Because nothing makes Me happier and nothing makes Me sadder than You.
Subject: Good News!
From: Emir Mahira
To : Angelina Vanny.
To : Angelina Vanny.
Vanny! Masih ingat aku kan?
Gimana kabarmu di Indonesia? Gimana temen-temen? Rara sama Bima masih berantem? Kalo Niken sama Aldi gimana? Aku ketinggalan banyak banget ya? Hahahaha :))
Aku kangen Indonesia!
Aku kangen temen-temen disitu! Termasuk kamu..
Aku kangen temen-temen disitu! Termasuk kamu..
Kamu kangen aku gak? *coughing*
Kalau, Iya. Sabtu sore besok kamu ke Soeta ya!
See you Vanvan! :)
"Cieee... Vanny.. Guys! Emir balik ke indo! Dia ngimail Vanny!" Teriak Rara dari belakang telingaku. Membuatku tersentak, menyadari Rara tengah berdiri dibelakang dan membaca diam-diam email dari Emir.
"Hah. Serius lo? Kapan?" Tanya Niken.
"Besok Sabtu!" Teriakan Rara terdengar lagi.
"Rara! Kenapa lo selalu ngikutin gue!" Aku mencoba mengalihkan perhatian mereka, sebelum laki-laki rusuh itu datang dan mengacaukan suasana. Tapi terlambat. Bima dan Aldi sudah mendengar teriakan Rara tadi.
"Van serius? Kita jemput aja di Soeta!" Usul Aldi.
"Ta-tapi, gue ada tanding basket di GOR.." Aku lemas.
Kesempatan bertemu Emir ini sangat langka. Dia bahkan belum pulang ke Indonesia sejak tiga tahun lalu. Iya, memang jarak dan biaya perjalanan Indonesia-Barcelona tak sedikit. Tapi, pertandingan itu.. Babak penyisihan kejuaraan sejakarta antar SMU! Mana mungkin aku tinggalkan? Ban kapten dari lenganku bisa diambil coach selama-lamanya. Matilah aku.
"Ah! Lo kenapa sih? Emangnya Basket lebih penting dari Emir?" Bentak Bima yang membangunkan aku dari keputusan yang berat. Aku mengangguk pelan.
"Emir kesini jarang-banget Van! Sementara basket lo itu udah sering banget!" Lanjut cowok berjersey Arsenal itu.
"Hah. Serius lo? Kapan?" Tanya Niken.
"Besok Sabtu!" Teriakan Rara terdengar lagi.
"Rara! Kenapa lo selalu ngikutin gue!" Aku mencoba mengalihkan perhatian mereka, sebelum laki-laki rusuh itu datang dan mengacaukan suasana. Tapi terlambat. Bima dan Aldi sudah mendengar teriakan Rara tadi.
"Van serius? Kita jemput aja di Soeta!" Usul Aldi.
"Ta-tapi, gue ada tanding basket di GOR.." Aku lemas.
Kesempatan bertemu Emir ini sangat langka. Dia bahkan belum pulang ke Indonesia sejak tiga tahun lalu. Iya, memang jarak dan biaya perjalanan Indonesia-Barcelona tak sedikit. Tapi, pertandingan itu.. Babak penyisihan kejuaraan sejakarta antar SMU! Mana mungkin aku tinggalkan? Ban kapten dari lenganku bisa diambil coach selama-lamanya. Matilah aku.
"Ah! Lo kenapa sih? Emangnya Basket lebih penting dari Emir?" Bentak Bima yang membangunkan aku dari keputusan yang berat. Aku mengangguk pelan.
"Emir kesini jarang-banget Van! Sementara basket lo itu udah sering banget!" Lanjut cowok berjersey Arsenal itu.
"Wey, Bim. Sabar. Pertandingan
ini kan penting! lo taukan dia kapten?!" Rara berusaha membelaku.
Memang yang dikatakannya itu benar.
"Gue lagi gak mau berantem. Mending gue main futsal. Tapi. Kalo lo kangen Emir, lo pasti bakal pilih dia dibanding basket lo itu." Bima beranjak dari tempatnya disusul Aldi.
