Minggu, Juni 22, 2014

"How Important You Are" - Fan Fiction Emir Mahira


"A Person who anoys You is often the one who loves You so much, but fails to express it"



TEEEEEET... TEEEEEET... TEEEEET…

Bunyi nyaring dari bell sekolah terdengar di telinga seluruh siswa. Bertanda jam pelajaran pada suatu sekolah menengah tingkat atas sudah usai. Dengan wajah yang gembira, siswa-siswi berlarian keluar dari kelas mereka. Semua siswa gembira, kecuali dia. Seorang gadis berambut indah keluar dari kelasnya. Meratapi lantai putih yang ada dibawahnya. Dengan tas yang dibawanya ia melangkahkan kaki perlahan melewati lorong yang sepi. Tak ada orang satupun didekatnya. Tak ada suara selain ketukan sepatunya. Sampai ia berada pada penghujung lorong dan menilahat dari kejauhan, teman-temannya berseragam kurang sopan sedang berada di pintu gerbang sekolah. Ia pun memutuskan untuk berbalik arah dan kembali ke kelasnya. Tetapi langkahnya berhenti ketika ia melihat seorang siluet anak-laki persis didepannya. Laki-laki itu langsung menarik dan melempar tas dari rangkulan si gadis ini.



"Kemana lo tadi?!" Kata laki-laki itu yang melempar tas-nya

"Ta..di..di..pang..gil..kep..pa..la..se..ko..lah..kak.." katanya takut. Takut dengan kakak kelas yang selalu memata-matainya semenjak ia masuk sekolah. Kakak kelas yang selalu menindasnya. Kakak kelas yang memanfaatkan orang tuanya. Orang tua yang menjadi peyumbang besar untuk sekolah ini. Kakak kelas yang paling ia benci.

"Sok sibuk lo! Gue lapor nyokap gue, mati lo!" kata laki-laki itu sambil mengangkat kerah si wanita ini.

"Jang..an..kak.."

"Besok. Sampe lo kabur, bakal gue.. Gue.." 

Kalimatnya terucap berantakan ketika dirinya menatap mata adik kelasnya tersebut. Vina pun bingung apa yang harus ia lakukan. Ia tak bisa mengalihkan pandangannya dari mata hitam kelabu milik kakak kelasnya itu. Kabur pun tak bisa, tangan kakak kelas-nya itu menempel di tembok, yang disenderi badannya. Ia menarik napas panjang. Matanya pun membesar dan ...

"Wey, Mir. Lo mau ngapain Vina?! Gila lo! SMA aja belom lulus!" kata salah satu dari teman geng Emir yang datang secara tiba-tiba. Gadis yang mendengar kalimat tadi, sedikit agak risih. Emir pun menarik tangannya dari tembok dan kembali berdiri tegak.

"Banyak omong banget lo. Ngapain ke sini?!"

"Woles bos. Kita cuma dapet kabar anak sma sebelah lagi jalan kesini bos." Jelas anak buahnya.

"Ah. Ganggu banget itu sekolah." kata Emir sambil mengambil tas yang tergeletak tadi.

Mereka pun pergi, meninggalkan Vina seorang diri. Dari tembok yang dilendetinya tadi, kakinya tak kuat untuk menopang dirinya. Akhirnya ia pun merosot turun, dan duduk dilantai. Mengatur kembali napas dan menenangkan dirinya. 'ah. Kacau. Kenapa aku harus menatap matanya?! Untung saja mereka datang! Kakak kelas itu memang gila!'

***

Beberapa hari setelah kejadian itu, orang tua dari anak laki-laki bernama Emir pergi keluar negeri untuk mengembangkan bisnisnya. Tanpa disiasiakannya, anak laki-laki ini mengundang seluruh teman gengnya untuk tinggal dirumahnya yang besar.

"Mir, berani taruan madrid-barca?!" kata Dio. Teman satu geng Emir.

"siapa takut. Berapa? Gocap? Sejuta? Hah?"

"bosen gue sama duit coy.."

"maksud lo?" kata Emir kebingungan.

"gue pengen yang beda."

"emm.. Apaan? hm... OH! Gue tau!  Kalo madrid kalah, lo tembak Caca sampe . Berani gak lo?"

"Berani sini. Tapi kalo madrid menang. Lo tembak ..." kata Dio. Ia bingung harus menunjuk siapa. Setahunya, temannya yang satu ini tak mempunyai mantan atau gebetan satu pun.

