Jumat, Mei 31, 2013

"Love is Like a Puzzle" - Fan Fiction Emir Mahira


"Love is like a puzzle. When you're in love, all the places fit. But when your heart gets broken, it takes a while to get everything back together"



Seorang gadis berparas cantik terbangun didepan laptopnya. Tertulis sejumlah angka di laptop yang masih menyala itu, 07.47 . Tanpa berkata-kata, gadis ini segera berganti pakaian seragam. Dengan tas yang digendong, dan berlembar-lembar kertas ditanganya, ia menuju lobby apartment. Tak seperti biasanya, suasana di lobby kali ini sangat ramai. Seorang dari gerombolan orang itu tak sengaja menabrak gadis yang baru saja bangun dari tidurnya. Brukkkkk..  Ia jatuh begitu pula kertas-kertas karya ilmiah yang telah disusunnya dengan rapih sejak kemarin malam.


"MAS! Liat-liat dong kalo jalan!" Bentak dirinya. 



Bukannya membantu, laki-laki berkacamata hitam itu pergi begitu saja meninggalkan gadis yang membentaknya. 

"EH! Tanggung jawab Mas! Wey!!" 


Menyadari teriakannya tak didengarkan laki-laki yang tak dikenalnya, gadis ini segera mengambil kertasnya kembali dan memasuki sebuah taxi untuk melanjutkan perjalanannya.

***

"Tasya... Tasya... Sudah berapa kali kamu terlambat?"  Sindir Ibu Reni, Guru BP disekolahnya. 


"maaf bu. Tadi macet parah.." Belanya, ia hanya bisa menatap putihnya lantai,
"Seharusnya, kamu bisa menangani itu.. Kamukan sudah besar! Sekarang, kamu berdiri didepan kelas. Selama 2jam pelajaran!" Kata gurunya itu.
"2jam? Ibu.. yakin? Saya telat cuma ben-” Ocehan Tasya terputus.
"Sudah cepat laksanakan! Atau ibu, suruh kamu kembali kerumah!”

Dengan langkah kaki yang pelan, Gadis berparas cantik itu menuju didepan kelasnya. Selama dua jam pelajaran penuh dia berdiri sendirian ditempat itu. Ditertawakan teman-teman, dan adik kelasnya.

***

Tasya menghempaskan badannya pada ranjang. Menarik napas panjang dan membuangnya. Memikirkan penghuni baru disebelahnya kamarnya. Ya, semenjak tadi pagi pintu kamar itu terbuka dan dipenuhi barang-barang berplastik rapih. 

"Tetangganya perempuan apa laki-laki ya.. emm.. mukanya kaya gimana ya.. umurnya berapa.. kapan dia dateng..? Kok gue jadi gak sabar gini ngeliat dia .."

Tak lama setelah ia berkhayal, gadis ini kembali mengerjakan karya ilmiah-nya. Saat ia baru memulai pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi besar itu, daun telinganya mendengar suara gaduh dari kamar sebelah. "Pasti tetangga baru itu! Lagi pesta kali ya? Tumpengan dapet rumah baru? AH."  Dia pikir, suara gaduh itu hanya bertahan beberapa jam. Ternyata tidak. Sampai larut malam pun, suara itu masih terdengar sampai kamarnya.

***

Hari ini hari yang bebas,  mengingat hari ini adalah hari libur. Pagi ini gadis  yang telah membersihkan badannya akan kembali mengerjakan tugas karya ilmiahnya disebuah café yang terletak persis didepan apartmentnya. Ia keluar dari kamar dengan laptop dan iphone digengamannya. Melintasi pintu tetangga barunya yang sampai detik ini dia tak tahu siapa, menuruni lift menuju tempat tongkrongannya selama ia tinggal di apartment ini seorang diri.

Setelah ia membayar semua minuman dan makanannya, seorang laki-laki dari belakang mendahuluinya, saat ia sudah berada di bibir pintu café tersebut. Lengan laki-laki itu menyikut tangan Tasya yang penuh dengan barang-barang miliknya. Segelas Caramel Frappuccino pun membasahi lantai, begitu pula dengan Triple Chocolate Cake, iphone dan laptopnya. Reflek. Darah gadis ini naik.

"WOI! Lo tau gak sih ada orang didepan lo?!"

Laki-laki itu hanya menoleh dan kembali melangkah.

"Eh lo! Mau kemana? Woi!"
"apa?" Jawab laki-laki itu dengan singkat.
"Mata lo dimana sih? Makanya! Kacamata itu dilepas!"

"Tunggu..! Kacamata? Hitam? Ini mas-mas yang nabrak gue kemaren?!" Duganya    dalam hati.

"Eh lo yang nabrak gue kemaren?!"
"tau. Lupa." Jawabnya angkuh, ia kembali melangkahkan kakinya seperti tak terjadi suatu hal.
"NGAKU AJA LO! Yakan? Eh lo laki apa bukan sih? Gak gentle banget lo! WEY! Gak punya sopan santun banget lo! Tau gak sih lo!!" Teriakkan Tasya membuat seluruh pengunjung di café itu memperhatikan mereka. Tiba-tiba laki-laki itu berbalik badan dan mendekat ke wajah gadis itu.

"Gue laki. Gue gentle. Dan. Gue tau itu."  Kalimat itu terucap dari bibirnya, dia pun pergi meninggalkan Tasya yang masih menatap kesal pada dirinya.



***

Suatu sore yang indah. Gadis yang baru pulang dari sekolahnya sedang menunggu lift yang kosong. Tak mungkin dan tak masuk akal jika ia menggunakan tangga menuju lantai 7! Dengan sabar, ia menunggu semua orang-orang yang ada didepannya naik terlebih dahulu. Sampai ia menyadari, dia berdiri seorang diri di depan lift tersebut. Tak ada satupun orang disampingnya. Dilihatnya layar berbentuk persegi panjang diatas lift, terbentuk tanda panah ke atas dan tulisan "LG". Bertanda dia akan segera menemui liftnya. TING.. Suara pintu lift terbuka. Tak pernah terbayangkan dipikirannya. Seorang laki-laki yang sepertinya ia kenal, berdiri sendiri di lift itu dan lebih parahnya. Dia menggunakan seragam yang sama dengan apa yang dipakai Gadis yang telah menunggu dari tadi. Mata Tasya membesar. Dia masih terpaku ditempatnya.

