Senin, Agustus 01, 2016

00:03 // Tragedi Berdarah

"Huaaaah!"

Aku menggerakan badan dan membenarkan posisi menjadi bersandar di kepala tempat tidur yang suangaat nyaman ini. Sial. Jam berapa ini?! 

Tidak ada jam didinding, tak ada jam dimana pun! Kenapa dunia ku selalu buta akan jam. Aku merogoh tas ransel untuk mengambil iphone. And. Its dead.

Aku memberanikan diri untuk turun dari tempat tidur, membuka pintu kamar dan hei. Ada empat pintu yang sama seperti kamarku dan Tante Pal belum menjelaskannya kemarin. Sepertinya. Aku kembali mengumpulkan keberanian berjalan menyusuri tangga turun. Gelap. Hanya terdapat beberapa lampu di sudut ruangan ini. Tak ada tanda-tanda kehidupan dilantai ini. Tapi sepertinya aku mendengar sesuatu.

Langkahku terus berjalan mendekati sumber suara dan akhirnya aku menemukan pusat suara dan cahaya dari televisi yang masih menyala , sendiri. Tak ada orang di sofa. Beberapa bantal terletak dilantai. Sebuah selimut yang tergulung asal diatas sofa. Dan film yang terus berputar. Sekarang aku telah duduk manis ditengah sofa yang berhadapan lurus dengan televisi itu, menikmati tontonan yang entah mengapa menjadi sedikit seram karena suara yang ditimbulkannya dan juga layar televisi yang menyorot ruangan gelap gulita sama seperti rumah ini. Hm. Horror movie? Aku mencoba menyenderkan punggu dan membiarkan kedua kaki berada dibawah meja tak terlalu tinggi antara ku dengan televisi yang tertempel di dinding.

Alah gelap terus! Mana ceritanya!

Gini doang mah, gue juga bisa bikin film horor!

Rugi ni nonton.

Tanganku mencoba meraih remot diatas meja, nihil. Aku mecoba dengan kedua kakiku yang seperti capit. Membuat remote jatuh dibawah meja. Dengan berat hati aku harus meninggalkan posisi wenak ini.

"AAAAAaAAAAAaAAaAaaa"

JEDUG!

Syit.

Benjol dah pala berbi.




Suara lengkingan wanita masih mengiang-ngiang diruangan ini. Seandainya sedari tadi aku mengehatui volume televisi ini. . Mungkin tak akan merusak indra pendengarkanku dan juga otak dibalik kepala ini.

Dengan kepala masih setengah dibawah meja, aku mengecilkan suara dan kembali membenarkan posisi duduk.

njing.

Tanpa perlu melihat lebih lama aku segera memencet asal remote dan wajah boneka yang penuh dengan dan ish aku tak ingin menjelaskannya.

Layar televisi menjadi hitam kembali. Baiklah, mungkin waktunya tidur. Aku berdiri dan melewati sofa tadi menuju tangga yang berada lurus dengan arah televisi tadi.

toktoktok.

wat?

Masih ada orang yang berani bertamu di pukul . .

toktoktok.

Sial. Seharusnya aku mencari tahu pukul berapa. Bukannya menonton boneka seram berdarah dan terluka yang ish. Cukup.

TOKTOKTOK.

sumpah

jebol itu pintu kalo gak dibukain

Aku lupa. Aku dimana.

Pintu masuk dimana,btw?

Aku menutup kedua mata. Dengan penuh kepercayaan diri, aku mengandalkan kedua daun telingaku untuk berjalan menuju suara toktoktok itu berasal. Semoga telinga ini masih bisa berfungsi setelah teriakan mbak-mbak cempreng tadi.

selangkah

dua langkah

tiga langkah

empat langkah

DUG.

Doublesyit.

Tadi telinga, trus kepala! Sekarang jempol kaki jadi korban. 

Ya Tuhan, ada apa dengan ku dan rumah ini.

Crek. Cyittt.

"AAaaAaaaaaaaAAAAAAAA.."

SYITT. REMOT!

Tanpa ancang-ancang aku menggulingkan badanku di sandaran sofa untuk mengambil remot yang ada diatas meja. Sialsial. Wajah ank kecil itu sangat besar dilayar. Sambil tersenyum menatapu dan luka jahitan di seluruh bibirnya. sialsial.

Grab.

Mati lu mbak cempreng!

Tlut.

Happy ending!

Napasku tak terkendali. Badan ku tak terkendali. Setengah kepalaku tertutupi oleh meja. Ke dua kakiku tergantung diudara, tersender pada senderan sofa. Sial. Sial. Untung gak ada orang.

