Senin, Agustus 01, 2016

00:02 // Homeyy

Lets do this!

Dua koper, satu ransel, satu dus, dan satu totebag.

Cukup lah ya buat lima bulan kedepan. Tapi nanti kalau barang ku kebanyakan gimana ya? Kalo kamarnya ga muat gimana? Haduhh. 

"Yuk?" Wajah mama kini terpantul dari cermin mini walk closet ku, ia duduk ditepi ranjangku dengan senyuman yang tak pernah hilang dari wajahnya. "Papa nunggu di mobil,"

"Ma, ini cukup gak?"

Ia hanya mengangguk lalu tersenyum lagi. "Kamu masih bisa ke rumah, setiap sabtu Mbak Mai kan kesini,"

Hmm. Tul ugha.

Tingtong. Tingtong.

Papa, Mama dan tentunya aku sudah berada didepan pintu rumah Tante Pal yang terdengar sunyi senyap tak ada kehidupan. Tak ada satu mobil pun yang terparkir diluar hmph.

"TANTE PAAAAAAL!"

"Hust, tata krama Velvet,"



Aku memutar bola mataku smabil mengerucutkan bibir. Haduh. Kebiasaan. Bisa juling ni mata. "Ya kalo rumahnya segede gini bel tingtong mana kedengeran Pa,"

YA! Bisa kita lihat, rumah bertingkat dua dengan model minimalis dominasi warna hitam putih tanpa pagar depan, garasi dalam yang cukup untuk tiga mobil, taman depan yang cukup luas dan bisa ku bayangkan isi rumah ini akan menjadi seperti apa. Dan! Bagaimana bisa bel tingtong tingtong kaya suara ayam kegencet itu bisa terdengar singga pelosok rumah!

"TANTEEE! TANTEE PAAAAL! BUKAIN PINTUNYAA TANTEEE!"

Dor.

dua pasang mata milik mama dan papa kini fokus ke arahku dengan bola mata hampir. . . Terlepas . . Uh jangan!

Ceklek. Srrt.

"Tante Paaal!"

Aku langsung memeluk dengan sepenuh hati orang yang membuka pintu berwarna hitam pekat ini. Saking besarnya senyumanku, memaksa pipi ini menghimpit besarnya kelopak mata yang hampir tertutup sempurnya.

Uu. Lama tak bertemu Tante Pal! Kangen berat! Berat! Berat! Berapa bulan ya gak ketemu? Dua bulan, hm tiga bulan kurang sepertinya! Harum Tante Pal seperti uh, manis yum. Seperti ada sedikit bau coconut! Apa Tante Pal baru memasak coconut, huh? Yumm. Apa yang dibuat yaa?

"Velvet,"

"Hmm, masih kangen Tante Pal!"

Aku masih mendekap Tante Pal dengan erat dan menggoyang-goyangkan tubuhku. Ta-- tapi sepertinya Tante Pal tidak membalas pelukanku.

"Tante Pal? Sehat?" Tanyaku yang seperti berkumur didalam dekapan Tante Pal.

Shyt? Sejak kapan Tante Pal menjadi sangat tinggi dan memiliki tangan yang keras begitu juga dengan dad--

"Hm."

NO!

Aku langsung melepas dekapanku dan mundur beberapa langkah hingga menabrak badan papa. Senyumku hilang. Bulu kulitku meremang. Mataku menatap pupil coklat keemasan itu, lagi! My heart beats fast? Uh shit.

"AAAAAAAA. . "

Dia hanya menggunakan kaos hitam tanpa lengan! Memperlihatkan lengan yang. . Uh. Tadi aku dekap. Badan tegap menjulang mungkin lima belas senti diatasku. Rambut yang masih ba-- sah. Beberapa tetes air jatuh pada handuk yang tersampir diseluruh punggungnya. Uhsyit. Dan. . Hey! Dan dengan boxer kuning bergambar keluarga The Simpson itu? Oh, ssooo cutee!

"AAAaaAaaa. . . " Teriskan ku pun akhirnya berhenti karena tak ada lagi sisa udara di dalam paru-paruku.

Dia berdehan dan mengembalikan perhatianku ke matanya yang masih mematapku sinis. "Mau cari siapa?" Katanya sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk coklat tua itu.

"L-Lo ng-ngapain disini?!"

Sekali lagi. Dia mengintimidasiku dengan tatapannya dan sebelah alis yang terangkat ke atas. Damn.