"Mau masuk gak? Kalo gak gue tutup" Katanya.

Tasya menunduk. Dia berjalan perlahan. Berdiri jauh dari Laki-laki aneh ini. Gadis ini seperti kahabisan kata-kata. Tak dapat membalas apapun. 

TING.. Suara pintu terbuka, itu terdengar untuk yang kedua kalinya. Laki-laki itu melangkah terlebih dahulu. Tasya tetap saja tak bergerak. Padahal ia tahu bahwa ini lantai kamarnya. Baru setelah laki-laki itu menjauh dari dirinya, Tasya berani melangkahkan kaki keluar. Matanya tetap memperhatikan laki-laki tadi. Tak percaya apa yang ia lihat barusan. Laki-laki berkulit putih mendekati coklat itu masuk pada kamar bernomer 766. Tak menyangka bahwa tetangga barunya adalah laki-laki yang selama ini ia benci!

***

Tasya bersiap. Sore ini Mama dari Gadis ini akan menghampiri Jakarta dan apartmentnya. Dia juga bersiap akan ikut dengan Mama-nya pergi menuju wedding anak teman Tante Diana, Mama dari gadis ini. 

Gadis yang berparas cantik ini terlihat semakin cantik ketika Vintage Dress, dan Wedges melekat pada tubuhnya serta pita cantik yang terpasang pada rambut yang diurainya. Sebelum keluar dari kamarnya. Ia melihat undangan di meja. Karena terburu-buru, ia langsung memasukan benda tersebut ke dalam tas yang ditentengnya. Didalam sebuah lift Gadis ini seperti mendengar Mama-nya memanggil.

"apa ma?" tanya Tasya sambil menoleh ke arah Mama-nya. Tetapi, tak ada yang berbicara dengannya. Ternyata Mamanya sedang berbicara dengan seseorang perempuan paruh baya yang tak ia kenal.

"Eh Trien?" tanya Mama dari gadis ini.
"Ya? Hmm.. Kamu.. Diana?!" Mereka berpelukan.
"Kenapa bisa disini? Bukannya kamu stay di Aussie?" Tanya Tante Trien.
"Iya. Ini mau ke wedding anaknya Dio"
"Oh sama! Naik apa? Bareng saja, anakku udah nunggu di lobby."
"Anakmu? Bukannya dia dapat scholarship di London?" Jawab Mama Gadis itu
"Dia sudah balik Diana… Nanti aku ceritakan.."

"Anaknya perempuan atau laki-laki?! Kalau laki-laki... Baru pindah dari london? Dapet scholarship? Anjir. Pasti pinter banget itu orang. Kalo di london berarti.. Temennya orang luar? Ganteng!? aaaaa.. gue mau lliaattt<3" Kata Gadis itu senang didalam hatinya, setelah mendengar penjelasan Tante Trien  tentang anak sematawayang-nya. Pikirannya sudah menyebar kemana-mana. Dari pria tinggi, kulit putih, sixpack dan masih banyak lagi.

Setibanya di lobby. Tante trien langsung membimbing kita masuk ke mobilnya. Audi A5 sportback white dengan plat cantik. Tante yang sangat ramah ini juga mempersilahkan Tasya duduk dikursi depan, bersebelahan dengan anaknya itu. Membuat Gadis ini begitu senang mendengarnya. Selama perjalanan keadaan mobil gelap. Tasya tak bisa melihat wajah anaknya tante Trien itu.

"Kok diem aja kalian? Mir, kenalan dong. Gak enak sama tante Diana"

Untuk perkataan Tante Trien yang ini membuat jiwa Tasya seperti tak menancap dibumi. Mungkin ia sudah terbang sampai lapisan langit yang ke tujuh.

"Tapi tunggu. Mir? Nama dia mir? <3"
 Benak Gadis ini.

"hmm" balas laki-laki disebelah Tasya yang sedang menyetir.
"Emir.." Tante Trien menegaskan
"ya."

Untuk pertama kalinya Tasya memandang anak Tante Trien itu. Disaat yang bersamaan ia membalas lirikan dari Gadis. Dengan sorotan lampu jalan, akhirnya Tasya bisa melihat wajah anak tante trien itu. Shock. Satu kata yang dapat menjelaskan keadaan pada saat itu.

"LO..?!" Teriak Tasya.
"Hust! Tasya. Ada apa?" tanya mamanya
"Hah? Gapapa Ma. Lupakan."

"Lo kenapa bisa disini?!" tanya seorang Gadis dengan suara lebih lembut.
"Harusnya gue yang nanya! Kenapa lo bisa disini?!"
"Mama lo suruh gue ikut."
"Mama gue? Apa hubungannya?"
"Mama kita saling kenal!"
"Maksud lo?"
"Mama kita temenan waktu SMA! ah. Kalo tau yang nyetir lo. Gue gak ikut"
"siapa juga yang mau nyupirin lo!"

"Emir.. Kenapa sih? Kok ngomongnya pake otot gitu." Terdengar suara lembut Mama-nya dari belakang.
"mmm"

Sampai ditempat tujuan Mama Tasya dan Mama Emir pergi meninggalkan mereka. Tasya melangkah terlebih dahulu. Sementara Emir yang mengenakan jas hitam lengkap dengan dasi berjalan dibelakangnya dengan santai. Saat Gadis ini berada di pintu depan ia diminta menunjukan undangan. Tiba-tiba ia ingat sesuatu tentang undangan. Merogoh-rogoh tas-nya, dan mendapatkan undangan yang diminta orang itu. Tasya pun masuk. Tetapi. Ia memberhentikan langkahnya.

‘Kalo masuk harus pake undangan? Anak itu gimana?’

Tanpa berpikir panjang gadis itu segera kembali ketempat penerima tamu. Terlihat Emir kebingungan dengan undangan itu. Tasya segera mendekat pada laki-laki bernama Emir itu.

"Mba, maaf. Kita satu undangan"
"Anda yakin?"