Aku mencoba membalikan badan dan melihat ke adaan sekitar. Diluar masih gelap. Seluruh ruangan gelap. Tangga menuju kamarku menjadi begitu jauh. Dan mencekam. Huf.

Beberapa jam tidur di sini, gak bakal dikira maling lah ya.

Aku menarik selimut yang berada di sudut sofa. Terasa berat. Dan siapa sangka dibalik selimut ini terdapat sebuah boneka berbentuk anjing yang sangat lucuuu! Uyss. Putih kecil oh mai. Apakah Tante Pal selalu menyinpan ini disini? Sangat disayangkan boneka seunyu ini hanya digulung dalam selimut. Aku mengulurkan tanganku untuk memeluknya.

eh.

dia gerak. Bonekanya gerak. Belom juga dipegang. Eh gerak lagi. Eh buset.
bonekanya ngulet eh. Eh matanya kebuka. Eh masa boneka bisa buka mata kaya film tad-- tripeeelshyyt.

"AAA--" Bep.

Suara teriakanku tertahan oleh sebuah tangan yang menutup seluruh mulutku dari belakang. Aku meronta tapi sebuah tangan dengan kuatnya melingkar diperutku hingga punggungku menabrak tubuh siapapun ini yang napak atau tidak.

Apa mbak cempreng bales dendam ke gua?!

Tanpa berpikir panjang. Satu-satunya hal yang bisa ku lakukan adalah menggigit tangan ini.

Crap!

Hah. Lega. Terbebas dari kutukan mbak cempreng.

"what the fuck do you fuck did!?! fak."

waduh.

dengan gerakan slow motion aku membalikan badan dan tercium bau bom atom yang tercampur zat kimia meledak. Bersiaplah untuk perang dunia ke tiga.

satu

dua

dua setengah

dua tiga perempat

RUUUN!

CEKRÈK.

aw.

kaki! Ah. Perih. Aduh gak bisa jalan.

 Duh mati gua.

kalah gua.

Aku pun terkapar di sofa dengan kaki berlumur . . Apa ini merah merah!? Ah perih. Aduh.

Aku mengangkat kaki kananku hingga meraih meja didepanku dan berpasrah kepada Tuhan akan terancamnya nyawaku.

"Siapapun lo," kataku sambil meniup-niup kaki kananku yang sangat amat perih ini. "Tolong kaki guee, . . "

"Bodo."  

Aku memelototi orang masih berdiri sambio mengusap-usap tangannya yang mungkin tadi terkena gigitanku.

"Perih. ."

"Ah. . "

"Ini harus dia apain. . "

"Aa. Velvet mau ikut mama aja ke austr--"

"Diem lo disitu!"

Dia membentak ku. Untuk yang kesekian kalinya. Aku masih terduduk disini. Di depan televisi yang kini menontonku merintih kesakitan. Dengan bantal yang masih berserakan,selimut yang terjuntai asal hingga lantai, dan bonek-- ha! Mana boneka puppy yang bisa berkedip tadi?! Boneka sialan.

terkutuk lah kau siluman boneka!

Hauk!

Eh. Sejak kapan kodok kejepit keluar malem-malem gini?

Haukhauk!

Aku melihat ke kiri dan ke kanan. . Chopchop!

Siluman puppy kini betul betul menjelma menjadi seekor puppy putih kecil nan unyu. Kecil. Sangat kecil. Kepalanya hanya sebesar genggaman tangan. Dan badannya sangat dipenuhi buluu putih bersih seperti karpet! Dan dan! Ekornyaa yang kipit-kipit ke kanan dan ke kiri. Ouch. Sangat menggemaskan.

Aku mencoba meraih siluman tersebut namun ia menjauh. Ku coba mencondongkan tubuhku kenanan. Dia bergerak menjauh lagi. Aku mencoba lagi. Dia menjauh lagi. Begitu seterusnya hingga aku memutuskan untuk mengambil ancang-ancang untuk melompat dan . .

BRUG!

CEKRÈG.

Apalagi cobaan yang telah menimpaku.

Lelah hayati bang.

"Heh?!" Akhirnya musuhku datang dengan membawa ember, handuk dan sebuah kotak putih. Datang untuk perang,eh? "Ngapain tidur dilantai? Norak."

 Haukhauk!

Sang siluman boneka kini berlati kearah ku. Kearah mukaku. Menginjak mukaku dengan ke empat kakinya.

Mending dua kaki tong!

Empat berbulu semua lagi.

Berjalan diatas badanku hingga keperutku dan bermain-main disana. Berputar, mengosok telinganya di perutku, dan sekarang ia telah tertidur disana.

Lu kata perut gua kandang lu.

"Sampe kapan mau tiduran dilantai?"

eh iya. Lupa. Ada cowok ganteng.

Dengan kikuk aku menaiki sofa seperti sedia kala dibantu dengan kedua tangan yang terulung diatas sofa. Kaki ku kembali ku naikan diatas meja. Dia duduk disebelah ku dan mulai membersihkan telapak kakiku dengan handuk dan air dingin diember yang ia bawa tadi dengan telaten. 

Uh.. Kapan lagi bisa di cuciin kaki sama orang ganteng. Tampan. Berotot. Maco. Sayang nyolot setengah mampus.

"Aw!"

Baru juga diomongin.

"Belingnya nancep,"

"Ish. Bodo. Buruan napa." Aku begiding ngeri membayangkannya. Ah melihat nya saja tak berani apa lagi aku bayangkan.

"Aww! Pelan bisa ga sih?!"

"Nyolot. Mending dibantuin."

"Lo lebih nyolot! Aww!"

"Brisik njing!"

Haukhauk! Err. .

Sebuah erangan yang berasal dari . . Eh! Siluman boneka jadijadian ibi berada dipihak ku! Siluman itu mengerang ke arah orang ganting ini dengan keberanian seadanya. Kasian kau siluman boneka kecil jadijadian.

Aku mengelus kepalanya yang berbulu-- kelala anjingnya loh ya. Lalu membawanya dalam dekapan ku. Uh. Sangat imut. Andai saja siluman ini berubah menjadi manusia yang tampan. Jatuh cinta aku bang padamu.

Lututku terasa dingin dan err ngiluk! Aku melototi orang ini yang mengusapkan handuk pada lutut kiriku yang tak bersalah. Dia menatapku dengan sebelah alis terangkat.

Ga kuku bang,

"Lutut lo luka njing,"

Haukhauk!

Sang siluman boneka yang imut ini merubah seketika orang ganteng yang teramat nyolot ini membentak ku lagi. Upah mu besar disurga nak siluman.

"Justin! Kenapalogalakkegue?!" Orang ganteng setengah sarap ini mencekik leher sang siluman hingga terangkat ke udara.

Haikhaik. Haikhaik. Ia merintih.

"HEH! SILUMAN GUE!" eh.

Hening.

Siluman hening.

Orang ganteng hening.

Orang cantik hening. (re: velvet)

"Mana ada siluman!"

"Ditangan lo!"

"Ini anjing, njing!"

Eh. Lawak.

Haikhaik. Haikhaik.

Sepertinya sang siluman mulai kehabisan napas dan tergeletak sambil mengulurkan lidah tak berdaya tergeletak dilantai, di samping piring pecah dan . . Semangka benyek?

"Orang bego mana yang makan semangka tengah malem begini?! Aww!"

sembilan ratus sembilan puluh sembilan persen aku sangat yakin dia sengaja menekan lututku dengan handuk yang masih terasa sangat dingin ini.

"Pertama, gue bukan orang bego. Kedua bukan masalah lo. Ketiga, ini udah pagi." Ia memberikan obat merah pada lutut ku dan menepis cairan coklat kemerahan itu jatuh ke sisi lutut lain.

Buset. Orang ganteng lagi pidato.

"Argh!" Ini sakit. Paling sakit. Dia sengaja menekan kapas tepat diatas lukaku.

Dia berdiri, mataku tetap terpaku pada sosok nya yang mulai menaruh ember tadi di dapur dan kembali dengan pengki sapu dan pel-pel-an mahal.
Yakin mahal. Orang bagusnya gak ketulungan.

Ia mulai menyapu semua pecahan beling dan semangka malang dengan wajah miris dan kecewa. Lalu mengepelnya dengan telaten.

Kapan lagi ngeliat abang-abang goclean se seksi gini.

Terakhir kali tongkat pel-pelan bergerak menyenggol sang siluman dan membuat ia berlari entah kemana.

Siluman sayang. Jangan membiarkanku mati terkapar didepan abang goclean .
eh. Abang goclean tu siapa yak? Gak bersyukur ngeliat sama Ariana yang terkapar gini. Kenalan kek.

Dia kembali menuju dapur dan menaiki tangga. Meninggalkan ku.

"EH! BANTUIN GUE JALAAAAN!"

"Ini rumah! Bukan goa! Jangan triaktriak!"

"AAAAA GUE MAU KE KAMARRR!"

"Bukan urusan gue!"

Dia menghilang dibalik tembok dan mengakhiri cerita dibalik tragedi berdarah pagi ini.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar