"You wanna know who I'm in love with? Read the first word again."
Sinar matahari yang masuk melewati celah fentilasi jatuh tepat
pada kelopak mata, seakan-akan menyapa seorang wanita yang masih terbaring di
ranjangnya. Dinginnya AC terasa seperti menusuk kulit, ia pun terbangun. Nyawa
wanita ini belum utuh sepenuhnya, sampai sebuah suara nyaring dari handphonenya
membangunkannya.
"Git, hari ini kita jadi rapat kan ya?" Suara yang tak kalah nyaring keluar dari benda itu.
"Iya.. Jadilah! Tapi dimana?" Balasnya dengan suara serak karena kekurangan air putih.
"Jam 10 di tempat biasa. Gue juga ada berita gembira buat lo.." Kata laki-laki itu.
"Gembira? Apa?" Tanyanya serius.
"Liat saja nanti.." Telepon terputus.
"Git, hari ini kita jadi rapat kan ya?" Suara yang tak kalah nyaring keluar dari benda itu.
"Iya.. Jadilah! Tapi dimana?" Balasnya dengan suara serak karena kekurangan air putih.
"Jam 10 di tempat biasa. Gue juga ada berita gembira buat lo.." Kata laki-laki itu.
"Gembira? Apa?" Tanyanya serius.
"Liat saja nanti.." Telepon terputus.
Gita segera bangkit dari ranjangnya. Sejenak ia sempat berpikir,
apa kabar gembira yang akan disampaikan oleh teman bisnis sekaligus sahabatnya
sejak sekolah menengah pertama.
***
Seorang wanita memasuki sebuah cafe dibilangan Jakarta Pusat.
Cafe terasa sepi, dilihatnya seorang pria yang duduk sendiri dengan
laptop yang terpajang dimejanya. Tanpa berpikir panjang ia mendekati meja
tersebut. Mereka langsung memulai rapat nonformal tentang bisnisnya. Sampai
matahari tepat berada diatas, mereka menyelesaikan rapat tersebut. Waktu yang
tepat untuk menagih janji laki-laki tadi pagi.
"Emm. Bas, tadi ada kabar gembira apa?" Tanya Gita
dengan wajah penuh tanya.
"Ohya. Sabtu besok ada reuni SMP dicafe deket sekolah kita dulu." Jelas lelaki berpakaian t-shirt didepannya. Deg--
"Reuni SMP?" Tanya Gita untuk menyakinkan telinganya tidak salah mendengar.
"Ohya. Sabtu besok ada reuni SMP dicafe deket sekolah kita dulu." Jelas lelaki berpakaian t-shirt didepannya. Deg--
"Reuni SMP?" Tanya Gita untuk menyakinkan telinganya tidak salah mendengar.
Wanita ini berbicara seorang diri dalam hatinya. 'Reuni smp? Apa
mereka masih ingat denganku? Aku kira mereka sudah lupa. Ku kira, teman smp
yang paling setia sampai detik ini hanya Bastian. Aku kuper sekali dulu..
Tapi.. Apa.. Troublemaker itu datang?'
Salah seorang teman gadis kecil ini mendekatinya, dengan gayanya yang lantang ia membawa sebuah buku tahunan
digenggamannya. Teman laki-laki yang paling mecolok dibanding teman yang lain.
Bayangkan saja, di acara perpisahan seformal ini, dia masih saja mengecat
rambut dengan warna kuning--emas--seperti bule yang berkeliaran di Bali.
"Gita, boleh isi yearbook lo?" Tanya anak pembuat
masalah itu.
Gita hanya bisa mengangguk dan memberikan bukunya itu. Tak pernah terbayang olehnya, sosok anak laki-laki yang sangat nakal ingin memberi pesan pada bukunya. Mungkin baru kali ini Gita melihat dia bertingkahlaku sopan seperti sekarang. Tiba-tiba ia menyodorkan buku tahunan miliknya dan sebuah spidol merah. Matanya yang tajam seakan-akan memaksa Gita untuk menuliskan suatu hal untuknya. Detik demi detik berlalu. Gita masih memutar otaknya, mencari kata-kata yang cocok untuk temannya yang satu ini.
Gita hanya bisa mengangguk dan memberikan bukunya itu. Tak pernah terbayang olehnya, sosok anak laki-laki yang sangat nakal ingin memberi pesan pada bukunya. Mungkin baru kali ini Gita melihat dia bertingkahlaku sopan seperti sekarang. Tiba-tiba ia menyodorkan buku tahunan miliknya dan sebuah spidol merah. Matanya yang tajam seakan-akan memaksa Gita untuk menuliskan suatu hal untuknya. Detik demi detik berlalu. Gita masih memutar otaknya, mencari kata-kata yang cocok untuk temannya yang satu ini.
"Jangan jadi troublemaker lagi ya.. - Brigita"
Anak laki-laki itu memberikan buku tahunan Gita dengan tertutup
rapih. Gita pun memberikan buku miliknya juga. Dia hanya tertawa kecil setelah membaca tulisan tanggan dari Brigita, lalu ia pergi begitu saja. Gita mulai membuka satu
persatu lembaran buku tahunannya. Mencari sebuah kalimat yang telah tertulis
oleh temannya tadi. Kelopak matanya membuka lebar, matanya membesar. Tak
percaya akan tulisan dan tandatangan yang masih basah dengan spidol.
"sepertinya aku menyukaimu - emirmahira"
"Gita! Git! Gita?! lo kenapa? Sakit? Gita! Jawab!"
Kata Bastian yang terlihat panik didepan wanita dengan tatapan kosong. Gita pun
kembali ke dunia nyata.
"kenapa Bas? Aku gapapa." Jawab wanita ini santai.
"Lo yakin? Lo belum breakfast? Kita brunch dulu Git. Jangan dipaksa, nanti lo pingsan.." Cemas lelaki itu.
"Udah Bas. Aku udah breakfast. Aku bener gak sakit" Balas Gita, terbentuk senyum kecil di sudut bibirnya saat ia mengingat-ingat si troublemaker lagi.
"kenapa Bas? Aku gapapa." Jawab wanita ini santai.
"Lo yakin? Lo belum breakfast? Kita brunch dulu Git. Jangan dipaksa, nanti lo pingsan.." Cemas lelaki itu.
"Udah Bas. Aku udah breakfast. Aku bener gak sakit" Balas Gita, terbentuk senyum kecil di sudut bibirnya saat ia mengingat-ingat si troublemaker lagi.
***
Seorang wanita berpakaian peplum top berwarna candy blue dan
white short pants melangkah menuju sebuah mobil RAV4 berwarna hitam pekat yang sudah menunggu
dirinya. Ban mobil berputar dengan cepat menuju sebuah cafe sesuai kesepakatan.
Terlihat mobil-mobil yang didominasi mobil berwarna putih elegant, rapih berjejer di
lapangan yang luas. Gita menarik napasnya. Mempersiapkan diri akan bertemu
dengan anak pembuat masalah itu. Melihat kembali anak berambut cepak blonde
setelah bertahun-tahun lamanya.
"Ayo Git, kita turun.." Kata Bastian yang telah
memarkirkan mobilnya.
Deg-- persis didepan
mobil mereka, terparkir mobil FT-86 berwarna merah mencolok. Bukan! Bukan mobil
mewah itu yang menarik perhatian wanita ini! Tetapi seorang laki-lali lumayan tinggi sedang membukakan pintu untuk seseorang wanita lain. Wajah
Gita berubah pucat. Bukan! Itu bukan troublemaker! Dia mempunyai rambut
hitam! Bukan pirang!
"Gita..
Ayo.." Ajak laki-laki disebelahnya untuk kedua kali.
"Tunggu Bas, aku ngecek tas-ku dulu.." alibi Gita, membiarkan pasangan didepan mobil mereka jalan terlebih dahulu.
