Seperti warga negara
asing tadi. Tasya membuka mulutnya 'Oh..' tapi tak mengeluarkan
suara.
"balik yuk Mir?" Bujuk Tasya.
"balik? Udah kesini balik?" Alis mata Emir
terangkat satu
"Terus mau ngapain? Udah malem. Ngantuk.."
Emir
melihat jam ditangannya. Jarum pendek menunjuk angka 12. Emir
berdiri. Menjulurkan tangannya kepada Tasya seorang. Mereka
berjalan melewati lantai dansa. Tangan emir kembali melingkari
pinggang gadis itu. Membuatnya agak risih. Gadis itu memperhatikan
pasangan yang sedang menari gak karuan. Emir berbisik ditelinga
Tasya. 'Gue tau lo
gak bisa ngedance. Dan gue juga gak bisa. Jadi gak mungkin gue ajak
lo kesana...' Tasya tertawa dalam hati. Sempat saja
Emir bercanda di keadaan seperti ini.
Mereka
masuk kesuatu ruangan berisi meja bundar dan sofa melingkari meja
itu. Emir menutup pintu dan duduk disebelahnya. Jantung Tasya
berdetak. Keringatnya mulai keluar. ‘EMIR GILA! Gue kira dia laki-laki
baik! Gue gak nyangka Tante Trien punya anak kaya gini!’
"Emir..
Kenapa kita kesini?" Kata
Tasya polos
"Bentar
aja. Gue capek"
"Trus
kita mau ngapain?"
"Gue tidur bentar ya.."
"Hah..?" pikiran
Tasya kemana-mana.
"Engga. Bukan gitu! Gue gak akan ngapa-ngapain lo. Gue
ngantuk asli. Kalo pintunya dibuka nanti ada orang asing
masuk." Kata Emir menjelaskan. Dia seperti bisa
membaca pikiran Tasya saat itu.
Tak
beberapa lama Emir memejamkan matanya. Tasya masih terjaga seperti
satpam 24 jam. Meski sempat beberapa kali ia menguap. 'Emir gak setia banget asli! Masa
laki-laki yang tidur duluan!! AH.. Payah!' Tasya
kembali mengoceh. Tapi lama-lama ia terserang penyakit kantuk juga.
Matanya sudah berat. Tak bisa dikompromi lagi. Akhirnya tanpa
sadar, Tasya pun tertidur di pangkuan Emir, yang sedang tertidur
pulas.
Sampai
Emir tersadar. Ada sosok gadis dipangkuannya sekarang. Menatap
wajah gadis itu dan memainkan rambutnya hitamnya itu bak mahkota
yang indah. Mahkota yang membuat Emir 'suka' kepadanya. Secara
perlahan ia mengeluarkan subuah jepintan dengan butiran berlian
yang mempercantik benda itu. Jepitan yang sengaja dibeli Emir
untuknya. Ia pun merapihkan rambut perempuan yang tadi ia mainkan
dan memasangkan jepitan itu.
'Tasya.. Lo itu
dasarnya cantik. Cantik banget.. Kalau gue natap mata lo, gue
serasa ngeliat malaikat di surga sana.. Kalau lo senyum pasti gue
gak bisa gak ikutan senyum! Maaf. Gue..gue gak bisa, nyatain itu.
Sekarang. Gue takut lo masih marah sama gue.. Semoga kejadian
waktu itu gak akan terulang lagi. Gue janji. Gue gak akan pernah
buat lo nangis. Gue janji! I love you..' kata Emir sambil
mendaratkan bibirnya di pelipis gadis itu.
Beberapa
jam setelah itu. Tasya membuka matanya. Kembali mengingat-ingat apa
yang terjadi sebelum ia tidur. Menyadari bahwa badannya berada
dipangkuan Emir, ia segera melonjak bangkit. Membuat Emir terkejut
dan bangun dari mimpi indahnya. Tasya tak sepenuhnya sadar. Kepalanya
seperti berputar. Pikiran yang belum seutuhnya sadar itu membuat
Tasya harus memejamkan matanya lagi dan bersandar dibahu
Emir.
"Mau
pulang sekarang?" Tanya
Emir lembut.
Tasya mengangguk.