"Siapa? Semua cewe takluk sama gue coy.." Kata Emir dengan optimisnya.

Tiba-tiba salah satu orang dari gengnya berbicara. 

"Adek kelas yang waktu itu dilorong aje.."

Emir dan temannya Dio tak mengerti ucapan temannya yang lain.

"Yang waktu itu lo kepergok elah. Mau gue ceritain semua?!" Kata teman mereka. 

"Eh brisik lo!" Kata Emir.

"Siapa?! Kapan?! Gue gak tau?! Siapa Mir? Kepergok apaan?" Tanya Dio dengan antusias. Akhirnya semua pertanyaan terbalas setelah sah satu dari temannya itu menceritakannya.
"Lo sama.. Vina? Mir? HAHAHA! Gue baru tau kalo seorang Emir yang paling ditakuti satu sekolahan, bisa jatuh kedalam cinta dengan anak berjabat Wakil Kelua OSIS.. HAHAHA!." Ejek Dio.

"Apaan maksud lo? Gue takut gitu? Sini berani gue." Kata Emir.

Mereka pun salaman. Dengan wajah optimis Emir yakin club yang dibelanya malam ini akan menang dan dirinya akan melihat temannya Dio menembak Caca. 

***

Pandangan lelaki itu kosong. Menatap dinding putih yang kokoh berdiri di kelasnya. Dunia seakan sunyi. Dia tak ingin mendengar suara apapun juga saat adik kelasnya, Vina memasuki ruangan kelas untuk bertemu guru pendamping yang sedang mengajar di kelasnya.

"Woi tembak Mir!!" kata Dio sambil teriak di kelas yang ramai. 

"MIR! Emir! Tembak bray! Lo kalah! Jangan belagak lupa lo!" Lanjutnya.
Emir berbalik ke arah belakang.

"Kasih gue waktu tiga hari mulai dari besok. Gue janji bakal nembak dia." Kata laki-laki bermata hitam kelabu untuk meyakinkan Dio bahwa dirinya akan serius menepati taruhan-nya tersebut.

***

Rapat OSIS pun selesai. Rapat terlama yang pernah Vina ikuti. Sebagai wakil ketua yang bertanggung jawab, ia harus membereskan semua peralatan yang dipakai pada rapat itu. Baru sekitar setengah jam setelah rapat usai, ia bisa keluar dari ruangan itu. Berjalan kearah pintu dan mulai memutar gagang pintu tersebut. Terlihat olehnya, lampu lorong yang sudah menyala. Gadis ini juga melihat seorang laki-laki yang berdiri persis disebelahnya. Membuat ia kaget.

"Jangan takut." Katanya sambil memegang tangan gadis yang ada didepannya.

"Kenapa..kakak..disini?" Tanya gadis itu dengan gugup.


"Gue nungguin lo. Ayo pulang gue anterin.."


"Gak usah.. Kak. Aku biasa pulang sendiri.."
katanya lembut sambil menatap lantai.


"Udah malem gini, Vin." Cela Emir. Matanya memulai memancarkan sesatu yang membuat Vina seperti terhipnotis. Vina menarik napas panjang. 

'Mata itu... Gak. Gak! Sadar Vin! Sadar! Bangun! Cepat pulang!'
 katanya dalam hati sambil mengalihkan matanya dari tatapan mata hitam kelabu.

"Yaudah kak.."

Mereka pun melangkahi kakinya menuju parkiran sekolah. Sekolah sudah sepi. Tak ada orang sama sekali, kecuali satpam dan mereka berdua. Untuk pertama kalinya, Vina menelan ludah didepan Lelaki itu. Ketika melihat Superbike Ducati 1199 Panigale  yang ditumpangi oleh Emir. Selama berbelas tahun ia hidup, tak pernah sekalipun ia berbonceng dengan teman laki-laki dengan motor sebesar ini. Dia hanya bisa terdiam. Perlahan menaiki motor sport itu. Ban motor pun berputar. Ia memberi tahu arah menuju rumahnya, yang tak sebagus rumah milik Emir itu.

"Makasih ya kak.." kata Vina lembut.

"Iya Vin. Besok pagi tunggu gue ya."


Sebelum Gadis itu mengeluarkan kata-kata yang dapat menggagalkan rencana esok harinya. Lelaki bernama Emir itu pergi meninggalkannya sendiri. 