"Velvet! Sudah papa bilang, tata krama,"

Aku mengendus dan memutar kedua bola mataku secara bersamaan. Oke ini sudah putaran ke berapa dan aku mulai waspada, akan adanya kejulingan pada mata ini.

"Ehem. Nak, Tante Palma-nya ada?"

"Aunty lagi ke luar tante," katanya dengan datar dan memutuskan kontak mata ke arahku. "Yaudah, masuk dulu tante om," Dia langsung berbalik badan,membuka pintu lebih lebar dan masuk ke dalam rumah.

Apa dia cuma bilang Tante sama Om? 

Aku gak boleh masuk ceritanya? Ish. 

Tau ah. 

Bodo.

Papa dan Mama sudah menyusul cowok itu, sementara aku masih berdiri didepan seperti orang bloon memandangi rerumputan hijau yang di terpa angin kecil.

Hah. Tante Pal, cepatlah kembali, tante. Aku sangat butuh pertolonganmu. Katakan pada ku tante, kalau orang itu tidak bermalam disini sama seperti aku tantee.

Kini aku menatap langit biru tanpa awan dan berbicara kepada Tuhan. Berharap. Berdoa. Dan semoga aku masih bisa menghirup udara segar ini esok.

"Longapainnjing?"

Sepertinya pupus harapanku untuk menikmati udara segar esok hari. Aku tak berani memutar badanku untuk menatapnya. 

Hua Tuhan. 

Ampunilah dosa hamba-Mu ini.

"Lobisuapagimana?"

wis mi lak.

Aku membalikan badan dan langsung menatap nya yang berdiri di ambang pintu sambil memegangi gagang pintu. "Kalo ngomong bisa pake spasi gak?"

Senyum! Dia senyum! Meskipun kecil! Aku bisa melihatnyaa! Eh! Apa ku salah liat! Eh Iya dia senyum! "Gak jadi bisu?"

sial.

"Ish. Siapa yang bisu?!"

Dia mengangkat bahu lalu berbalik badan dan meninggalkan ku lagi diluar! 

How can?! 

Tuan rumah paling gak tahu diri! Eh dia bahkan bukan tuan rumah disini!

"Kalo udah masuk tutup pintunya!" Aku bisa mendengar suaranya yang agak berteriak dari dalam rumah.

Aku percaya semua akan indah pada saatnya. 

Namun cobaan apa yang Kau berikan kepadaku. 

Bertemu dengan orang macam tu.

Ga kuku tante.

BIM!

Yesh!

"TANTE PAAAAL!"

Ini dia Tante Pal yang asli! Aku langsung memeluknya ketika ia keluar dari mobil yang masih terparkir disebelah mobil papa.

"Eh Velvet udah sampai," Ia membalas pelukanku dengan hangat. Bisa kurasakan ia juga ikut tersenyum. Akhirnya! Sang penyelamat ku datang! "Papa Mama mana?"

"Hm.. Didalem,"

"Yaudah ayo kita masuk,"

Aku berjalan dibelakang tante pal yang membawa tas kain berisi barang belanjaan sepengelihatanku. Memasuki pintu hitam tadi dan tidak lupa menutupnya. Seperti kata pak bos. Hm.

saat memasuki rumah Tante Pal yang super ini, tak menemukan Papa atau pun Mama di ruangan pertama yang aku temui. Hm. Seperti ruang tamu tak ada sarna lain selain hitam putih dan abu-abu. Namun hanya diisi single sofa dan double sofa. Tante Pal terus berjalan hingga memasuki ruang lain. Pada saat yang bersamaan, seseorang berjalan menuju sofa dimana Mama dan Papa ku duduk, membawa dua gelas air putih, mungkin dingin karena bisa dilihat dari dinding gelas yang meneteskan air. Dua gelas. Du-a. DU-A GE-LAS GA-IS.

Benar-benar akan ada perang dunia berikutnya.

"Loh, Mir minumnya air putih?"

mampus lu.

"sirup abis,"

Tante Pal mengangkat kedua belanjaannya hingga pinggang sambil mengangkat bahunya. Dia berdecak lidah.

"Oh, tidak usah merepotkan," Potong mama ku yang mungkin mengerti situasi yang mulai memanas disini. "Kami hanya sebentar, beberapa jam lagi harus check in,"

Tante Pal hanya mengangguk, lalu menaruh belanjaannya diatas meja dapur saat aku duduk disalah satu sofa kosong dan melihat musuh ku menaiki anak tangga.

"Maaf, tadi ponakan Brian," Kata Tante Pal yang sudah duduk bergabung dengan kami.