Setelah mereka menghilang
dari pandangan Gita, akhirnya Gita dan Bastian bisa keluar dari
mobil. Melangkah menuju pintu masuk. Tangan Gita menggenggam tangan lelaki
itu, berjaga-jaga seandainya ia pingsan ketika melihat anak berambut blonde. Mereka
berputar-putar, menyalami semua teman-teman lama mereka yang datang ditempat
itu. Melepas kerinduan selama bertahun-tahun tak berjumpa. Tapi tak satupun
dari mereka, berambut pirang seperti troublemaker. Hmph.. Sepertinya aku
takan bertemu dengannya lagi...
KRING... KRING...
KRING...
"Kayanya handphone gue bunyi. Tunggu sebentar ya.." Kata Bastian dengan lembut, ia pun menjauh dari Gita. Tetapi, wanita ini tetap bisa mendengar percakapan mereka. "Iya ... Udah dari tadi ... Iya, dia disini ... Yakin ... Ya.." Deg-- Feeling Gita menunjuk pada troublemaker. Jantungnya berdetak cepat. Napasnya mulai tak terkendali. Kenangan bersama anak blonde itu terulang. Kenalan anak itu. Tingkah konyol yang dilakukannya. Ah!
"Bas, aku
ngambil minum dulu ya." kata wanita ini yang tak sanggup untuk melihat
pembuat masalah itu sekarang.
"Tapi Git.."
Wanita ini keluar
dari tempat itu. Mencari udara segar untuk me-refresh pikirannya, yang sudah
terlalu penuh untuk mengingat troublemaker. Mungkin ini akan menjadi malam yang
paling buruk untuknya. Pandangannya tertuju pada ikan-ikan yang bergerak
bebas di kolam. Tempat yang jauh dari keramaian. Jauh dari troublemaker dan
jauh dari semuanya! Segelas softdrink habis diminumnya seorang diri.
"Disini kamu
rupanya.." sebuah kalimat terdengar jelas di telinga Gita. Wanita ini
pun berbalik badan dan melihat sosok pria tinggi seperti apa
yang dilihatnya tadi. Gita memandangnya dengan tatapan penuh tanda tanya.
"Kamu
lupa?"
"aku lupa?
Memang aku pernah mengenalmu?" Tanya Gita. Laki-laki ini hanya menatap tajam
mata Gita. Tunggu! Tatapan ini..
"troublemaker..."
Sebuah kata yang terucap pada bibir kecil Gita. Membuat mereka tak bisa menahan rasa kehilangan satu sama lain. Tak tahu ada dorongan dari mana, tubuh Gita terhempas masuk dalam tangan troublemaker. Tak lama, Gita ingat dengan wanita yang berada satu mobil dengan si troublemaker, tak ingin dicap sebagai perusak hubungan mereka, ia langsung melepaskan dirinya. Mereka pun berbincang di tepi kolam ikan. Menjauhi keramaian cafe, berdua. Meskipun Gita masih canggung untuk berbicara dengan teman lamanya. Seorang anak laki-laki yang dulunya dijuluki sebagai troublemaker berambut cepak blonde. Tak terbayang, sekarang sudah tumbuh menjadi seorang laki-laki dewasa berambut hitam dan.. rapih. Tiba-tiba pintu yang ada didekat mereka terbuka.
"Eh.. Maaf,
ganggu ya.." Kata seorang wanita yang tak Gita kenali.
'Ini.. Bukannya wanita yang satu mobil bersama Emir? Dia pacarnya, bukan? Aduh. Mati aku!' Benak Gita. "Engga Ra.." Kata Emir dengan lembut. Gita hanya bisa heran memandang mereka berdua.
"Kalian, gak
saling lupa kan?" Tanya Emir.
Gita semakin bingung. 'Lupa? Lupa dari mana? Dia teman lama ku juga? Kenapa aku selalu lupa wajah temanku sendiri? Seberapa kuper aku dulu? Huh'
"Rara. Sembilan E." jelas wanita cantik ini sambil mengulurkan
tangannya.