***

"Kak, aku duluan ya. Aku harus lapor rapat kemarin." 

Kata Vina menolak ajakan kakak kelasnya untuk jalan bersama melewati lorong yang masih ramai. Sejujurmya, ia tak mau dilihat oleh kakak kelas yang lain atau pun adik kelasnya saat mereka jalan bersama. Ia hanya tak mau timbul suatu gossip yang aneh-aneh tentang mereka berdua. Lalu kakak kelas yang mengajaknya tadi menganggukkan kepalanya ke atas dan ke bawah. Laki-laki ini segera menuju lapangan, tepatnya berkumpul bersama teman-teman gengnya. Terlihat Dio dan yang lain menunggu kedatangan dirinya. Dio pun mengangkat alis-nya. Seperti ingin tahu sesuatu hal.

"Baru hari ke pertama. Tenang. Gue bakal taklukin dia." Kata Emir dengan santai. Senyum kecil pun terpasang disudut bibir mereka berdua.

***

Bell sekolah pertanda pulang pun terdengar. Vina segera membereskan buku-bukunya dan memasukkan kedalam tas. Setelah mematikan lampu dan AC, baru ia keluar dari kelas.

"Kak Emir? Ngapain kakak didepan pintu?" Kata Vina polos.

"Gue nungguin lo.." Balasnya.

Melihat suasana sekolah yang masih ramai dan bany
ak murid yang berlalu-lalang. Vina tak enak untuk berjalan bersama-sama dengan kakak kelasnya itu.

"Kak, kaka jalan keparkiran dulu saja. Aku masih mau beres-beres kelas.." 

Seperti membaca pikirannya. Emir langsung memegang erat tangan kecil itu supaya tak bisa pergi kemana-mana. Ia pun membisikan sesuatu pada telinga wanita yang digandengnya.
'Gak usah alesan Vin..' Dengan santai Emir jalan bersama dengannya. Sementara Vina hanya bisa meratapi lantai lorong. Di lihat semua siswa dan siswi. Seorang wakil ketua OSIS yang mempunyai rasa bertanggung jawab tinggi serta ramah, mau berjalan dan berpegangan tangan didepan umum bersama anak laki-laki yang bisa dikatakan angkuh dan terkenal dengan biang onar. Mereka masih tak bisa habis pikir. Sesampainya di lapangan. Seperti kehabisan langkah. Vina terpaku. Kakinya tak dapat bergerak.

"Vin, lo kenapa?" Tanya Emir. 

"Kak. Aku gak mau ke tempat teman-taman kakak."


"Gapapa Vin. Kan ada kakak."
Kata Emir. Tangannya pun merangkul gadis ini. 


"Mending kakak kesana. Aku tunggu disini sendiri."


"Ayolah Vina.. Kakak disebelah kamu.."

Tubuh Vina kembali lemas. Kaki-kakinya tak kuat untuk menopang dirinya. Ia terduduk diatas lantai-lantai putih tersebut. Melihat wajah Vina yang begitu takutnya, Emir mengurungkan niatnya untuk mempertemukan Vina dengan teman-temannya. Laki-laki bermata hitam kelabu ini langsung merangkul untuk membantu Vina berdiri dan berjalan ke arah motor miliknya dan mengantarkan gadis ini pulang. Dari kejauhan, Dio dan teman-temannya sadar akan mereka berdua yang saling berangkul-rangkulan.

"Enak bener pacaran. Baru aja sehari hari. Udah lupa sama temen sendiri." Oceh Dio kepada teman-temannya.

Didepan gerbang rumah gadis itu, rumah terlihat sepi. Wanita yang ada di superbike itu pun turun. Wajahnya terlihat pucat. Dengan susah payah ia mencoba membuka pintu gerbang. Tapi pandangannya secara tiba-tiba menggelap. Badannya terhempas ke lantai. Vina tak sadarkan diri. 

***

KRING... KRING... KRING...
Dio is calling you

"Mir!" Suara nyaring keluar dari handphone milik Emir.

"Kenapa 'io?"


"Lo gak inget ini hari ke dua? "


"Iya gue inget. Ini dia lagi dikamar gue."


"Kamar lo?! Ngapain? Baru dua hari lo udah bawa ke rumah lo.. Parah lo mir"


"Gue bilang apa. Semua cewe bakal takluk sama gue, Emir Mahira."