Tasya mengangguk. Emir langsung melingkarkan tangannya pada pinggang gadis ini, untuk memastikan bahwa mereka benar-benar satu undangan.

"Oh yasudah. Silahkan masuk"

Tasya dan Emir pun berjalan bersama menuju taman, tempat pernikahan ini berlangsung berlangsung.

"Udah. Gue udah bantuin lo masuk ke sini. Lepasin tangan lol Risih gue." kata Tasya yang berada disebelah laki-laki berambut cepak. 

Tanpa sepatah kata yang keluar dari mulutnya, Tasya langsung meninggalkan Emir yang masih dipenuhi tanda tanya besar. Seorang Gadis berjalan seorang diri mengelilingi taman sebentar dan duduk dibawah pohon yang dipenuhi lampu cantik sambil memainkan iphonenya. Tanpa sepengetahuannya, seorang laki-laki bertubuh bidang mengikutinya dari belakang dan ikut duduk disebelah disebelahnya.

"apa lagi? Lo belom puas bikin gue marah?" Tanya gadis itu sambil meletakkan iphonenya dengan keras.
"Maaf ya"
"maaf buat apa?"
"buat semuanya"
"ah. Basi."
"Serius Tasya. Gue minta maaf .."

Tasya tak menanggapi permohonan maaf dari Emir. Tanpa berkata-kata lagi Emir pergi dari hadapan Gadis ini. Tasya sendiri. Binggung harus berbuat apa. Orang-orang disekitarnya mengambil makan dan minuman. Membuat dirinya lapar dan haus. Sayangnya ia tak bisa dan tak mau berdiri ataupun melangkah untuk mengambil minuman dan makanan itu. Dia menutupi mata dengan kedua tangannya. 


"Nyesel guee! Nyesel gue kesiniiii!! Gue kira bakal jadi bestdayever. Ternyata.. worstdayever! Kalo tau jadinya kaya gini gue gak ikut dari tadiii!! Gue mau pulaanngg!! :( ahh tapi mama kan gak bawa mobil! Pasti pulangnya harus bareng anak kepala batu itu lagi! AAAAAA!"

Tasya tetap menyendiri. Tak ingin menyapa siapapun. Tak ingin berbicara dengan siapapun juga. Tangannya pun lelah untuk menopang wajahnya.

"Tasya.. Minum dulu" Seorang memanggil namanya dengan menyodorkan segelas softdrink.

Tasya membuka kelopak matanya dan menerima minuman itu. Dunia serasa berhenti berputar saat Emir duduk disebelahnya. Deg-- Emir mencoba untuk mengerti keadaan Tasya saat itu. Menunggu waktu yang tepat, untuk ia memulai pembicaraan.

"Maaf ya sya" Kata Emir dengan lembut. Tasya kebingungan membalas permohonan maaf dari Emir itu.
"udah lupakan. Sorry juga. Kalo gue bentak lo." Balas Tasya dengan nada sedikit tinggi, Emir pun tersenyum.


Tasya menenangkan dirinya dengan segelas softdrink yang telah diberikan Emir kepadanya. Untuk yang pertama kalinya, Tasya memulai percakapan pada malam itu.

"Lo dapet scholarship di london?" Tanya gadis itu, Emir pun mengangguk.
"kenapa balik?"
"gak tau." Membuat Tasya bingung atas jawaban yang singkat ini
"kenapa? Disana gak enak?"
"enak.. Tapi beda aja rasanya"
"Sama-sama ada tanah kan? Atau sama-sama ada udara kan? Ada pohonkan? hmm.. Kalo gue jadi lo Mir. Gue akan mungkin dan gak akan mau balik kesini.. gue bakal kerja disana dan pastinya gue bakal stay disana.." Oceh Tasya
"Tapi Sya. Gue lahir disini. Gue minum dari airnya. Gue tidur ya di atas tanahnya juga. Masa gak ada balesbudinya? Mungkin gue udah terlanjur cinta sama indonesia.." senyum tipis menghiasi bibirnya. Suasana diantara Tasya dan Emir tiba-tiba menjadi beda setelah Emir berkata seperti itu. 

Beberapa saat kemudian setelah mereka berbincang panjang. Emir mengajaknya untuk berkeliling. Laki-laki ini mengulurkan tangannya kepada gadis itu dan mulai tercipta kontak mata diantara mereka. Kedua remaja yang beru mengenal satu sama lain dalam beberapa jam ini mulai melangahkan kakinya bersama-sama. Menikmati indahnya malam yang dipenuhi lampu-lampu cantik. 

Tasya membuka iphone yang dipegangnya dan mendapati banyak message dari Mama-nya tercinta. Dibukanya satu-satu pesan itu . Terlihat wajah cantik Tasya berubah secepat kilat ketika membaca salah satu pesan itu yang membuatnya shock. Gadis ini menyodorkan iphonenya kepada Emir.

"Baca!" Kata gadis itu sambil menutup wajahnya seperti tadi. Emir pun perlahan membacanya. 


"Tasya, mama sama Tante Trien lagi dijalan mau kerumah Om Dio. Kalian pulang dulu saja. Tidak usah menunggu mama. Maaf ya sayang. Mama gak bisa ketemu kamu. Karena sepertinya tadi kamu sibuk ngobrol.. Good Night"

Setelah membacanya, Emir memegang tangan gadis yang sedang badmood itu dan berbicara didepannya secara halus.

"Gapapa Tasya, nanti biar gue yang anter lo pulang.." Dia pun mengembalikan iphone milik Gadis itu.

Mereka pun kembali ke mobil sport itu. Terlihat parkiran sudah sangat sepi. Dalam perjalanan pulang Tasya sempat bertanya-tanya tentang sekolah Emir di london. Tugas-tugasnya dan teman-temannya. Semua dijawab emir dengan antusias, tapi tidak untuk satu hal ini, keluarga Emir. Tidak ada satupun pertanyaan dari Tasya soal keluarganya. Emir malah membanting stir dan menepikan Audi A5 yang mereka tumpangi.
  
"Keluarga gue broken home." Emir langsung keluar dari mobil dan membanting pintu.