Emir
memindahkan kepala gadis yang letih itu dan menyenderkannya pada
sofa. Emir segera keluar dari ruangan itu, mengambil jaket di R1
nya untuk menghangatkan Tasya. Tasya hanya seorang diri ditempat
itu. Diruangan cukup kecil itu. Tak ada suara sedikit pun.
Sampai-sampai suara detingan jam dinding diruangan tersebut
terdengar masuk ke telinga gadis ini. Tak lama setelah menyadari
Emir telah keluar daru ruangan itu, terdengar suara detakan sepatu
mendekatinya. Dan membuka pintunya. Tasya yang sedang memejamkan
matanya pun santai. Karena yang dipikirkannya hanya Emir.
"Ah
mir. Lama banget lo.." Kata
Tasya.
Tetapi..
Bau perfum ini bukan wangi Emir! Ini bau akohol! Tasya membuka
matanya. Dia kaget melihat dua sosok pria yang lebih tua darinya
menyekap mulutnya dan mengikat tangannya. Tasya tak berdaya.
Pria-pria itu menempelkan kain di hidung Tasya. Entah apa yang
sudah ada dalam kain itu. Bius atau semancamnya. Yang pasti, itu
membuat Gadis ini tak sadarkan diri sedikit pun.
***
Emir
dengan mencangklong sebuah jaket denim miliknya mulai memutar
gagang pintu ruangan yang tadi ia tinggal.
"Maaf
sya lam.." Perkataan
Emir terpotong ketika melihat ruangan itu kosong.
Panik
setengah mati. Emir harus mencarinya kemana di tempat sebesar ini?!
Apa jadinya nanti kalau seorang Emir dicap buruk oleh keluarganya?
Bagaimana nanti dengan perasaan Tante Diana yang mempercayakan
anaknya kepada Emir? Mau taruh dimana muka Emir nanti?! Emir
benar-benar mencarinya. Sambil meneriakan nama Tasya. Mencari
dibar, mencari di lantai dansa, sampai ditoilet dia rela untuk
menemukan seorang gadis bernama Tasya. Dia keluar dari ruangan itu
dan keluar juga dari bar. Emir membutuhkan ketenangan. Duduk di
sofa lobby hotel berbintang lima itu setidaknya memberikan
ketenangan untuknya. Memejamkan matanya.
'Bisa gila gue! Kemana
dia?! Damn. Gue lupa bilangin dia jangan kemana-mana! Dia gak boleh
ikut orang asing disini! Tuhan.. Dia dimana sekarang!?!' mata Emir memerah.
Dia melihat setitik cahaya yang menyilaukan matanya. Emir mendekati
benda itu dan mengambilnya. 'Ini bukannya jepitan yang gue kasih tadi...' Terlihat
oleh matanya jepitan itu jatuh persis didepan lift. Tanpa berpikir
lanjang. Emir langsung masuk dalam lift.
***
Tasya
sadarkan diri. Mulutnya masih tertutup. Tangan dan kakinya terikat
pada kursi ditengah kamar yang luas. Terlihat disamping kiri dan
kanannya pengawal bertubuh besar. Dia terlihat seperti korban
penculikan di kota sekeras Jakarta.
'Kemana Emir? Kenapa
dia ninggalin gue sendiri tadi!? Dia sengaja? Atau emang Emir udah
membuat skenario untuk malam ini? Tega banget dia sama gue!' Air dari matanya
tak bisa ia bendung. Satu persatu air itu mengalir dari pipi Tasya.
Dan membasahi kain yang terikat dimulutnya. Tiba-tiba suara wanita
terdengar dari arah depan. Tasya tak berani sedikit pun untuk
membuka matanya. Wanita asing itu berkata-kata dengan bahasa asing
dan logat yang tak bisa dimengerti Gadis ini.
'Tunggu... Orang asing? Logat gak jelas?
Ini temennya Emi...'
BRUKK. Terdengar
suara dobrakan pintu. "Emir?!" Emir
kaget melihat tangan Tasya dan seluruh badannya terikat. Dia juga
tak menyangka, ternyata teman yang ia percayai selama ini tak
seperti dahulu. Emir pun maju mendekati teman lamanya itu.
"What
do you want from Me?!" teriak
Emir
"I
dont"
"what
does that mean?"