"Tau dah. Gue tunggu besok lo"

Sebelum Emir membalas kalimat itu, telepon sudah tertutup terlebih dahulu. 

"Hari ini Gue harus bikin dia..." Kalimat Emir terputus ketika seorang gadis terbangun dari mimpi indahnya. Membuka perlahan kelopak matanya. Sampai ia sadar dirinya terlelap dalam dekapan sebuah selimut tebal berwarna putih bersih. Pajangan dinding penuh menghiasi tembok ruangan itu. Dari benda yang bercorak otomotif sampai sepak bola. LED TV menempel pada dinding persis didepannya. Beberapa buah gitar listrik dan acoustic berdiri tegak pada pojokan ruangan itu. Wanita ini pun membangkitkan tubuhnya. Tiba-tiba terdengar suara yang mengagetkannya.

"Udah bangun vin.." kata seorang yang mempunyai suara berat.

"kak--" Balas Wanita itu dengan membesarkan bola matanya. Deg-- Jantungnya pun berdetak cepat. Ia langsung menarik napas panjang dan mengingat-ingat kejadian sebelum ia berada diruangan ini.

"Tadi lo pingsan didepan rumah. Gue gak tau kuncinya dimana. Jadi gue bawa lo kesini." Jelasnya.

Wanita yang masih mengenakan seragam abu-abu putih segera mengangkat kaki-kakinya menyentuh karpet berbulu tebal yang ada dibawahnya. 

"Kak, tas aku dimana? Aku mau pulang." Kata Vinanya lemas.


"Dibawah. Vin, sekaraang masih jam 2 pagi. Kamu gak akan dapet kendaraan." balas Emir.

Lalu ia membantu wanita yang masih lemas itu berdiri dari ranjang. Vina tetap ingin pulang kerumahnya dengan bayak alasan. Sampai akhirnya hati Emir pun mengalah. Mereka keluar dari kamar itu. Laki-laki itu melanglahkan kakinya terlebih dahulu meninggalkan Vina yang sedang membereskan tas-nya. Suara mesin mobil pun terdengar. Wanita ini segera mencari sumber suara dari mesin mobil yang dinyalakan oleh kakak kelas-nya. CR-Z berwarna putih dan sedikit accessories di body, menambah cantik mobil itu. Lelaki yang ada di mobil segera keluar dan membukakan pintu untuk Vina seorang. Mengulurkan tangan untuknya. Membuat wanita ini kehilangan alam bawah sadarnya. Tak lama ban mobil pun berputar. Dinginnya AC mulai menusuk kulit gadis ini, alunan lagu dari tape mobil masuk dalam telinga yang lembut, melewati celah-celah pada rambut yang diurai. Suasana sangat hening. Bibir mereka tak mengeluarkan sepatah kata sedikit pun. Sampai Emir yang membukanya.

"Vina, gue boleh nanya sesuatu?" Kata Emir. Mendengar pertanyaan itu Vina menganggukkan kepalanya.

"Lo kenapa bisa takut sama temen-temen gue? Mereka galak sama lo?"


Wanita yang ada disebelahnya, seperti kebingungan mencari kata-kata. Ia benar-benar tak tahu kenapa ia bisa takut dengan mereka.


"Kenapa Vin? Bilang aja. Gue gak akan kasih tau mereka."


"Gak tau kak. Aku gak suka aja.."
Kata Vina lembut. 


"Lo gak suka sama kita semua?"

Wanita ini menahan napas. 'Apa yang dimaksud Kita? Apakah dia termasuk? Aku harus jawab apa?' Salah sedikit saja. Mungkin esok dia akan mendapatkan perlakuan yang buruk dari laki-laki yang sedang berkendara ini. Laki-laki itu mengalihkan pandangannya pada Vina yang tidak membalas pertanyaannya. Tanpa ia sadari. Matanya juga melirik laki-laki itu. Dunia seakan berhenti. Vina tak bisa mengalihkan pandangannya dari mata hitam kelabu yang tajam. Deg-- konsentrasi Emir buyar. Lama-lama mobil yang mereka tumpangi sudah keluar dari jalur. Vina segera membuka matanya dan menjauhkan wajahnya dari kakak kelasnya. Keringat mulai mengalir ditubuhnya. Detak jantungnya tak terkendali. Emir segera mengembalikan mobilnya pada jalur yang benar. Tak ada pembicaraan sampai mobil sport itu berhenti didepan rumahnya. Vina membuka pintu mobil itu dan secara cepat, ia membuka pagar rumahnya dan masuk kedalam rumah dengan tatapan kosong. Emir menarik napas panjang dan menghembuskannya secara perlahan. Ia menyenderkan kepalanya pada stir mobil tersebut.