Untuk beberapa saat, Tasya bingung harus berbuat apa. Napasnya seolah-olah berhenti. Jantungnya seakan-akan tertancap benda tajam. Membuatnya terdesak. Tak lama ia keluar juga. Dan duduk disebelah laki-laki itu. Tasya sadar ia salah. Ia hanya ingin menenangkan hati Emir dan melanjutkan perjalanan.

"Mir.. Lo gapapa? Maaf ya, Gue gak tau apa-apa"
Emir menghembuskan napas panjang.
"Bukan. Ini bukan salah lo," Kata emir
"Tapi.. Kenapa bisa gitu?"
"Panjang ceritanya sya"
"Santai aja bisa kan mir"

Emir kembali menarik napas. Lalu ia menceritakan semuanya secara detail kepada gadis yang berada disampingnya. Semua tenang. Tak ada kendaraan yang lewat satu pun. Hanya lampu mobil yang menemani mereka. 

"Sorry Sya. Gue jadi cerita gini. Tapi.. Lo satu-satunya temen gue yang tau soal ini." kata Emir sambil menatap mata Tasya.

Hujan turun dengan pelannya dan air pun mulai membasahi dress Gadis itu. Emir berdiri dan mengulurkan tangannya untuk Tasya seorang. Mereka langsung masuk kedalam mobil A5 itu dan melanjutkan perjalanan.

***

Sampai di lobby apartment, Emir menurunkan seorang perempuan yang ditumpangnya.

"Lo mau kemana lagi?" Tasya menyanyakan dari balik jendela
"Gue mau balikin mobil ini" Balas Emir dari dalam mobil.
"Jauh? Udah malem mir.."
"Lumayan.."
"emm.. Mau gue temenin..?" Tanya Tasya malu-malu.
"egh. Gak usah. Lo udah capek gitu."
"ya..udah deh. Hati-hati ya Mir.." Kata Tasya menutup pembicaraan.

Kaca mobil pun perlahan menutup. Gadis itu mundur beberapa langkah dari Mobil sport itu. Ban mulai berputar dan membuat kendaraan yang ditumpangi Emir berjalan. Tasya berbalik badan, melangkah menuju kamarnya. Tetapi. Ban mobil itu tiba-tiba berhenti dan berbalik arah. Kaca mobil kembali terbuka dan Emir meneriakan sesuatu kata yang membuat Tasya menengokan badannya ke arah suara itu.

"TASYA!" Teriaknya dari dalam mobil
Gadis itu menoleh ka sumber suara yang memanggil namanya tadi.

"Good Night ya. Have a nice sleep.." Kata laki-laki yang baru dikenalnya malam ini. Senyum manis pun terpancar dari bibir pria ini. 

"Good Night too" Balas gadis ini dengan malu-malu melambaikan tangannya.

Kaca mobil bergerak keatas. Perlahan mobil kembali berjalan menjauhi Tasya. Meninggalkan  Gadis ini untuk tidur indahnya. Tasya pun kembali berbalik badan dan melangkah menuju kamarnya dengan wajah kemerahan. 


***


Beberapa hari setelah mereka melewatkan school exam. Tasya dan laki-laki bernama Emir berangkat bersama menuju sekolah dengan Yahama R1 milik Emir. Ya, setelah kejadian malam itu. Mereka menjadi lebih dekat dari sebelumnya. 

"Sya besok libur?" tanya Emir sambil menyusuri lorong sekolahnya menuju lapangan.
"iya mir" Jawab Gadis itu.
"hm.. malem ini bisa nemenin gue?" Kata Emir. Deg--
"kayanya.. bisa. Kemana?" Balas Tasya.
"liat aja nanti.." Kata Emir berjalan dengan santainya. Degdegdeg--

Malam pun tiba. 

Tak seperti biasa Emir mengajaknya malam-malam seperti ini. Biasanya laki-laki yang selalu berada di dekat Tasya,  mengajaknya pada siang atau sore hari. Pernah juga, ia mengajaknya untuk dinner. Tapi tak semalam hari ini. Dan seperti perempuan kebanyakan. Tasya binggung harus memakai baju seperti apa.

"Ini Emir acaranya apaan sih.  Formal atau engga. Aneh.. Dia mau ngajak gue ngedate? Tapi ini malem banget gila. Apa jangan-jangan gue nanti dibawa ke ke taman terus nanti Emir nembak gue malem-malem. Pake mawar merah? Dia bilang 'Tasya.. aku sayang kamu.. mau gak kamu jadi pacar aku?' AHH.. Udah mainstream banget! Atau.. Emir bakal ngajak gue ke rumah Mama-nya. Terus minta direstuin? APA COBA PIKIRAN GUE?!" 

KRING...KRING.. KRING..
"Emir is calling you"

Tasya segera menekan layar iphonenya. 

"Hallo sya? Lo udah siap?" Tanya Emir.
"Belom!! Gue harus paka baju apa?!"
"casual aja. Jangan lama-lama. Gue nunggu dibawah"
"ya.."

Beberapa menit setelah itu. Dengan T-shirt casual, jeans denim dan converse dia menghampiri Emir yang sedang duduk disebelah motor sport white kesayangannya, Yamaha R1. Tasya mendekat dan menyentuh lengan Emir.

"Emir.. Maaf ya lama" Kata gadis itu.

Gadis yang menggunakan parfume Atlas Mountain Rose ini telihat pangling menatap mata hitam kelabu yang berada tepat di depannya saat ini. Seperti ada yang berbeda dari diri Emir. Mata yang indah. Terlihat sangat lembut dan Tasya suka itu. 

"Tasya.. Lo kenapa?"

Tasya kembali ke bumi. Dia memejamkan mata. 
'Gak. Gue gak mungkin suka sama anak ini. Gak! Gak mau dan gak akan!'
Tasya menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Tasya? Sya? Lo kenapa? Sakit? Tasya? ..."

Tasya membuka mata. Terlihat Emir duduk disampingnya sambil melingkarkan tangan dipinggang-nya. Suasana lobby sudah sepi. Tak ada orang berlalulalang lagi. 

"sya? Malem ini gue batalin ya. Kayanya lo parah"
"engga mir"
"Lo yakin? Gak usah dipaksain. Nanti tambah parah." kata Emir dengan pengejaan kata yang cadel. 
"Yakin. Gue gak mau ngerusakin malam lo." bales Tasya.