"Gita, Sembilan A.. oh.. Sembilan E.." Balas Gita dan membalas uluran tangan teman lamanya.
"Yaudah kalian
lanjut ya. Gue mau ke dalem. Maaf ganggu.. Hahaha" Rara pun menghilang
dibalik pintu. Mereka membisu..
KRING... KRING...
KRING...
Handphone Emir
berbunyi. Dia sempat tersenyum pada wanita disampingnya. Setelah Emir
mendengarkan banyak olehan dari sang penelpon, dia hanya menjawab 'ok'.
"Gita..
Temen-temen udah nunggu diluar." Kata lelaki itu.
"ya..yaudah.. Ayo kesana.. Gak enak ditunggu sama mereka.." kata gadis itu lembut.
Setelah berjalan
beberapa langkah. Secara tiba-tiba, tangan kanan Emir menutup mata Gita,
membuatnya kaget.
"Gapapa Gita.. Cuma sebentar" "Tapi gimana aku jalan?" "Nanti aku bantu" "Awas ya kamu bikin masalah lagi.." Kata Gita yang membuat Emir mengangguk.
Mereka mulai
berjalan, tangan kiri Emir menggandeng tangan kiri Gita dari belakang.
Melewati beberapa tangga, sampai akhirnya dua orang ini berhenti. Emir
melepaskan tangannya. Mata wanita bernama Gita masih tertutup. Ia tak
mendengar suara apapun, kecuali suara gemericik air.
"Emir.. Kamu
dimana..?" Tanya Gita. Telinganya pun merasakan suatu sentuhan yang
mengeluarkan suara lembut.
"Aku disini.. Buka matamu perlahan.."
Matanya melihat sebuah
kolam yang lumayan besar, dengan beberapa air mancur kecil di dalamnya dan
lilin-lilin cantik yang mengambang dikolam. Bukan! Bukan itu yang membuat
matanya membesar dan air matanya harus mengalir! Tetapi sepucuk surat
ditangan Emir. Diambilnya selembar kertas itu dan
membacanya.
"Kalau dulu, sepertinya aku menyukaimu. Sekarang, aku yakin. Aku sangat
menyukaimu. -emirmahira."
"Would you be my girl?" Kata Emir lembut. Deg-- Apa maksud ini semua? Bagaimana dengan wanita yang ada dimobilnya? Apa yang harus aku balas? Ah. Benak Gita. "Aku menungu..." Kata laki-laki itu. "Bagaimana dengan Rara?" sebuah kata keluar dari bibirnya, diikuti alis kanan matanya yang naik. "hah.." mata laki-laki itu berubah sayu, tak percaya wanita yang ada dihadapannya ini menatap dirinya seperti memojokkannya. "Kita cuma temen, Gita.." "Temen apa? Temen kok satu mobil gitu? Udah Mir. Ini udah lama banget. Aku sepertinya sudah membuang rasa itu ke kamu.." Kata wanita ini. "Aku sama Rara seperti kamu dan Bastian. Aku sama sekali gak cemburu sama kalian.. Aku tahu kalian sering jalan bareng, rapat bareng, berangkat pun bareng. Kemaren kalian habis ngafe buat rapat, berdua kan? Tapi aku biasa aja, karena aku percaya sama kamu dan Bastian. Aku kira.. Kamu percaya juga sama aku. Ternyata... yasudahlah. Kalau kamu maunya begitu." pasrah Emir, kepalanya merunduk. Perlahan mulai menjauh dari Gita dan menuruni satu anak tangga. Wanita ini berpikir keras. Binggung harus melakukan sesuatu, mungkin ia telah salah berbicara didepannya. Tiba-tiba ia berbalik badan.
|
END |
ceritanya lucu bgt sih minn:3333 senyum2 sendiri bacanya wkwk
BalasHapus