"Nothing.."
Emir
mendekati Tasya, mencoba membuka ikatan-ikatan yang melilit di
tubuh Tasya. Tapi nihil. Ikatan itu sangat kencang. Mata Emir mulai
berkaca-kaca melihat penderitaan Tasya. Disaat yang bersamaan pula,
teman emir itu mengeluarkan sepatah kata yang membuat suasana kamar
itu berubah total.
"Im
not ready to lose you.."
Emir
kaget mendengar itu. Tasya merunduk. Seakan-akan jantungnya teriris
pisau belati. 'Kanapa?
Kenapa gue harus ikut ambil bagian dalam cinta mereka? Kenapa saat
gue mulai 'suka' sama emir ada aja penghalangnya. Kenapa gak dari
dulu? Sebelum perasaan itu muncul? Kenapa?! Kenapa gue jadi kaya
korban php gini?!' Tasya mengoceh dalam hatinya.
Tak sadar air mengalir dipipinya lagi. Emir mendekatinya dan
menghapus air matanya.
"DONE!
Let her go!" Bentak
Emir. Tetapi, wanita itu tak menjawabnya.
"Hey!
Im talking to you girl"
"Okay.
HAHAHA."
Kedua
pria berbadan kekar itu melepaskan semua ikatan ditubuh Tasya
secara paksa.
"Slow
down! Dont hurt my girl!!" Kata emir dengan nada keras.
Tasya
pun dilempar keluar kamar. Dia terpaku didepan pintu. Menempelkan
badannya pada benda itu. Sampai kakinya tak kuat lagi untuk
menopang. Ia pun merosot dari posisi awal dan duduk dengan
bercucuran air di matanya. Terlihat jaket Emir di depannya persis.
Gadis berambut indah itu segera memakainya dan memeluknya dengan
erat.
***
Perlahan
Gadis ini membuka matanya. Terlihat jelas kamar berdinding broken
white dan hiasan dinding yang sering ia lihat. Kamarnya sendiri.
Tasya bingung, kenapa tiba-tiba dirinya berada disini? Bukankah
terakhir ia memunggu Emir dibalik pintu? Tasya bangkit dari
ranjangnya. Dan menyadari jaket emir masih ia gunakan saat tidur.
Memegang erat jaket Emir itu. Mencuim bau yang tak asing baginya.
Bahkan dia merindukan wangi tersebut. Sampai sesuatu benda membuat
goresan ditangan Tasya. Ia segera merogoh-rogoh kantong terasebut.
Ternyata sebuah jepitan berhiaskan berlian disekelilingnya. Gadis
ini segera memakaikan jepitan itu dirambutnya yang indah. Didalam
kantong itu juga terdapat secarik kertas kecil untuk dirinya. Gadis
itu segera membukanya.
No words can fully describe,
All the fellings I have for You.
I love You and I'll miss You.
For the one and only, my angel.
-MYR
Gadis
berparas cantik itu mendekatkan kertas pada hidungnya yang manis.
Bau yang sangat ia kenal. Emir. Tasya tak bisa menyangka laki-laki
berambut cepak itu bisa merangkai kata-kata seindah ini.
***
KRING..
KRING.. KRING..
Seorang wanita terbangun
dari ranjangnya dan segera meraba-raba tempat tidurnya untuk
mengangkat telepon tersebut.
"Selamat
pagi Ibu Tasya. Saya hanya ingin mengingatkan. Hari ini anda ada
jadwal meeting dengan client dari Russia di Pondok
Indah."
"Ohya,
saya ingat itu. Hmm.. Mbak, Kalau ingin menelpon saya, tolong
perhatikan jam dengan baik."
"I..ya..
Maaf.. Bu.."
Wanita
ini mematikan telepon-nya. Ia segera membersihkan badannya dan
berganti pakaian dengan jubah formal. Berjalan keluar dari rumah
minimalis dengan harga fantastis didaerah Menteng, Jakarta
Pusat.
"Non,
pakai yang mana?"
"emm.. Yang orange aja pak"
Tak lama mobil berwana orange pun keluar dari
automatic garage-nya. Lamborghini Aventador LP 700-4. Sebuah
mobil sport berukuran besar dan mewah ini memang sudah resmi
menjadi milik Tasya seminggu yang lalu. Supirnya itu melangkah
mendekati mobilnya.
"Tak usah pak. Biar saya sendiri saja"
Wanita ini mengambil alih kemudi. Ia segera memacu mobilnya di
minggu pagi ini yang sepi. Ia pun berhenti di salah satu traffic
light, wanita ini melihat seorang pria dengan motor besar yang
berwarna putih memandanginya dan mobil orange-nya. Tasya balik
memandangnya aneh. Tiba-tiba pria itu menunjukan jarinya pada
lampu merah tepat didepan mereka. Ia bingung. Tak mengerti sama
sekali isyarat dari pria itu. Lampu berubah menjadi kuning. Pria
itu mengencangkan suara bass dari knalpotnya. Lampu berganti menjadi
hijau. Motor itu melaju dengan cepat meninggalkan Tasya. Tanpa
meninggalkan bayangan. Entah apa yang membuat Tasya begitu nekat
sehingga ia pun juga menginjak pedal gasnya. Sejujurnya. Ia belum
begitu paham dengan mobil berkecepatan banteng ini. ini. Bergerak
secepat kilat mendekati motor pria itu. Secara tiba-tiba pria itu
memperlambat lajunya dan mendekatkan motornya pada mobil sport
itu. Dibalik helm yang menutupi wajahnya pun dia berteriak.
"Segitu
doang? Liat nih!" Kata
pria itu.
Motor itu pergi dengan cepat bahkan dua kali
lebih cepat dari sebelumnya. Membuat Tasya terpanah dan
membesarkan matanya. Memperhatikan dia yang sudah mulai jauh
darinya. Matanya tertuju pada huruf "MYR" yang
tercetak jelas pada plat motor sport itu. Tanpa sadar, dua puluh
meter didepannya persis terlihat seorang gadis kecil sedang
menyebrang. Reflek, wanita si pengendara mobil mewah ini
langsung menginjak sekuat tenaga pedal rem dikakinya dan
membelokan mobil ke kiri. Mobil berwarna orange itu hampir saja
menabrakkan diri pada trotoar atau bahkan menabrak gadis kecil
itu. Membuat jantung pengemudinya berdetak dengan cepat. Keringat
pun keluar dari seluruh bagian tubuhnya. Ia punberbalik badan
untuk melihat ke arah anak kecil tadi. Tak tersisa jejak. Tak ada
bayangan. Tak ada gadis itu tergeletak ditengah jalan. 'Untung saja anak itu tak
terluka.. Huft. Mungkin anak itu sudah berlari menuju ibunya...' Pikirnya
dalam hati. Wanita merebahkan kepalanya pada stir
mobil itu. Tasya butuh ketenangan..
***
"Maaf
tadi saya terlambat, ada gangguan kecil"
"Tak apa bu. Ibu terlambat hanya sebentar"
Hening. Wanita berambut indah ini mencari
ketenangan setelah meeting yang panjang selama satu hari yang
penuh ini. Menyerup secangkir hot cocoa buatannya sendiri di
salah satu cafe miliknya. Tiba-tiba seorang pria mendekatinya.
"Ibu,
maaf. Ini sudah pukul 12 malam, pengunjung juga sudah tak ada.
Kami harus menutup cafe ini.." kata pria yang
mengenakan seragam kerja itu.
"kalian
pulang saja. Saya masih ingin disini. Biar saya yang menutup
sendiri." lembut
Tasya
Pria itu mengayunkan kepalanya keatas dan
kebawah. Lampu di cafe perlahan padam. Hanya tersisa lampu di
atas Tasya. Menikmati udara yang silih berganti melewati
sela-sela tubuhnya. Secangkir coklat ini memang sangat bermanfaat
menghangatkan tubuh wanita berambut hitam lebat. Hening ditengah
malam yang dingin ini. Ditemani sang rembulan yang menampakan
seluruh tubuhnya. Ditemani bintang yang menghiasi malamnya.
Tiba-tiba cairan hangat mengalir dipipinya. Entah apa yang ia tangisi.
Air itu tak bisa ditahan. Bibirnya mengering tanpa alasan.
"I
realy want to be with you right now.." kalimat itu
keluardari mulut Tasya yang lembut.