Emir naik kemotornya. Menyalakan mesin. Yang membuat suara bass disekitar tempat itu. Tasya pun mengekori dari belakang. Emir tiba-tiba memberikan jaket yang ia pakai untuk Tasya.

"Kayanya lo lebih butuh"

Tasya pun menerima dan mengenakannya. Jaket yang cukup kebesaran. Tapi cukup untuk melindungi dari udara dingin yang menusuk kulit. Wangi Davidoff Coolwater sangat tercium kuat dihidung Tasya.  Motor yang dikendarai Emir berjalan perlahan menjauhi lobby utama.

"Pegangan ya.. Perjalanan kita lumayan jauh"

Entah ini kode atau modus. Sebenarnya Tasya tak ingin berada dengan Emir sedekat ini. Dia hanya laki-laki yang baru dikenalnya sekitar enam bulan yang lalu. Sementara teman-teman lain disekolahnya, yang sudah menjalin pertemanan bertahun-tahun, tidak ada yang seperti ini. Kacau. Tasya tetap saja menuruti perintah Emir. Dia melingkarkan tangannya ke badan Emir. Wangi Davidoff Coolwater semakin menusuk hidung Tasya. Seharusnya, setiap dia mencium bau laki-laki yang menusuk seperti ini dia akan menjauh. Tapi. Tidak untuk Emir.. Motor melaju lebih cepat. Sekitar Lima belas menit kemudian, mereka sampai pada sebuah hotel besar berbintang lima. Tasya masih terheran-heran didampingi Emir. Mereka masuk kesuatu cafe. Tepatnya bar. Yang penuh dengan minuman berjejer serta orang-orang yang lebih tua dari mereka berdansa seperti tak bisa berhenti. Hanya ada lampu kelapkelip sebagai penerangnya. Tasya terlihat takut dan parno dimata mereka. Seumur hidup Tasya, selama dia tinggal di kota sebesar dan sekeras Jakarta. Tidak pernah sekalipun dia memasuki bar seperti ini. Bayangkan. Sekarang dia nekat masuk ketempat seperti ini dengan orang yang baru ia kenal selama enam bulan. Tasya menggenggam tangan kanan Emir sekuat menungkin. Sampai Emir menyuruh Tasya duduk dimeja yang sudah diduduki seorang perempuan berwarga negara asing. 


"Hey!" sapa Emir pada wanita berkulit putih itu. 


Mereka berbicara menggunakan bahasa asing. Sepertinnya Inggris. Tapi Tasya tidak mengerti sama sekali. Meskipun dulu ia pernah menikuti les dengan guru luar, tetapi ini berbeda. Logat aneh yang ia dengar. Selama mereka berdua mengobrol. Tasya hanya diam disamping Emir. Tasya melihat disekeliling mereka. 'Sepertinya mereka mabuk...  Emir nyuruh gue buat nungguin dia ngobrol doang? Tanpa ngajak gue ngobrol juga? Kok.. Kayanya gue cuma pajangan ya..' Ujarnya dalam hati. Lama sekali mereka berdua berbicara sambil meminum secangkir minuman anggur. Tanpa membagi sedikitpun minuman itu kepada Gadis yang menunggui mereka. Sampai, seseorang wanita asing itu berdiri, Emir juga ikut berdiri. Tasya mengikuti Emir.


"See you next time yeah!" Kata Emir.
"Yeahh!"
"Thats your girl?"
"Not yet. Just a friend.."

Wanita itu membuka mulut seperti ingin berkata 'Oh..' tapi tak mengeluarkan suara. Sempat terjadi kontak mata antara Gadis pribumi dengan orang asing itu. Seperti pandangan yang sangat tajam. Lebih tajam dari sebuah pisau. Membuat Gadis ini sedikit merasa minder dan takut.  Lalu wanita asing itu pun pergi. Emir pindah tempat duduk, didepan Gadisnya persis. Mereka pun berkontak mata. 

"Aduh. Please. Lo jangan natap mata gue. Kambuh lagi gue nanti. JANGAANN! JANGAN SENYUM DIDEPAN GUE EMIRRR!!" 
Teriak Tasya dalam hati kecilnya. 

"Tadi, itu temen gue dari London" Jelas Emir sambil tersenyum kecil. 
Seperti warga negara asing tadi. Tasya membuka mulutnya 'Oh..' tapi tak mengeluarkan suara.
"balik yuk Mir?" Bujuk Tasya.
"balik? Udah kesini balik?" Alis mata Emir terangkat satu
"Terus mau ngapain? Udah malem. Ngantuk.."


Emir melihat jam ditangannya. Jarum pendek menunjuk angka 12. Emir berdiri. Menjulurkan tangannya kepada Tasya seorang. Mereka berjalan melewati lantai dansa. Tangan emir kembali melingkari pinggang gadis itu. Membuatnya agak risih. Gadis itu memperhatikan pasangan yang sedang menari gak karuan. Emir berbisik ditelinga Tasya. 'Gue tau lo gak bisa ngedance. Dan gue juga gak bisa. Jadi gak mungkin gue ajak lo kesana...' Tasya tertawa dalam hati. Sempat saja Emir bercanda di keadaan seperti ini.


Mereka masuk kesuatu ruangan berisi meja bundar dan sofa melingkari meja itu. Emir menutup pintu dan duduk disebelahnya. Jantung Tasya berdetak. Keringatnya mulai keluar. EMIR GILA! Gue kira dia laki-laki baik! Gue gak nyangka Tante Trien punya anak kaya gini!’



"Emir.. Kenapa kita kesini?" Kata Tasya polos
"Bentar aja. Gue capek"
"Trus kita mau ngapain?"
"Gue tidur bentar ya.."
"Hah..?"
 pikiran Tasya kemana-mana.
"Engga. Bukan gitu! Gue gak akan ngapa-ngapain lo. Gue ngantuk asli. Kalo pintunya dibuka nanti ada orang asing masuk." Kata Emir menjelaskan. Dia seperti bisa membaca pikiran Tasya saat itu. 