"Mampus. Bisa-bisa dia benci sama gue! Bego lo Mir. Kenapa lo harus natap mata dia! Ancur. Semua ancur!"

Ban mobil bergerak lagi meninggalkan rumah tersebut. Pengendara itu menjalankan mobilnya tanpa arah. Tak tahu harus kemana. 

***

"Woi Mir, mana gebetan lo? Ini udah hari ketiga! Mana janji lo?" Kata Dio dengan nada menanjak.

"Dia gak masuk." Balas Emir santai.

"HAHAHA! Katanya lo bisa taklukin semua cewe. Mana?! Sepik aja lo!" Sindir temannya itu.

"Hari ini belum berakhir." Kata Emir dan pergi meninggalkan teman-temannya.

Selama diperjalanannya pulang. Laki-laki ini tak mengerti harus berbuat apa. Dilihatnya jam pada tangannya, ia masih mempunyai waktu sekitar lima jam lagi sebelum hari itu habis. 'Waktu gue tinggal dikit. Kayanya mustahil banget buat nembak dia. Hmph.. Bentar lagi gue bakal di cap orang sepik.' Emir menarik napas panjang dan mencari jalan keluar dari semua masalah yang dia buat ini.

KRING... KRING... KRING...

"Selamat malam, maaf saya bisa berbicara dengan Vina?" Tanya Emir lewat telepon.

"Iya, ini dari mana?" Balas suara dari seorang wanita tua.


"Dari kakak kelasnya"

Ibu itu segera memanggil putri tunggalnya. Sempat terdengar anak itu tak ingin mengangkat telepon tersebut. Tetapi karena paksaan Ibu-nya. Gadis itu memberanikan diri mengangkat gagang telepon rumah yang menyala.

"Vin.." Kata lelaki itu tetapi tak ada balasannya. 

"Vina.. Kakak minta maaf ya Vin. Kakak bener-bener gak bermaksud buat ngelakuin itu. Vina, mau kan kamu maafin kakak?" Kata kakak kelasnya. Tapi tetap saja tak ada balasannya. Tanpa sadar bulir-bulir air mengalir dikedua pipi gadis ini. 


"Vin, kakak tau kamu pasti denger ini.. Kamu jangan nangis. Kakak selalu disamping kamu. Vina.."


Tiba-tiba bibir manisnya mengucapkan sebuah kalimat lembut yang berada diluar kepalanya saat itu.

"Kak Emir ke rumah Vina sekarang.."

Vina pun langsung menutup telepon itu. Air matanya tak bisa berhenti mengalir. Matanya tertutup. Sampai sebuah motor berhenti didepan rumahnya. Wanita ini segera menghapus air mata yang ada dipipinya dan lari menuju motor yang baru datang itu. Vina yang sudah mendekapnya dari belakang membuat lelaki yang baru datang ini tak tahu harus berbuat apa. Air dari mata Vina mulai membasahi t-shirt lelaki itu. Akhirnya ban motor pun berputar. Angin berhembus menyentuh kulit wanita ini dan menghapus air matanya. Angin juga yang membawa mereka berada disebuah taman pada saat ini. Mereka duduk pada sebuah bangku taman, ditemani bintang-bintang dan bulan yang menghiasi malam mereka. Kepala wanita yang kelelahan ini bersender pada bahu Emir. Air bening kembali mengalir sampai membasahi t-shirt lelaki yang telah mengantarnya sampai tempat ini untuk yang kedua kalinya. 



"Kamu kenapa? " Tanya Emir dengam suara lembut.

Vina tak membalas pertanyaan itu sama sekali. Ia malah memeluk erat laki-laki yang ada disebelahnya itu. Memberikan suatu bahasa isyarat yang harus dimengerti oleh dia. Kali ini Emir baru menyadari, dirinya tidak diangap sebelah mata oleh Vina. Emir tidak menganggap bahwa ini hanya sekedar janji taruhan biasa. Emir menyadari, bahwa dia benar-benar menemukan first love-nya pada diri Vina. 'Ini saat-nya!' Kata hati kecil laki-laki itu.