"One
of your hugs would make me feel better.." lanjutnya
berbicara seorang diri ditengah kesepian malam ini.
Segelas hot cocoa habis diminumnya.
Terpaksa, ia harus membereskannya sendiri. Karena para pegawainya
sudah pulang meninggalkannya sendiri. Wanita itu pun
berdiri dan membereskan mejanya. Tetapi seketika ia terpaku.
Setelah ia mencium wangi yang sangat ia kenal. Wangi yang selama
ini dia cari selama bertahu-tahun. Air itu mulai mengalir lagi.
Bak sungai yang tak dapat dibendung. Badannya mulai terasa
hangat. Lebih hangat dari secangkir coklat yang baru diminumnya.
Sampai ia menyadari, sesosok pria memeluknya dari belakang.
Kata-kata yang lembut terbisik diteliga Tasya.
"do
you even miss me?"
"Emir?"
Sama.. Sama seperti dulu. Tak ada yang berubah
darinya. Kehangatan ini ataupun wanginya.
"There
is nobody else for me, and I dont want anybody else.."
kalimat lembut yang keluar dari bibir Emir.
Menghapus air mata pada pipi wanita yang ada dipeluknya. Malam
yang indah. Bertemu kembali dengan pria bermata hitam kelabu yang
manis itu. Pria yang menghilang selama bertahun-tahun. Pria yang
membuat hati seorang wanita menuggu kedatangannya kembali.
Sebuah kalimat yang menutup pertemuan mereka
pada malam hari ini. Sebuah rangkaian kata yang indah keluar dari
mulut seseorang yang memiliki mata seindah berlian dan wangi
seharum bunga mawar yang tidak akan dilupakan oleh seorang wanita
dipelukannya.
"Sometimes, a little girl should just stay a little
girl.."
|
EPILOG
"Tasya,
kayanya kamu udah lama gak naik motor aku. Katanya dia kangen sama
kamu.." Kata
Emir sambil merangkul Gadis itu menuju lapangan parkir.
"Uhk.
Motornya yang kangen atau..." Sindir Tasya.
"hm..
Dua-duanya boleh?" balas
pria berambut cepak itu sambil mengacak-ngacak rambut wanita
disebelahnya dan melihat sebuah jepitan yang sangat ia kenali.
Wanita ini memperhatikan
dengan baik motor besar berwarna putih berdiri kokoh persis
dihadapan mereka sekarang. "B19MYR" .
Tertulis pada plat motor sport itu.
"Mir,
ini.. Motormu?"
Emir menganggukan kepalanya sambil menyalakan motor dan ia pun juga
naik diatas motor sport itu.
"M-Y-R?! Ada berapa banyak di
Jakarta motor yang mempunyai plat seperti ini?!" kata wanita ini
dalam hatinya
"Tadi
pagi kam.." Kata-kata
Wanita ini terpotong.
"Iya. Lagian mobil bagus gitu dipake cuma buat ngantor.
Kali-kali kamu harus coba namanya balapan!"
"EH
KAMU GILA MIR!! TADI PAGI AK--" Ocehannya kembali
terhenti ketika Emir berkata.
"Pegangan.
Kalo malem motor aku lebih ganas." senyum manisnya
terpancar dari bibir pria itu yang berarti memberi tahu suatu
kode.
"apa?
Suara motormu gede parah! Gak bisa deng--"
Sebelum wanita itu
menyelesaikan kalimatnya. Motor yang dikuasai oleh Emir melaju
dengan cepat. Seperti kuda yang sedang dipacu. Reflek. Tasya
melingkarkan kedua tangannya pada tubuh si pengendara. Semakin
cepat roda motor itu berputar, semakin kencang pula tangannya
melingkar pada tubuhnya. Menikmati indahnya malam di
hari ini bersama dia, yang telah lama menghilang. Membelah
keheningan kota sekeras Jakarta. Kota yang menjadi saksi bisu kisah
dua orang yang saling mencintai ini.
|
<3333333
BalasHapusemirrrrr <3
BalasHapusemiirrr <3 ga nyebayang kl dia begini HEHEHE
BalasHapusBHEHEHEHEHEEE <3 baru baca min.. quotesnya baguss ceritanya bagus bangeettzzz<333
BalasHapus