Tak beberapa lama Emir memejamkan matanya. Tasya masih terjaga seperti satpam 24 jam. Meski sempat beberapa kali ia menguap. 'Emir gak setia banget asli! Masa laki-laki yang tidur duluan!! AH.. Payah!'  Tasya kembali mengoceh. Tapi lama-lama ia terserang penyakit kantuk juga. Matanya sudah berat. Tak bisa dikompromi lagi. Akhirnya tanpa sadar, Tasya pun tertidur di pangkuan Emir, yang sedang tertidur pulas. 

Sampai Emir tersadar. Ada sosok gadis dipangkuannya sekarang. Menatap wajah gadis itu dan memainkan rambutnya hitamnya itu bak mahkota yang indah. Mahkota yang membuat Emir 'suka' kepadanya. Secara perlahan ia mengeluarkan subuah jepintan dengan butiran berlian yang mempercantik benda itu. Jepitan yang sengaja dibeli Emir untuknya. Ia pun merapihkan rambut perempuan yang tadi ia mainkan dan memasangkan jepitan itu.

'Tasya.. Lo itu dasarnya cantik.  Cantik banget.. Kalau gue natap mata lo, gue serasa ngeliat malaikat di surga sana.. Kalau lo senyum pasti gue gak bisa gak ikutan senyum! Maaf. Gue..gue gak bisa, nyatain itu. Sekarang. Gue takut lo masih marah sama gue..  Semoga kejadian waktu itu gak akan terulang lagi. Gue janji. Gue gak akan pernah buat lo nangis. Gue janji! I love you..' kata Emir sambil mendaratkan bibirnya di pelipis gadis itu.

Beberapa jam setelah itu. Tasya membuka matanya. Kembali mengingat-ingat apa yang terjadi sebelum ia tidur. Menyadari bahwa badannya berada dipangkuan Emir, ia segera melonjak bangkit. Membuat Emir terkejut dan bangun dari mimpi indahnya. Tasya tak sepenuhnya sadar. Kepalanya seperti berputar. Pikiran yang belum seutuhnya sadar itu membuat Tasya harus memejamkan matanya lagi dan bersandar dibahu Emir. 


"Mau pulang sekarang?" Tanya Emir lembut. 
Tasya mengangguk. 


Emir memindahkan kepala gadis yang letih itu dan menyenderkannya pada sofa. Emir segera keluar dari ruangan itu, mengambil jaket di R1 nya untuk menghangatkan Tasya. Tasya hanya seorang diri ditempat itu. Diruangan cukup kecil itu. Tak ada suara sedikit pun. Sampai-sampai suara detingan jam dinding diruangan tersebut terdengar masuk ke telinga gadis ini. Tak lama setelah menyadari Emir telah keluar daru ruangan itu, terdengar suara detakan sepatu mendekatinya. Dan membuka pintunya. Tasya yang sedang memejamkan matanya pun santai. Karena yang dipikirkannya hanya Emir.

"Ah mir. Lama banget lo.." Kata Tasya. 

Tetapi.. Bau perfum ini bukan wangi Emir! Ini bau akohol! Tasya membuka matanya. Dia kaget melihat dua sosok pria yang lebih tua darinya menyekap mulutnya dan mengikat tangannya. Tasya tak berdaya. Pria-pria itu menempelkan kain di hidung Tasya. Entah apa yang sudah ada dalam kain itu. Bius atau semancamnya. Yang pasti, itu membuat Gadis ini tak sadarkan diri sedikit pun.

***

Emir dengan mencangklong sebuah jaket denim miliknya mulai memutar gagang pintu ruangan yang tadi ia tinggal. 


"Maaf sya lam.." Perkataan Emir terpotong ketika melihat ruangan itu kosong.

Panik setengah mati. Emir harus mencarinya kemana di tempat sebesar ini?! Apa jadinya nanti kalau seorang Emir dicap buruk oleh keluarganya? Bagaimana nanti dengan perasaan Tante Diana yang mempercayakan anaknya kepada Emir? Mau taruh dimana muka Emir nanti?! Emir benar-benar mencarinya. Sambil meneriakan nama Tasya. Mencari dibar, mencari di lantai dansa, sampai ditoilet dia rela untuk menemukan seorang gadis bernama Tasya. Dia keluar dari ruangan itu dan keluar juga dari bar. Emir membutuhkan ketenangan. Duduk di sofa lobby hotel berbintang lima itu setidaknya memberikan ketenangan untuknya. Memejamkan matanya.



'Bisa gila gue! Kemana dia?! Damn. Gue lupa bilangin dia jangan kemana-mana! Dia gak boleh ikut orang asing disini! Tuhan.. Dia dimana sekarang!?!' mata Emir memerah. Dia melihat setitik cahaya yang menyilaukan matanya. Emir mendekati benda itu dan mengambilnya. 'Ini  bukannya jepitan yang gue kasih tadi...'  Terlihat oleh matanya jepitan itu jatuh persis didepan lift. Tanpa berpikir lanjang. Emir langsung masuk dalam lift.

***

Tasya sadarkan diri. Mulutnya masih tertutup. Tangan dan kakinya terikat pada kursi ditengah kamar yang luas. Terlihat disamping kiri dan kanannya pengawal bertubuh besar. Dia terlihat seperti korban penculikan di kota sekeras Jakarta.

'Kemana Emir? Kenapa dia ninggalin gue sendiri tadi!? Dia sengaja? Atau emang Emir udah membuat skenario untuk malam ini? Tega banget dia sama gue!' Air dari matanya tak bisa ia bendung. Satu persatu air itu mengalir dari pipi Tasya. Dan membasahi kain yang terikat dimulutnya. Tiba-tiba suara wanita terdengar dari arah depan. Tasya tak berani sedikit pun untuk membuka matanya. Wanita asing itu berkata-kata dengan bahasa asing dan logat yang tak bisa dimengerti Gadis ini.

'Tunggu... Orang asing? Logat gak jelas? Ini temennya Emi...'

BRUKK. Terdengar suara dobrakan pintu. "Emir?!" Emir kaget melihat tangan Tasya dan seluruh badannya terikat. Dia juga tak menyangka, ternyata teman yang ia percayai selama ini tak seperti dahulu. Emir pun maju mendekati teman lamanya itu. 

"What do you want from Me?!" teriak Emir
"I dont"
"what does that mean?"
"Nothing.."


Emir mendekati Tasya, mencoba membuka ikatan-ikatan yang melilit di tubuh Tasya. Tapi nihil. Ikatan itu sangat kencang. Mata Emir mulai berkaca-kaca melihat penderitaan Tasya. Disaat yang bersamaan pula, teman emir itu mengeluarkan sepatah kata yang membuat suasana kamar itu berubah total. 


"Im not ready to lose you.."


Emir kaget mendengar itu. Tasya merunduk. Seakan-akan jantungnya teriris pisau belati. 'Kanapa? Kenapa gue harus ikut ambil bagian dalam cinta mereka? Kenapa saat gue mulai 'suka' sama emir ada aja penghalangnya. Kenapa gak dari dulu? Sebelum perasaan itu muncul? Kenapa?! Kenapa gue jadi kaya korban php gini?!' Tasya mengoceh dalam hatinya. Tak sadar air mengalir dipipinya lagi. Emir mendekatinya dan menghapus air matanya. 

"DONE! Let her go!" Bentak Emir. Tetapi, wanita itu tak menjawabnya.
"Hey! Im talking to you girl"

"Okay. HAHAHA."

Kedua pria berbadan kekar itu melepaskan semua ikatan ditubuh Tasya secara paksa.

"Slow down! Dont hurt my girl!!" Kata emir dengan nada keras.

Tasya pun dilempar keluar kamar. Dia terpaku didepan pintu. Menempelkan badannya pada benda itu. Sampai kakinya tak kuat lagi untuk menopang. Ia pun merosot dari posisi awal dan duduk dengan bercucuran air di matanya. Terlihat jaket Emir di depannya persis. Gadis berambut indah itu segera memakainya dan memeluknya dengan erat.

***

Perlahan Gadis ini membuka matanya. Terlihat jelas kamar berdinding broken white dan hiasan dinding yang sering ia lihat. Kamarnya sendiri. Tasya bingung, kenapa tiba-tiba dirinya berada disini? Bukankah terakhir ia memunggu Emir dibalik pintu? Tasya bangkit dari ranjangnya. Dan menyadari jaket emir masih ia gunakan saat tidur. Memegang erat jaket Emir itu. Mencuim bau yang tak asing baginya. Bahkan dia merindukan wangi tersebut. Sampai sesuatu benda membuat goresan ditangan Tasya. Ia segera merogoh-rogoh kantong terasebut. Ternyata sebuah jepitan berhiaskan berlian disekelilingnya. Gadis ini segera memakaikan jepitan itu dirambutnya yang indah. Didalam kantong itu juga terdapat secarik kertas kecil untuk dirinya. Gadis itu segera membukanya.

No words can fully describe,
All the fellings I have for You.
I love You and I'll miss You. 
For the one and only, my angel.
-MYR


Gadis berparas cantik itu mendekatkan kertas pada hidungnya yang manis. Bau yang sangat ia kenal. Emir. Tasya tak bisa menyangka laki-laki berambut cepak itu bisa merangkai kata-kata seindah ini.

***

KRING.. KRING.. KRING..


Seorang wanita terbangun dari ranjangnya dan segera meraba-raba tempat tidurnya untuk mengangkat telepon tersebut. 


"Selamat pagi Ibu Tasya. Saya hanya ingin mengingatkan. Hari ini anda ada  jadwal meeting dengan client dari Russia di Pondok Indah."

"Ohya, saya ingat itu. Hmm.. Mbak, Kalau ingin menelpon saya, tolong perhatikan jam dengan baik."

"I..ya.. Maaf.. Bu.."


Wanita ini mematikan telepon-nya. Ia segera membersihkan badannya dan berganti pakaian dengan jubah formal. Berjalan keluar dari rumah minimalis dengan harga fantastis didaerah Menteng, Jakarta Pusat. 

"Non, pakai yang mana?"
"emm.. Yang orange aja pak"

Tak lama mobil berwana orange pun keluar dari automatic garage-nya. Lamborghini Aventador LP 700-4. Sebuah mobil sport berukuran besar dan mewah ini memang sudah resmi menjadi milik Tasya seminggu yang lalu. Supirnya itu melangkah mendekati mobilnya. 

"Tak usah pak. Biar saya sendiri saja"

Wanita ini mengambil alih kemudi. Ia segera memacu mobilnya di minggu pagi ini yang sepi. Ia pun berhenti di salah satu traffic light, wanita ini melihat seorang pria dengan motor besar yang berwarna putih  memandanginya dan mobil orange-nya. Tasya balik memandangnya aneh. Tiba-tiba pria itu menunjukan jarinya pada lampu merah tepat didepan mereka. Ia bingung. Tak mengerti sama sekali isyarat dari pria itu. Lampu berubah menjadi kuning. Pria itu mengencangkan suara bass dari knalpotnya. Lampu berganti menjadi hijau. Motor itu melaju dengan cepat meninggalkan Tasya. Tanpa meninggalkan bayangan. Entah apa yang membuat Tasya begitu nekat sehingga ia pun juga menginjak pedal gasnya. Sejujurnya. Ia belum begitu paham dengan mobil berkecepatan banteng ini. ini. Bergerak secepat kilat mendekati motor pria itu. Secara tiba-tiba pria itu memperlambat lajunya dan mendekatkan motornya pada mobil sport itu. Dibalik helm yang menutupi wajahnya pun dia berteriak.

"Segitu doang? Liat nih!" Kata pria itu. 

Motor itu pergi dengan cepat bahkan dua kali lebih cepat dari sebelumnya. Membuat Tasya terpanah dan membesarkan matanya. Memperhatikan dia yang sudah mulai jauh darinya. Matanya tertuju pada huruf "MYR" yang tercetak jelas pada plat motor sport itu. Tanpa sadar, dua puluh meter didepannya persis  terlihat seorang gadis kecil sedang menyebrang. Reflek,  wanita si pengendara mobil mewah ini langsung menginjak sekuat tenaga pedal rem dikakinya dan membelokan mobil ke kiri. Mobil berwarna orange itu hampir saja menabrakkan diri pada trotoar atau bahkan menabrak gadis kecil itu. Membuat jantung pengemudinya berdetak dengan cepat. Keringat pun keluar dari seluruh bagian tubuhnya. Ia punberbalik badan untuk melihat ke arah anak kecil tadi. Tak tersisa jejak. Tak ada bayangan. Tak ada gadis itu tergeletak ditengah jalan. 'Untung saja anak itu tak terluka.. Huft. Mungkin anak itu sudah berlari menuju ibunya...' Pikirnya dalam hati. Wanita  merebahkan kepalanya pada stir mobil itu. Tasya butuh ketenangan..

***

"Maaf tadi saya terlambat, ada gangguan kecil"
"Tak apa bu. Ibu terlambat hanya sebentar"

Hening. Wanita berambut indah ini mencari ketenangan setelah meeting yang panjang selama satu hari yang penuh ini. Menyerup secangkir hot cocoa buatannya sendiri di salah satu cafe miliknya. Tiba-tiba seorang pria mendekatinya.

"Ibu, maaf. Ini sudah pukul 12 malam, pengunjung juga sudah tak ada. Kami harus menutup cafe ini.." kata pria yang mengenakan seragam kerja itu. 
"kalian pulang saja. Saya masih ingin disini. Biar saya yang menutup sendiri." lembut Tasya


Pria itu mengayunkan kepalanya keatas dan kebawah. Lampu di cafe perlahan padam. Hanya tersisa lampu di atas Tasya. Menikmati udara yang silih berganti melewati sela-sela tubuhnya. Secangkir coklat ini memang sangat bermanfaat menghangatkan tubuh wanita berambut hitam lebat. Hening ditengah malam yang dingin ini. Ditemani sang rembulan yang menampakan seluruh tubuhnya. Ditemani bintang yang menghiasi malamnya. Tiba-tiba cairan hangat mengalir dipipinya. Entah apa yang ia tangisi. Air itu tak bisa ditahan. Bibirnya mengering tanpa alasan.

"I realy want to be with you right now.." kalimat itu keluardari mulut Tasya yang lembut.

"One of your hugs would make me feel better.." lanjutnya berbicara seorang diri ditengah kesepian malam ini.

Segelas hot cocoa  habis diminumnya. Terpaksa, ia harus membereskannya sendiri. Karena para pegawainya sudah pulang meninggalkannya sendiri.  Wanita itu pun berdiri dan membereskan mejanya. Tetapi seketika ia terpaku. Setelah ia mencium wangi yang sangat ia kenal. Wangi yang selama ini dia cari selama bertahu-tahun. Air itu mulai mengalir lagi. Bak sungai yang tak dapat dibendung. Badannya mulai terasa hangat. Lebih hangat dari secangkir coklat yang baru diminumnya. Sampai ia menyadari, sesosok pria memeluknya dari belakang. Kata-kata yang lembut terbisik diteliga Tasya.

"do you even miss me?"




"Emir?"

Sama.. Sama seperti dulu. Tak ada yang berubah darinya. Kehangatan ini ataupun wanginya.

"There is nobody else for me, and I dont want anybody else.." 

kalimat lembut yang keluar dari bibir Emir. Menghapus air mata pada pipi wanita yang ada dipeluknya. Malam yang indah. Bertemu kembali dengan pria bermata hitam kelabu yang manis itu. Pria yang menghilang selama bertahun-tahun. Pria yang membuat hati seorang wanita menuggu kedatangannya kembali.

Sebuah kalimat yang menutup pertemuan mereka pada malam hari ini. Sebuah rangkaian kata yang indah keluar dari mulut seseorang yang memiliki mata seindah berlian dan wangi seharum bunga mawar yang tidak akan dilupakan oleh seorang wanita dipelukannya.


"Sometimes, a little girl should just stay a little girl.."


EPILOG


"Tasya, kayanya kamu udah lama gak naik motor aku. Katanya dia kangen sama kamu.." Kata Emir sambil merangkul Gadis itu menuju lapangan parkir.

"Uhk. Motornya yang kangen atau..." Sindir Tasya.

"hm.. Dua-duanya boleh?" balas pria berambut cepak itu sambil mengacak-ngacak rambut wanita disebelahnya dan melihat sebuah jepitan yang sangat ia kenali.

Wanita ini memperhatikan dengan baik motor besar berwarna putih berdiri kokoh persis dihadapan mereka sekarang. "B19MYR" . Tertulis pada plat motor sport itu. 

"Mir, ini.. Motormu?" 

Emir menganggukan kepalanya sambil menyalakan motor dan ia pun juga naik diatas motor sport itu.

"M-Y-R?! Ada berapa banyak di Jakarta motor yang mempunyai plat seperti ini?!" kata wanita ini dalam hatinya

"Tadi pagi kam.." Kata-kata Wanita ini terpotong. 

"Iya. Lagian mobil bagus gitu dipake cuma buat ngantor. Kali-kali kamu harus coba namanya balapan!"

"EH KAMU GILA MIR!! TADI PAGI AK--" Ocehannya kembali terhenti ketika Emir berkata.

"Pegangan. Kalo malem motor aku lebih ganas." senyum manisnya terpancar dari bibir pria itu yang berarti memberi tahu suatu kode. 

"apa? Suara motormu gede parah! Gak bisa deng--" 

Sebelum wanita itu menyelesaikan kalimatnya. Motor yang dikuasai oleh Emir melaju dengan cepat. Seperti kuda yang sedang dipacu. Reflek. Tasya melingkarkan kedua tangannya pada tubuh si pengendara. Semakin cepat roda motor itu berputar, semakin kencang pula tangannya melingkar pada tubuhnya.  Menikmati indahnya malam di hari ini bersama dia, yang telah lama menghilang. Membelah keheningan kota sekeras Jakarta. Kota yang menjadi saksi bisu kisah dua orang yang saling mencintai ini. 


END



^^^


Cerpen lain? Click.

4 komentar:

  1. emiirrr <3 ga nyebayang kl dia begini HEHEHE

    BalasHapus
  2. BHEHEHEHEHEEE <3 baru baca min.. quotesnya baguss ceritanya bagus bangeettzzz<333

    BalasHapus