"Gue lagi gak mau berantem. Mending gue main futsal. Tapi. Kalo lo kangen Emir, lo pasti bakal pilih dia dibanding basket lo itu." Bima beranjak dari tempatnya disusul Aldi.
Aku butuh waktu mencerna kata-kata Bima dengan benar. Otakku beku. Untungnya Niken dan Rara masih setia
disebelahku, menyelesailan masalah ini bersama-sama.
"Emangnya Lo tanding jam berapa sih Van?" Niken mencoba membantuku.
"Jam du-dua atau tiga gitu. Gue lupa." Kataku gagap.
"Yaudah, kita berangkatnya setelah lo selesai tanding. Bisakan? Semua masalah pasti punya jalan keluar, Vanny.." Niken menyedot sebagian jus jeruk yang dipesannya. Aku menghela napas panjang.
Emir dan Basket itu sama-sama pentingnya buatku..
***
Pertandingan kali ini menghisap seluruh tenagaku, meskipun akhirnya kita lolos ke babak selanjutnya. Aku segera keluar gedung GOR, menuju parkiran , tepatnya menuju mobil pajero sport merah marun milik keluarga Bima. Ternyata mereka sudah menungguku, klakson mobil itu berkali-kali dibunyikan, menyuruhku supaya lebih cepat berlari. Tapi, tenagaku memang benar-benar habis. Setibanya didalam mobil, bukannya sambutan yangku dapat, melainkan adu mulut yang aku dengar.
"Lelet banget lo Van!" Bentak Bima.
"Jangan banyak ngomong lo, Bim! Mending nyetir yang bener!" Balas Rara.
"Mending lo yang nyetir nih!"
"BIMAA! RARAAA! Bisa gak sih sehari aja mulut lo pada dikunci? Kasian Vanny kecapekan!" Niken kali ini turun tangan memisahkan mereka.
Tigapuluh menit kemudian, mobil akhirnya memasuki jalan bebas hambatan. Oke, mungkin pemerintah harus mengganti nama jalan ini menjadi jalan penuh hambatan. Jalan Tol menuju Soeta stuck parah. Aku memilih untuk memejankam mataku.
"Van, Vanny! Bangun! Kita udah sampe! Cepet! Keburu Emir dateng!"
"i-iya Niken.."
Tempat kedatangan internasional terllihat cukup ramai. Aldi dan Bima pergi kesalah satu stand untuk membeli beberapa minuman. Dia pasti tahu bagaimana keringnya mulut ini setelah melewati perjalanan panjang tadi. Pesawat asal Barcelona akan tiba 10 menit lagi.
Rasanya aku belum siap bertemu Emir..
Rasanya aku belum siap bertemu Emir..
"Itu Emir?" Pertanyaan bodoh keluar dari mulutku. Aku lupa akan wajahnya?
"Mana?" Sontak Rara, Niken, Bima dan Aldi melontarkan pertanyaan yang sama kepadaku.
Aku menunjuk salah seorang laki-laki berbadan jangkung yang sedang mendorong sebuah troli barang. Bima dan Aldi melangkah ke arah orang itu yang kurang lebih 15 meter dari tempat kita berdiri. Niken dan Rara menyusul. Sementara aku? Masih terpaku ditempat. Aku melihat dari kejauhan, Niken dan Rara terlihat akbrab dengan laki-laki itu. Berarti benar itu Emir... Lututku serasa ingin copot saat melihat mereka mendekatiku dan sekarang Emir didepanku persis, terlihat tinggi sekali dia..
"Buena tarde pin-up.." Emir berkicau dengan bahasa alien, lalu tersenyum didepanku. Aku membeku.
"Selamat malam, gadis cantik.. Apakah kau menungguku?" Lanjutnya, jelas kalimat ini membuat perutku terasa mulas. Tapi, saat aku memeluknya, rasa mulas itu hilang.
"Sepertinya, Kamu butuh deodorant ekstra ya?" Tanya Emir.
Serempak Niken, Rara, Bima dan Aldi tertawa puas. Aku hanya bisa menatap pakaianku yang benar-benar lusuh. Bukan sekedar lusuh, tetapi bau...
^^^
Part lain? Klik disini.
Lanjoooottt miiinn!!!
BalasHapus