"Kakak minta maaf ya Vina. Kakak minta maaf buat semuanya.. Maaf kakak udah bully kamu. Kakak udah sakitin kamu.. Sampai kakak gak bisa ngendaliin diri kakak sendiri.. Kakak minta maaf buat temen-temen kakak yang kurang sopan. Kakak janji gak akan ikut-ikutan mereka.." Kata Emir lembut sambil mengelus rambut Vina yang halus.

"Vina udah maafin kakak. Udah lama.. Kak Emir. Vina pegang janji kakak ya.." Kata Vina. Ia pun melepaskan tangannya dari tubuh Emir dan memejamkan matanya untuk beberapa saat. Suasana berubah hening total. Suara jangkrik pun terdengar. Tiba-tiba suatu kalimat terucap dari bibir kakak kelasnya itu.

"I am a hard person to love but when I love, I love realy hard.."

Wanita ini membuka matanya secara perlahan dan melihat kakak kelasnya menyodorkan sebuah rangkaian indah bunga mawar yang indah, ia berlutut didepan adik kelasnya ini. Terbaca olehnya pada selembar kertas yang terikat pada bunga-bunga itu.

"will you be my angel?"

Deg-- Kak Emir...

Sebuah kupu-kupu berwarna biru yang cantik hinggap dibunga itu. Lengkaplah malam ini untuk diri Vina. Tak berapa lama kemudian.. Vina meletakkan tangannya diatas tangan Emir yang juga memegang bunga itu sambil menganggukkan kepalanya.. Seperti mimpi di mimpi dongeng. Ini memang benar terjadi.

***

Enam bulan berlalu setelah kejadian malam itu. Banyak perubahan dari diri kakak kelasnya. Dia sudah bisa bersikap sopan, dia sudah tidak pernah membully dirinya dan adik kelas yang lain, dia juga sudah tidak pernah ikut tauran lagi.  Tapi satu yang tak dapat Vina ketahui. Sejak beberapa minggu kemarin, Kakak kelasnya ini mengingkari janjinya. Dia sudah mulai bertaruh sepak bola untuk yang kesekian kalinya. Hanya saja, dalam taruhan ini Emir selalu menang. Suatu sore setelah menyelesaikan jam belajarnya, mereka berjalan bergandengan tangan, pada lorong sekolah yang masih ramai. Ya, Vina sudah mulai terbiasa dengan hal itu. Emir seketika menghentikan langkahnya didepan papan pengumuman. Dia pun membaca beberapa pangumuman yang menarik baginya.

"prom night lusa?!" Tanya Emir terkejut. Ia belum tahu sedikitpun tentang prom night yang diadakan sekolahnya. Vina pun mengangguk.

"Kamu bisa dateng kan?" tanya laki-laki itu lagi.


"Emm.. Bisa.. Tapi kayanya osis harus tugas. Jadi kayanya aku gak bis.." Kalimatnya gadis ini terpotong.


"Vina.. Tolong sebentar aja kamu lupain tugas-tugas osis itu. Kamu butuh refreshing!"Kata Emir. Vina merunduk, ia tak ingin dibentak Emir lagi didepan umum seperti ini. 


"Berarti aku harus masuk besok kak.." Suaranya mengecil.


"Yaudah kakak anterin. Yang penting pas prom kamu ikut." Kata Emir sedikit agak memaksa.


***

"Tumben dateng pas libur. Biasanya masih ngebo lo.." Kata anak laki-laki berbaju tanpa lengan.

"Nganterin Vina osis." Kata Emir. 


"Oh. Prom besok lo sama dia?" Tanya laki-laki itu lagi. 


"Ya iyalah. Gue bareng cewe lain putus kita. Lo sama siapa 'io?" Tanya Emir.


"Lo gak inget apa mir? Gue udah putus! Gara-gara taruhan lo!" Bentak Dio


"Ohiya. Santai aja io, gue lupa. Masih mau taruan lagi gak lo? Arsenal-United malem ini. Gue Arsenal!" Kata Emir nantang.


"kurang puas apa lo sama gue? Dia masih marah sama gue Mir!" 


"Ah payah lo. Masalah gitu aja pake gak mau taruan." Ejeknya

"Yaudah sini. Gue gak takut. Taruan apa?" Tanya Dio yang penasaran.

"Jangan kasih tau sekarang. Nanti siapa yang kalah, dia harus nurut sama yang menang.."



Dio menarik napas panjang dan mulai mengulurkan tanggannya untuk berjabat tangan dengan Emir. Melihat banyak anak-anak yang sudah keluar dari ruang OSIS, Emir segera mendekat ke ruangan itu. 



"Udah ye. Gue mau ke sana. Kalo Vina tau gue disini sama lolo pada, abis gue." Kata Emir


"Besok Mir. Liat!" Tantang Dio. Emir hanya bisa menjauh dari mereka sambil mengangkat tangan serta jari-jarinya membentuk huruf 'O'. Laki-laki ini menunggu dengan santai didepan ruangan yang bertuliskan 'Ruang OSIS'.



"Vi..na..." Suara Emir terdengar halus sampai ke dalam ruang itu. 

"Iya kak.. Ini tinggal beres-beres.." Balas Vina dari dalam ruangan. Dengan perlahan laki-laki ini memutar gagang pintu itu. Celah pun mulai terlihat dan semakin melebar. 


"Kamu rajin banget Vin." Kata Emir sambil bersender dibibir pintu. 


"Kalau bukan Vina siapa lagi yang mau beres-beres kak.. Nanti ketauan guru pendamping kalo berantakan kan lebih parah.." balas Vina dan ia pun berjalan kearah laki-laki yang telah menunggunya. 


"Udah sini kakak aja yang bawa tasnya." Kata laki-laki itu dan mengambil tas dari rangkulan Vina. Mereka berjalan menuju superbike Emir yang diparkirkan dilapangan. Setibanya didepan rumah Vina, terjadi sedikit percakapan. 


"Vina, besok pagi kayanya kakak gak bisa dateng kesini.. Bisanya sekitar jam 6 sore ya.." Alibi Emir supaya bisa menonton pertandingan sepak bola sampai larut malam dan mungkin hingga subuh nanti. 


"gapapa kak.." Kata Vina sambil melempaskan senyumnya. 


"Kakak balik dulu ya.. Kamu jangan telat tidur, biar besok cantik ya gak ilang.." Gombal laki-laki ini sambil mengacak-acak rambutnya. Tak lama superbike-nya pun menjauh dari rumah Vina. Sementara diri wanita yang ditinggalnya segera masuk dan mempersiapkan semua kebutuhannya untuk esok hari. 

***


Jam berdentang enam kali banyaknya. Membuat wanita ini cemas menunggu sang pangerannya datang menjemput dirinya. Janji yang diucapkannya tak kunjung ditepatinya. Wanita yang berbalut sequined dress berwarna candy pink ini hanya bisa menghubunginya. Tetapi tak ada jawaban apapun yang dapat diterimanya. Tersisa waktu dua puluh menit lagi untuknya datang sebelum pesta mereka dimulai. Tiba-tiba suara klakson mobil membangunkannya dari kebosanan menunggu pangerannya. Dilihat mobil CR-Z berwarna putih didepan rumahnya. Wanita yang akan menjadi putri malam ini segera memasuki mobil sport didepannya dan melihat sang pangeran mengenakan Chinzato Suit dari merk branded berwarna hitam pekat membuat badannya terlihat lebih bidang. Membuat Vina hanya terpaku pada pintu mobil itu. 

"Maaf kakak telat jemputnya Vin.." Kata Pangeran itu memandang wanita itu dengan pandangan terheran-heran.

"Vina, kamu kenapa? Sakit lagi?" Kalimat ini menyadarkan dirinya. 

"Gapapa kak.." Kata wanita ini.

Ban mobil berputar sangat cepat menyusuri jalanan ibu kota yang padat. Setelah beberapa waktu kemudian mereka tiba di Gedung Arsip Nasional RI. Bukan bangunan gedung yang berarsitektur Belanda yang mereka gunakan, melainkan taman yang ada di belakang bangunan tua itu. Memang sangat cantik untuk dijadikan prom night.  Vina dan Emir sangat menikmati malam yang penuh bintang-bintang indah. Mungkin ini akan menjadi malam terakhir untuk mereka, sebelum Emir harus meninggalkan dari SMA-nya. Mereka berdua melupakan semua beban yang ada didalam pikiran mereka. Sampai lelaki ini lupa dengan taruhan-nya dengan Dio. Tak lama setelah mereka menikmati hidangan yang berjejer rapih, Emir ditarik paksa menjauhi Vina. Wanita ini tak menyadarinya sama sekali, dia berpikir pangerannya hanya pergi untuk sementara.


