiri? Sama Mbak Mai? Serius?

"Velvet bisa jaga dini sendiri kan," Suara mama kini masuk ke gendang telingaku. "Kita pergi 5 minggu,"

Wah wah wah. Lima minggu. Sendiri dirumah ini? Hmhm. . Harus ada temennya nih . . Hari pertama sendiri gak papa lah ya, hari kedua ajak Summer ah, hari ke tiga Naomi, hari ke empat Summer lagi, hari ke lima uh siapa yang aku kenal? hari ke enam hmm Naomi lagi! Hari ke tujuh siapa ya. . Hmm. Dyl- yah masa ngundang cowok iuh banget deh. Ya kali satu atap sama cowok. Mau dicap apa nanti.

"Kami sudah berbicara dengan Tante Pal, kalau kamu akan tinggal disana untuk lima minggu ini, dan Tante Pal sangat senang mendengarnya,"

Hah? "Jadi aku gak tinggal disini?" LahLahlah. "Nanti Mbak Mai gimana?"

"Dia akan datang seminggu sekali untuk membersihkan rumah,"

omaigat. Gak jadi sleepover bareng mereka? Ah. php.

"Tante Pal rumahnya pindah kemana pa?"

Beberapa tahun lalu, Tante Pal adalah tetangga kita. Dia tetangga yang sangat baik, setiap ia selesai memasak kue atau apapun, pasti ia akan memberikan hasil masakannya ke tetangga, termasuk keluarga ku yang berada persis disebelah rumahnya. Usianya juga beberapa tak terlampau jauh dariku. Jadi tidak salah kalau aku memanggil tante bukan? Tante Pal memutuskan untuk pindah rumah setelah ia menikah dan itu artinya kami jarang bertemu. TAPI! U MUST KNOW THIS. Suaminya Tante Pal. Bujukk. Ganteng e poool. Gak, gak ganteng. Tampan? Mapan? Ugh. Sangat cocok bersanding disebelah Tante Pal yang juga cantik ya gimana gak cantik, kalau punya keturunan bule. Entah bule macam apa, yang aku tahu Tante Pal sangat cantik. Dan untuk lima bulan kedepan aku akan tinggal dengannya! Dengan makanannya yang super lezat! Yey! Dengan Tante Pal yang cantik dan juga suaminya yang. . . . Ah bagaimana rasanya sebelum tidur dan setelah bangun melihat malaikat tampan nan rupawan untuk setiap harinya selama lima bulaaaan! 

"Beberapa blok dari sekolah,"

"Kapan Velvet bisa kesana?"

"Kita akan berangkat sabtu besok ini, jadi nanti malam kamu persiapkan barang yang akan dibawa,"

Aku mengangguk dan kembali memasuki pikiran ku sendiri. Berkhayal tentang apa yang akan terjadi lima bulan ke depan, apa saja yang akan ku lakukan, apa saja makanan yang akan dimasak oleh Tante Pal, uh yamm. . .

Brukk! Prang! Syuuss!

Shit.

"Duh sakit," rintih ku kepada kedua siku yang mendarat mulus di lantai. Uh. Perih.

"Jatuh aja ngomel," ha? Ups. Bukan hanya aku yang mendarat mulus dilantai, namun es susu coklat dan nasi goreng yang masih mengepulkan asap juga jatuh bersama ku. Ah! Mana bisa dimakan! 

"Anjing.Guekayatongsampahginicumadiliatin?"

Kelopak mataku terbuka sempurna. Lebih dari sempurna. Kelewatan sempurna. Untung aja bola mata masih nempel. Fiuh.

"Sumpahanjingbang--"sat! Dia sudah mengambil ancang-ancang untuk menendangku.

"Sante sob," Salah satu cowok disebelahnya menepuk bahu yang ada didepanku ini dengan keras. "Inget cewek,"

Cowok yang ada didepanku, tepat didepanku!--menjulang tinggi dibandingkan denganku yang terkapar dilantai-- langsung mengendus berat. Dia menendang piring nasi gorengku yang tengkurep dilantai. Nasi gorengku sayang, maafkan mama nak tidak bisa menjaga mu. .

"Lobisuapagimana?"

Oke. Aku kegalapan mendengar kalimatnya yang sangat cepat, dalam satu kali napas. Oh. Mai. Gat. Mbak Mai. . Selamatkan Velvet.

"Sumpahanjingbajuguenjingcoklatnjing!"

"Eh. Em. . Sor--" Iya! Gila! Seragam osis cowok ini . . Iuh, coklat. Pasti lengket. Eh! Ada nasi goreng ku nempel disitu! Sangat miris melihat mereka yang seharusnya sudah berada di perutku ini.

"Udahudah, gue punya osis lagi di loker, yo cabut!"

Matanya menatap sinis lurus kearah pupilku yang menciut. Lalu ia pergi besama dua temannya yang mengekor dari belakang. Aku membuang napas panjang. Dan benar saja sedari tadi aku menahan napas, cukup lama.

Sebuah tangan terulur tepat didepan wajahku, aku menyusuri lengannya dan bertemu dengan wajah yang harusnya dia bisa menyelamatkanku! Hah! Kemana saja dia!

"Jadi gak finding doi nih ceritanya! Cuma doi yang bisa si cerewet Velvet diam seribu bahasaa!"

Aku mengendus kesal dan meraih tangannya yang membantuku berdiri. "Ish. Apa sih. Kenal aja engga, Nam!"

Naomi berdeham. "Bilang ke gue kalo lo boong!" katanya yang sedang menatao betapa hancur dan berantakannya lantai kantin yang telah ku perbuat kepadanya.

Keningku berkerut menatapnya, "Siapa yang boong?"

Kali ini Naomi  menatapku dengan tatapan mengerikan dan mengangkat kedua tangannya ke udara. "Hell-o! Ini udah tahun terakhir dan lo gak tau geng paling bastard seantereo dunia?!" Dan terakhir dia membuat pola lingkaran diudara dengan kedua tangannya.

Ups. Sepertinya tahun terakhirku tidak akan berjalan mulus seperti sikut ku yang berseluncur dilantai tadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar