Rabu, Juli 13, 2016

EmirLoveStory: "Stay, He Said" - PART 14




Emir's POV

"Nona Bianca dilantai tiga tuan,"

Aku segera melangkah menuju lift. Perjalanan yang sangat melelahkan. Lombok Jakarta itu lumayan jauh. Ya meskipun dengan jet pribadi tapi sama saja! Andai Cat menemaniku sepanjang perjalanan seperti dulu, meskipun saling diam. Namun aku menyukainya,

Ting.

Langkah kakiku yang besar segera memasuki lorong rumah sakit ini. Dan saat aku membuka pintu, Bianca tergeletak diatas ranjang tidak berdaya. Rianti tertidur disofa dengan wajah yang lelah.

Dasar anak bodoh!

Aku berdiri kaku disamping ranjangnya. Pergelangan tangan kanannya menempel selang infus dan sementara yang kiri terdapat perban disana yang masih ada bercak merahnya.

"kenapa harus bunuh diri kalau ujung-ujungnya masuk rumah sakit bodoh!" Aku sudah tak tahan menahan emosiku didepannya.

"Jangan berbicara seperti itu nak, bagaimanapun dia calon pendamping hidupku, ia merindukanmu.." Aku tahu itu suara Ranti. Mungkin ia terbangun gara-gara gertakanku.

"Dia bukan calon istriku, camkan itu!"

"Emir.. Bisakah kau membuka sedikit hati untuknya?"

"membuka hati untuk wanita ini? Saat ini saja dia sudah mencoba  membunuh diri sendiri! Bagaimana kalau ia membunuh anak kita kelak? Hah!"

Ranti menghembuskan napas dengan kasar. Aku yakin ia sangat frustasi mempunyai anak sepertiku.

"Tapi kau kemari karena kau khawatir kan?"

Aku terseyum remeh. "Lebih tepatnya seseorang yang ku cintai mengkhawatirkannya,"



Ranti terlihat terkejut atas jawabanku. Biar saja. Biar dia tahu diri.  Enak saja memasangkan ku dengan seseorang yang sangatku benci seenak jidat!

"Siapa Nak? Kenapa kau tidak pernah memberitahukan ibu?"

"Tanya saja dengan wanita bodoh didepanmu!"

Aku segerja berlajan ke arah pintu keluar dengan langkah dihentakan di lantai. Saat aku memegang gagang pintu aku dengar tangisan Ranti pecah.

"Mau kemana nak? Sampai kapan akan begini??!"

"Kembali bekerja. Dan jangan pernah hubungi aku lagi, kalian hanya menganggu!"

Dan aku membanting pintu dengar keras sehingga beberapa penjenguk disini melihatku dengan penuh tanda tanya. Tapi bukan Emir kalau aku peduli dengan mereka. Siapa mereka berhak mengetahui apa yang aku lakukan. Terserah orang bilang aku keras. Egois. Atau apapun. Ini aku. Kalau tidak bisa menerimaku, .berhentilah mengurusi hidupku.

Aku tidak akan mungkin kembali ke Lombok saat ini juga! Tubuhku sangat lelah dan tidak sanggup untuk melakukan hal apapun.

"Apartement  BSD," Saat aku menghempaskan tubuh dimobil dengan supir ini.

"baik pak,"

Deru mobil menjadi pengiring musik selama perjalanan menuju apartement itu. Aku lupa bagai mana bentuk apartementku yang ada di Kemang. Aku juga melupakan jumlah apartement yang ku miliki. Yang terlintas dipikiranku adalah BSD. Tempat dimana pertama kali aku bertemu dengan Cat..

***

Aku mengerjapkan mataku saat cahaya memasuki celah jendela yang masih tertutup tirai. Setelahnya aku melihat kamar didominasi warna coklat dan hitam. Terkesan maskulin. Ya, ini kamarku.

Selimut yang baru saja aku sebakkan tergeletak dilantai dan aku juga tidak berniat membereskannya. Tubuhku masih mengenakan pakaian kemarin. Aku merasakan lengket disekujur tubuhku. Urgh.

Setelah membersihkan badan, aku kembali meringkuk di ranjang mengecek iphone ku yang tidak ada notification, penting. Sampai aku tiba di kantor yang berada dibilangan Jakarta Pusat pun belum ada tanda-tanda Cat membalas pesanku.

 Akhirnya aku memutuskan untuk menghubungi Cat.

Cat, apa semua baik-baik saja?

Tidak ada balasan.

Apa mungkin dia masih tertidur? Tapi ini sudah pukul 11siang!

