Kamis, Desember 18, 2014

EmirLoveStory: "Stay, He Said" - PART 7


Aku dimana?

Kenapa perutku sakit seperti ini? Kenapa jantungku berdetak tak karuan? Kenapa aku keringet dingin seperti ini? Argh! Apakah ini yang dinamakan rasa tak bernama itu? Cat! Kamu-gila. 

Jeglek. 

Pintu mobil yang berada disebelah kiriku terbuka. Dengan wajah yang sangat menawan Emir telah berdiri sambil menjulurkan tangan kanannya. 

Dia.. Sangat. Amat. Rupawan. 

"Cat? Back to earth," 

Kesadaranku kembali ke bumi. Okey. Beberapa saat lagi aku akan berjalan beriringan dengan laki-laki rupawan sepertinya. 

Aku meraih tangannya yang langsung menarikku hingga keluar mobil. Dia menyelipkan tanganku didalam lengannya, ini terlihat begitu... Romantis, kah?

Terdengar suara dentuman mesin mobil yang kami tumpangi telah berjalan, dibawa oleh seorang valet dan kaki kami berasama-sama memasuki pintu masuk ballroom yang terlihat sepi. Pintu masuk pun hanya dibuka setengah. 

Ups. Sepertinya kami terlambat!

Kamis, Juli 31, 2014

EmirLoveStory: "Stay, He Said" - PART 6



Lab Bahasa Inggris masih terkunci, para siwa dan siswi pun baru sedikit yang sudah datang. Aku memutuskan untuk duduk disalah satu kursi ditaman dekat gedung bahasa ini. Ya, diantara gedung IPA dan gedung IPS terdapat gedung bahasa. Atau sekarang disebut gedung MIA dan gedung IIS. Gedung Bahasa ini hanya dua tingkat, tetapi terdapat beberapa kelas seperti 4 Kelas Bahasa Asing untuk anak IPA dan IPS beserta 2 Lab Bahasa. Di gedung ini juga terdapat perpustakaan yang lumayan besar dengan fasilitas yang mendukung untuk belajar. Contohnya komputer dan wifi yang menyala duapuluh empat jam untuk siswa dan siswi sekolah ini. Tapi sayangnya, aku tidak membawa handphone dan memang tak boleh. 
"Cat?" 
Aku menengok ke arah sumber suara. Seorang laki-laki berparas sangat tampan dengan rambutnya yang dipotong spike sempurna itu mendekatiku dan duduk disebelahku.
"Oh, Hai--" Kata-kataku tercekat. 
Siapa namanya?! Aku melihat bet nama diseragamnya. R. Raskalis
"Raskal.." Ucapku lirih. Takut salah. 
Dia mengacungkan tangan untuk bersalaman, sepertinya ia tahu apa yang sedang aku pikirkan. 
"Anak sebelas mia dua." ucapnya dengan santai. 
Aku membalas jabatangannya dengan sedikit gugup, mata almond itu membuat mataku tak ingin beralih darinya. 
"Catharina, sepuluh mia satu.." 
Aku melihat bet namanya untuk yang kedua kali. R. Raskalis. Panggilannya Raskal? Jadi kakak kelas yang nabrak aku di ruang biologi dan kakak kelas yang menawarkanku pulang dengan mobil M3 merah itu namanya Raskal? Oh.. Ganteng banget.. 
"kamu kenapa disini?" Tanyanya.
Oh No! Jangan memandangku dengam mata almondmu itu, please.
"Emm. Itu. Lab Bahasa belom dibuka, jadi aku nunggu disini, kak."
Deg. 
Wajahnya tersenyum, menampilkan rahang seperti terpahat sempurna untuk dirinya. Wait.. Wajah ini begitu terlihat familiar. Tapi kapan aku bertemu dengannya? Hah? 
"Dapet udangan?" Tanya Kak Raskal tanpa beralih dari pandanganku.
"Undangan?" 
"Sweet seventeen-nya Bianca," 
"Oh, dapet kak.."
Dia mengangguk sekilas. Matanya beralih ke arah bawah, sepertinya ia sedang berpikir. Huh? Soktau banget sih kamu Cat! Berharap gitu cowok seganteng ini bakal ngajak kamu buat ke prom besok? Mustahil... 

Aku menelan ludah untuk membasai tenggorokanku yang kering akibat percakapan singkat ini. 

"Boleh berangkat bareng?" 

EmirLoveStory: "Stay, He Said" - PART 5


Setengah jam sudah Emir duduk tempat ini hanya dengan bermodalkan celana pendek, baju hitam tanpa lengan dan laser merah yang kadang ia nyalakan tetap tak membuat Cat keluar dari kamarnya.  

Apa dia lupa ya? Ah mana mungkin! Dia punya hutang tiga tiket itu!

GEDEBUK! 

Emir segera berdiri melihat situasi diseberang sana. Tawa Emir meledak sekerasnya saat melihat Cat tersungkur ke lantai semen lotengnya. Cat melihat Emir dengan tatapan membunuh, lalu teriakannya langsung menghentikan tawa Emir saat itu juga. 

"DIAM BODOH!" 

Emir bergeming. Tanpa berpikir panjang, dia melewati jalan kecil yang seharusnya digunakan sebagai tembok pembatas itu untuk menyeberang ke rumah Cat. Emir langsung mendekati Cat, sebutir demi sebutir darah jatuh dari lututunya. Barang-barang yang ia bawa jatuh begitu saja dihadapan Emir. Ada spidol, kertas bufalo, gunting, lem dan gliter berserakan didepannya. 

"Sekarang siapa yang bodoh! Membawa barang-barang sebanyak ini ke loteng!" Kata Emir dengan tajamnya. 

Cat meringis kesakitan, ia mencengkram lengan Emir begitu Cat melihat darah yang mengalir dari lututnya itu, faktanya dia adalah seorang phobia darah. 

"MIRR! ADA DARAHH!" Kata Cat dengan histeris. "Aku... Aku, aku takut..."

Tanpa pikir panjang Emir melepas bajunya dan melilitkan kain tersebut pada lutut kanan Cat. Darah sudah tak terlihat menetes, begitu pula dengan rasa sakit pada lututnya, Cat tersadar saat tangannya tengah merengkuh punggung laki-laki ini. 

"BODOH!! APA YANG KAMU LAKUKAN!" Teriak Cat tepat disebelah telinga Emir dan langsung melepaskan pelukan itu. 

Emir yang mendengar teriakan ekstrim langsung menutup telinganya dengan keras. 

"Eh gendut! Siapa yang meluk coba?" Kata Emir tak mau kalah. 

Cat termenung dalam perkataan Emir. Sementara Emir memunggut beberapa peralatannya ke dalam dua tangannya yang kokoh dan duduk dibagian pojok loteng yang menghadap kolam renang milik keluarga Cat. Ditempat itu terdapat sorotan lampu yang membuat tempat itu jauh lebih terang dibanding tempat lain di loteng ini. Tanpa menunggu izin dari Cat, Emir menggedong Cat hingga ia terduduk di samping barang-barangnya. 

Rabu, Juli 09, 2014

EmirLoveStory: "Stay, He Said" - PART 4


"Pagi kak natan.." Kataku dengan memancarkan senyum termanisku kepada kak natan yang sedang menyantap sepotong roti bakar.

"Ecie, tumben seneng banget kesekolah.." Balasnya.

"Yee, kak.. Masa adeknya semangat malah digituin?"

"Terus kakak harus apa?"

"Ya.. Apa kek."

Aku duduk disebelahnya dan mengambil sepotong roti bakar dan mengoleskan selai blueberry diatasnya. Meja makan terlihat sangat sepi tanpa Mama dan Papa yang jarang sekali sarapan bersama kami, mungkin, tak pernah? Huft.. Mungkin kalau papa dan mama berhenti bekerja saat ini juga, kita masih bisa hidup dengan kerja keras mereka selama ini. Ya, aku yakin...

Tok. Tok. Tok...

Aku segera bangkit menuju pintu utama dan menemukan seorang laki-laki sedang berdiri membelakangki pintu. Aki melihat baji seragamnya yang sama dan terdapat sebuah sepeda disebelah mobil Ecosport orange milik kakak ku yang paling aku cinta. Haha.

"Emir?" Ucapku membuat ia membalikan badannya.