"Hm, anak muda." balas papa lalu sedikit menggeleng.

"Baiklah, Tante Palma, saya mohon bantuannya," Mamaku mulai membuka percakapan baru. "Tolong jagain Velvet ya,"

"Ish, Velvet bukan balita harus dijagain kali ma,"

"Iya Bu. Tenang. Lagian disini ada Emir, sepertinya seumuran. . Lumayanlah ada temennya,"

Tante lagi ngelawak apa ya.

"Kamu udah kenal?"

"Ish, ketemu aja belom pernah ma,"

"Yaudah nanti Tante kenalin,"

"Sepupunya Om Brian kenapa bisa disini, tan?" Ups. Keceplosan.

"emm. Itu, sekolahnya disebelah, deket sini, ya," Balas Tante Pal secara tidak- yakin? "Jadi deketan disini dari pada dari rumahnya,"

"Wah! Jangan bilang satu sekolah sama kamu?" Oke. Mama mulai berbicara dengan nada tinggi. Mama mulai antusias.

"Nope!" Balasku cepat dan diakhiri dengan penekanan di huruf P. "Dibilangin Velvet gak pernah liat,"

Mama hanya mengangguk, wajahnya menjadi tidak bersemangat. Uh, Ma maafkan anakmu yang berbohong ini. Tuhan, maaf kan lah hamba Mu.

"Ma, mama papa flight jam berapa? Nanti telat loh," Uyeah bukan namanya Velvet kalau tidak bisa meemukan topik lain. "Wah kalo telat kan lumayan beli tiket lagi,"

"Ohya udah," Yes. Mama dan papa saling menatap pandangan lalu bersiap berdiri. "Jangan nakal," Katanya saat mencium puncak kepalaku.

Begitupun papa, sebelum mereka berjalan menuju mobil. 

Hm. Sedih. 

Lima bulan ya? Mayan.

"Trimakasih Pal, maaf merepotkan," Kata papaku.

Tante Pal hanya tersenyum dan mengangguk, tangannya melingkar di pundak ku saat kami berada di penghujung pintu, menunggu kepergian Papa dan Mama.

Selepas mobil hitam itu meninggalkan halaman parkir, Tante Pal menggiringku menuju ruang tamu tadi dan membantu membawakan beberapa bawaanku. Menaiki anak tangga. Tangga!

"Yang ringan aja dulu," Tante Pal sudah berada di anak tangga ke tiga, sambil membawa ranselku. "Nanti sisanya biar Emir yang bawa ke kamarmu,"

Ahehehe. 

"SIAP DELAPAN ENAM TANTE!" 

Mampus lu. 

Pembalasan memang lebih kejam dari pembunuhan gais. 

Rasakan saja nanti.

Aku membawa totebag, sepertinya aku memasukan pakaian tidur tadi malam untuk mengganti bajuku ini. Dan, aku meninggalkan dua koper besar yang berisi pakaian lengkap selama lima bulan, bayangkan saja sebanyak apa, baju celana seragam sepatu dan masih banyak lagi. Dan juga sebuah dus yang berisi buku pelajaran. 

Ahaha. 

Makin berotot deh nanti. 

Suka deh.

ett. Suka mata lu songklek.

Di lantan dua ini hanya terdapat lorong dan pintu. Tiga pintu di sayap kanan. Dua kiri disayap kiri. Satu pintu emergency exit dibagian tengah di kiri dan kanan serta terdapat pada bagian belakang dan depan. Berasa di pesawat dah.

Tante Pal berbelok kanan dan berhenti di pintu terujung. Dia memalingkan wajahnya kearahku saat tangannya memegang gagang pintu hitam. Huh. Apa Tante Pal dan Om Brian sangat menyukai warna hitam dan putih?

"Welcome home, Velvet," Katanya lalu tersenyum saat pintu sudah terbuka sempurna dan menampilkan sebuah tempat tidur qween size disebuah ruangan yang beratap tinggi dan semua berwarna hitam, abu dan putih. Huh. Tapi, perfect lah. Berasa nginep hotel lima bulan deh.

Tante Pal menaruh tas ranselku di atas tempat tidur lalu berjalan menuju belakang tembok yang berhadapan langsung dengan tempat tidur. Dan Wa-ow. Walk closet  yang sangat besaaar! Dua kali lebih besar dari yang ada dirumahku. Dan diujung walk closet terdapat pintu yang bisa ku tebal adalah sebuah kamar mandi.

"I'll make this feel like home,"

2.1 Velvet's room

Tidak ada komentar:

Posting Komentar