Apa yang terjadi?

Katakan aku seperti remaja yang sedang tergila-gila akan cinta. Aku merindukan Cat. Walaupun baru beberapa jam aku tidak bertemu dengannya.
Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi aku men dial Cat. Sekitar empat kali nada dering baru aku bisa mendengar sambungan ini terangkat. Namun tak ada sautan dari sebrang sana.

"Cat?"

"Y-ya?"

"Apa semua baik-baik saja?"

Hening .

"Cat?"

"I-ya semua baik-baik saja.."

"Kenapa kamu menjadi gagap seperti itu?" Sebenarnya aku ingin sekali tertawa karena sikapnya yang sangat segan denganku. Tapi aku berusaha untuk menahannya.

"Ehem tidak ada." Katanya dari sebrang telepon.

"Sedang apa kau?" Tanyaku karna suara disana begitu sepi dan bukankah sudah siang? Kenapa ia tidak melihat keadaan hotel?

"Mengangkat telpon anda,"

Aku memutar bola mataku yang geram sekali dengan gadis satu ini "Maksudku sebelum kau mengangkat telpon ku!"

"Bernapas,"

"Baiklah nona Cat, apakah kau tidak melihat pekerjaan hotel?"

"hemm.." Dia sepertinya berpikir. "Hari ini sedikit kurang fit, jadi aku menyuruh Dinda untuk melihatnya."

"Apa kau sakit?"

"Tidak terlalu sakit,"

"Beristirahatlah yang cukup, jangan terlalu memikirkan hotel dan rumah."

"Baiklah,"

Hening.

Sebenarnya. Sungguh aku tidak mau menutup telpon ini dan kembali dengan kesendirianku. Yang aku inginkan hanya terbang ke Lombok dan menemaninya di kamar, merawatnya dan melindunginya.

"Yasudah, selamat siang nona Cat. Selamat beristirahat.."

"iya pak,"

Sambungan ku putuskan.

Dan saat seperti ini dia masih memanggilku dengan pak.

kringkring..

Suara telpon dimeja berbunyi. Suara yang memecahkan keheningan setelah aku berbicara dengan Cat.

"Selamat siang pak," Suara perempuan terdengar dari ujung telpon. Sekertaris ku tiga tahun lebih muda tapi dia sangat berkompeten. "Seseorang ingin menemui anda, ia berkata sudah membuat janji dengan bapak."

"Siapa tamu itu?"

"katanya pemilik saham dari London pak,"

"suruh ia masuk,"

Sebenarnya aku tidak terlalu mengingat asal saham perusahaanku, setahuku juga tak ada saham yang berasal dari luar negri.

Beberapa menit kemudian pintu ruanganku terbuka dan berdiri disana seorang pria dengan badan tegap , kulit yang putih dan potongan rambut hampir sama sepertiku.

Sepertinya aku pernah melihatnya..

Ia mendekat ke arahku yang masih terduduk. Saat tanganku ingin menjabat tangannya tiba-tiba saja pukulan keras tertuju pada tulang pipiku.

Bukan main. Ini sungguh sangat sakit.

Ada kemarahan didalam bolamatanya. Aku tetap memegangi pipiku yang benar benar sakit ini.

"Siapa anda?!" Kataku.

"Lo lupa sama gue!?"

"Maaf ini kantor, jangan membawa masalah pribadi," aku mencoba tegas karna jelas jelas ini kantorku dan apa jadinya kalau anak buah tahu bosnya berkelahi.

"GAK USAH SOK JADI BOS!" Katanya sambil memberikan bogeman mentah yang kedua dipipiku yang satunya dan pukulan ini lebik keras lalu aku jatuh tersungkur di lantai.

Sial

Pria itu kini menginjak dadaku dan menekannya dengan kakinya.

"LO NGAPAIN CAT! BEGO! LO SENGAJA PAKE JASANYA CAT BIAR KALIAN BISA DEKET KAN?! BAJINGAN TAU GAK LO ITU! LO TAU CAT UDAH TUNANGAN SAMA GUE! NGAPAIN LO NYARI KESEMPATAN LAGI! CAT PUNYA GUE!" Katanya dengan penuh emosi didepan wajahku persis. Dan aku tahu sekarang, pria ini adalah Raskal.

"Saya-- tidak tahu.." Bahkan untuk berbicara saja aku tidak sanggup . . .

1 komentar:

  1. Aaaaa makasi ya min buat lanjut ngepost, yang ditunggu-tunggu akhirnya keluar juga. Semangat terus buat ngelanjutin ceritanya min^^

    BalasHapus