Emir tersenyum canggung sambil menatap mataku. Aku membalas senyuman paling manis. Ah.. Kenapa semakin hari Emir makin ganteng... Meskipun wajahnya tetap seperti itu, tetapi sikapnya yang berubah seratus delapan puluh derajat membuatku bahagia. Akhirnya, seorang anak nerd seperti Emir bisa berubah berkat seorang anak bernama Cat. Aku tersenyum membayangannya.

Senin, Juli 07, 2014

EmirLoveStory: "Stay, He Said" - PART 3

Saat aku dan Emir sampai dipos satpam menuju cluster perumahanku dengan sebuah sepeda, Emir membunyikan bell sepedanya yang nyaring itu.

"Mari pak!" Kata Emir sambil tersenyum kearah mereka.

"Mari dek Emir!" Kata salah satu dari mereka.

Aku terdiam. Apa tak salah dengar? Emir menyapa pak satpam dan pak satpam ku maksudku cluster perumahanku kenal Emir? Bagaimana bisa!?

Beberapa detik kemudian sepeda yang dikayuh Emir oleng beberapa kali. Emir memberhentikan sepedanya beberapa meter dari pos satpam. Dari pos satpam ini hingga rumahku masih 4blok. Mungkin beberapa ratus meter lagi. Aku turun dari tumpangan disusul dengan Emir. Ia mengecek seluruh bagian sepedanya.
Kalau di film romantis gitu ini adegan paling merusak moment. Ban depan sepeda Emir kempes total. Hmm... Emir memandangku lalu tersenyum, aku membisu melihat senyumnya yang manis itu. Disaat seperti ini dia masih bisa tersenyum? Aku kira dia akan menendang roda sepedanya itu..

"Olah raga ya sekali-kali.." Katanya lalu berjalan mendahuluiku sambil mendorong sepedanya. Aku menyusulnya dari belakang, dengan gerakan cepat tas yang dari tadi menggantung di tanganku sudah beralih di tangan Emir, dia mengantungkannya di stang sepeda.

Hening...

Jumat, Juli 04, 2014

Emir Love Story: "Stay, He Said" - PART 2


The second day is begining.

Hari ini moving class! Yey!

Aku melangkahkan kakiku dengan semangat menuju kelas Biologi yang terletak dilantai tiga. Sekolah ini memiliki dua gedung, satu gedung IPS dan satu lagi gedung IPA yang lengkap dengan laboratorium. Selain ada gedung, sekolah ini punya tiga lapangan; satu lapangan basket, lapangan volley dan lapangan futsal. Biasanya lapangan volley yang digunakan untuk upacara setiap sebulan sekali.

Langkahku berhenti diambang pintu, untuk memilih dimana aku akan duduk. Anak nerd itu, maksudku, Emir belum terlihat. Akhirnya aku memilik untuk duduk ditengah. Beberapa saat kemudian seorang gadis berambut  lurus  hitam sepanjang punggungnya duduk disampingku.

"Hei," Sapanya. Aku menoleh.

"Hallo,"

"Kayanya belom pernah ketemu, nama lo siapa?" Kataknya ramah.

"Catharina, panggil aja Cat." Balasku sambil tersenyum manis. "Kamu?"

"Fiona.."

"Namanya cantik kaya orangnya.." kataku setengah berbisik. Tetapi tetap saja dia bisa mendengar.

"Nama lo juga, unik. Cat. Kaya kucing.."

Sedetik kemudian kami tertawa bersama. Sampai detik-detik terakhir sebelum bell sekolah masuk kami saling berbagi cerita. Ceritaku di Junior High School Chicago dan ceritanya di smpnya dulu--SMP yang sama dengan Fanya dan Emir. And in fact. Mereka bertiga satu kelas dulu di 8A dan kelas 9 dia juga satu kelas dengan Emir. Berarti dia udah kenal Emir banget...

Eh. Kok jadi Emir sih? Tapi dia kemana ya?

Pandanganku menyururi setiap sudut kelas ini dan menangkap sosok emir yang ternyata duduk dibangku seberang Fiona. Aku memerhatikannya yang sedang memberskan buku, disebelahnya masih kosong. Rambut klimisnya masih tersisir rapih. Aku membayangkan jika rambut itu dipotong spike seperti dulu.. Ah..


Kamis, Juli 03, 2014

Emir Love Story: "Stay, He Said" - PART 1

"Fall in love is easy. But staying in love? That's the challenge."



Kata orang masa-masa SMA itu adalah masa paling menyenangkan seumur hidup. Tapi itu kata orang, bisa subjektif kan? Menurutku masa SMA itu masa dimana kita mencari jati diri setiap individu dan mengetahui hal-hal kecil yang dulu kita anggap tak penting. Seperti perbedaan  RAS dan Agama. Sekarang aku merasa disakiti oleh dua hal tersebut. Dulu sekali, mungkin saat aku duduk disekolah dasar teman-temanku selalu mengolok-olokan aku dengan kata cina lah, sipit lah dan banyak lagi. Tapi menurutku itu tak masalah. Memang kenyataannya seperti itu. Tidak bisa diubah bukan? 

Seorang anak perempuan kecil yang manis duduk dibangku paling depan. Ini adalah hari pertamanya masuk ke sekolah dasar di Indonesia. Satu persatu anak masuk dan duduk dibagian belakang kelas. 

"Eh, ada anak sipit baru tuh!" Kata seorang anak kecil yang menunjuk ke arah anak perempuan manis tersebut. Semua mata anak-anak lain yang berada dikelas menuju anak perempuan itu.

Ia menoleh kesumber suara, anak itu hanya diam. Tiba-tiba seorang anak laki-laki bermata sipit yang sama sepertinya duduk dikursi kosong disebelah anak perempuan itu. 

"Hallo! Kamu anak baru ya?" Tanya anak laki-laki itu. 

Anak perempuan itu terlihat takut.

"Kamu jangan takut.." Katanya, Ia mengangkat tangannya dan tersenyum manis membuat dua lesung pipi yang indah muncul di pipinya. "Namaku Edgar, nama kamu siapa?"

Anak perempuan ini membalas  dengan senyum canggung. "Catharina"

"Catharina? Aku panggil kamu Cat boleh?"

Anak perempuan itu mengangguk. Semenjak saat itu, kedua anak berpakaian merah putih tersebut selalu bermain bersama. Semua selalu bersama, dari pagi hingga siang hari dan berakhir pada bell pulang sekolah. Semua terasa begitu cepat hingga suatu hari disaat kelulusan sekolah dasar tersebut, Catharina yang tumbuh semakin cantik harus pindah sekolah ke Chicago, USA. Dan hari-hari selanjutnya dilalui gadis itu tanpa sosok Edgar yang selalu mengajari indahnya hidup jika kita memiliki teman. 

Tapi saat ini.. Semua berbeda. RAS dan agama tidak bisa menyatukan apa yang diinginkan manusia. Seakarang aku bertanya-tanya, mengapa didunia ini harus ada perbedaan ras, agama dan semua hal yang membedakan kita? Kenapa Tuhan tidak membuat satu RAS dan satu agama saja? Supaya aku dan dia bisa bersama. Tidak seperti ini.. 



Jumat, Juni 27, 2014

Take Me Home - Two - ELS: Little Things



"Your hand fits in mine
Like it's made just for me
But bear this in mind
It was meant to be.."

 

Sore ini mentari tak lagi memancarkan sinarnya. Awan mendung menyelimuti atmosfer di kota Bandung. Aku duduk sendirian disebuah taman didekat parkir mobil, melihat mahasiswa atau pun mahasiswi berlarian menuju kendaraan masing-masing dan ingin cepat pulang kerumah, supaya mereka tak terkena imbas dari awan hitam ini, hujan. 

Oh ya, aku suka hujan, memberi asupan nutrisi untuk pohon-pohon, tetapi bukan untuk kali ini. Aku resah dengan hujan ini. Sudah hampir dua jam aku duduk terdiam disini menunggu sebuah mobil Porsche berwarna putih menghampiriku dan tiba-tiba seseorang keluar dari mobil itu untuk membukakan pintunya untukku. Tetapi kemana dia?

"Nataline?" dia mendekat kearahku. "Ternyata lo kuliah disini juga?"

Seorang laki-laki dengan kaos merah keluaran bloods dan celana jeans panjang serta tas selempang yang ia gantungkan dibahunya yang bidang menghampiriku. 

Minggu, Juni 22, 2014

"How Important You Are" - Fan Fiction Emir Mahira


"A Person who anoys You is often the one who loves You so much, but fails to express it"



TEEEEEET... TEEEEEET... TEEEEET…

Bunyi nyaring dari bell sekolah terdengar di telinga seluruh siswa. Bertanda jam pelajaran pada suatu sekolah menengah tingkat atas sudah usai. Dengan wajah yang gembira, siswa-siswi berlarian keluar dari kelas mereka. Semua siswa gembira, kecuali dia. Seorang gadis berambut indah keluar dari kelasnya. Meratapi lantai putih yang ada dibawahnya. Dengan tas yang dibawanya ia melangkahkan kaki perlahan melewati lorong yang sepi. Tak ada orang satupun didekatnya. Tak ada suara selain ketukan sepatunya. Sampai ia berada pada penghujung lorong dan menilahat dari kejauhan, teman-temannya berseragam kurang sopan sedang berada di pintu gerbang sekolah. Ia pun memutuskan untuk berbalik arah dan kembali ke kelasnya. Tetapi langkahnya berhenti ketika ia melihat seorang siluet anak-laki persis didepannya. Laki-laki itu langsung menarik dan melempar tas dari rangkulan si gadis ini.


Minggu, April 20, 2014

Take Me Home - ONE - ELS: Change My Mind

But baby if you say you want me to stay, I’ll change my mind'Cause I don’t wanna know I’m walking awayIf you’ll be mine


Dinginnya udara pagi ini memaksaku untuk bangun lebih awal dari yang lain. Jarum pendek di dinding menunjukkan pukul 4 pagi. Waktu yang masih pagi untuk beraktivitas ditempat seperti ini. Tempat yang terdapat dipinggir pantai.

Aku menyebakkan selimut dan berdiri mengambil jaketku yang tergantung di tangan kursi. Berlangkah kecil menuju jendela yang menghadap ke pantai secara langsung, melihat langit yang berwarna gelap. Sunrice! Batinku berkata, bahwa sebentar lagi akan muncul matahari dari ufuk timur.

Aku pun keluar dari kamar dan bertemu sebuah lorong menuju lift menuju lantai dasar. Suasana tak kalah sepi. Tak ada yang lalu lalang dilorong ini seorang pun. Aku memencet tombol tanda panah kebawah. Menunggu pintu lift ini terbuka adalah salah satu hal yang membuatku bosan. Aku memutuskan untuk mengeluarkan noteku dan memainkannya.

Ting..

Pintu Lift mulai terbuka sedikit demi sedikit. Aku menemukan seseorang dengan kaos dan jeans pendek, yang selama tiga tahun ini telah menjadi teman, oh bukan. Sahabat sejatiku di SMA.

Minggu, Maret 09, 2014

Emir Love Story: "Memories" PART 17 END


Place de la Concorde, 16:55

Kalau di Indonesia, tempat ini sering disebut sebagai alun-alun. Place de la Concorde ini alun-alun terbesar di kota Paris, dimana setiap orang yang duduk dibangku taman ini akan merasakan ketenangan dan kenyamanan. 

Hal itu yang dirasakan olehku, duduk berdua disebuah bangku taman dengan Emir. Menikmati indahnya kota Paris pada sore hari menjelang matahari terbenam. 

Aku ingat, aku masih menyimpan kotak kecil yang Emir tinggalkan di rumahku. Aku mengeluarkannya dari tas, dan memberikannya kepada Emir.

“Apa in--..” Kata-kata Emir tercekat saat ia mengetahui isi dari kotak ini adalah sebuah cincin darinya.

“Kamu nemuin kotak ini?” Tanyanya, aku membalas dengan anggukkan. 

“Nemu dimana?”

“Diantara kotak coklat yang lain. Ini kotak coklat yang paling kecil..” kataku

“Kamu tau ini dari siapa?” Tanya Emir lagi.

“Kalo aku gak tau ini dari siapa, aku gak akan terbang jauh-jauh Jakarta-Paris hanya bermodalkan Cinta. Cuma buat nyusul kamu, Emir Mahira Salim..” Jawabku, sedikit menyobongkan diri.

Emir terpana melihat perjuanganku.

“Jadi.. Kamu..” Dia tersenyum manis.