"Ehem.." Beberapa lelaki ber-jas rapih mengelilinginya. Emir tak bisa melihat wajah mereka yang menggunakan topeng. 

"Janji itu gak boleh diingkari kan ya?" lanjutnya. Lelaki yang lain mengangguk. 


"Siapa lo? Gak usah pake basa basi! Lo Dio kan? Apa taruan lo biar gue jalanin sekarang!" Kata Emir dengan suara lantang.


"Lo bakal ngelakuin sama seperti apa yang pernah lo bilang!" Bentak Dio. 


"Apa? Gue gak ngerti maksud lo."


"Lo bilang ke pacar lo, Vina. Kalo lo nembak gara-gara kalah taruhan! Sekarang! Nanti gue bakal nyediain waktu buat lo dan Vina di stage!"

Deg--

'Apa? Secepat itukah hubungan gue sama Vina? Gue harus jujur sama dia sekarang? Gue yang memulainya dan gue juga yang harus mengakhirinya? Membuka rahasia yang selama ini gue sembunyiin dari dia dan skarang gue harus ngomong didepan umum?! Gimana perasaan dia nanti? Hmpf. Gue salah. Gue udah salah dari awal. Sekarang gue tau, gimana perasaan Dio saat itu. Ternyata perkataan tak segampang kenyataan.'
Benak Emir berbicara.

"Dio. Gue minta maaf 'io. Gue tau perasaan lo sekarang.."

"Emir-emir.. Semua udah telat. Udah lo laksanain sana! Stage udah siap buat lo!"

Perlahan Emir melangkah mendekati stage, dipaksa oleh teman-teman lamanya sendiri. Menaiki anak tangga, satu, dua, tiga. Suasana tiba-tiba hening total, semua mata tertuju pada stage. Kali ini Emir benar-benar mati kutu, dia tak bisa melakukan apa-apa. Matanya sayu, tak seperti Emir yang biasa Vina kenal.

"Kak Emir..? Ngapain disitu?" Tanya Vina yang benar-benar polos. Wanita ini hanya bisa melihat dari kejuhan. Sementara Emir masih membisu.

"Gak. Gue gak bisa! Lo boleh ngelakuin gue apa aja! Kecuali ini!" teriak Emir yang terdengar di soundsystem. 

"Dio.. Gue rela, lo suruh gue berdiri ditengah badai. Gue rela,  lo nyuruh gue berdiri di tengah padang pasir. Gue, Gue rela! Asal.. Asal gue gak ngelakuin hal sebodoh ini.." Suara Emir kembali mendengung ditaman, didengar seluruh murid-murid dan guru. 

Vina tetap tak mengerti apapun juga. Tanpa sepengetahuannya, terbentuk sebuah sungai kecil dipipi, jantungnya seakan berhenti, napasnya tak terkendali. Terdengung di telinganya..

"Vina.. Aku memang bodoh. Maaf vin.. Aku harus jujur sama kamu.. Kalau.. Sejujurnya, aku.." kalimat itu terus berjalan tanpa Vina dengar. 

Setelah Emir menyelesaikan kalimat terakhirrnya terdengar suara belak tawa yang keras ditempat itu. Semua ini tertuju pada mereka berdua. Tawa itu masih mendengung di telinga Vina, kalimat Emir seakan-akan menyayat-nyayat jantungnya. Sakit. Kalimat itu masih berputar-putar dikepalanya. Memaksa wanita ini untuk keluar dari tempat yang penuh akan tawa. Berlari secepat kilat menjauhi tawa itu. Berlari tanpa arah. Kelihatannya lucu, seorang wanita mengenakan gaun cantik harus berlari ditengah kerumunan orang banyak  ditepi jalan raya. 

"Apa maunya kak Emir? Dia cuma mau mainin aku? Atau apa? Puas dia bikin malu aku? Dilihat orang banyak. Kacau. Semua Kacau. Kak Emir jahat!" Vina berbicara di dalam hatinya. 

Hujan memaksa wanita ini untuk berhenti berlari. Air turun dengan derasnya, sederas sungai yang mengalir dipipinya. Duduk seorang dibangku kayu yang sudah lapuk, menunggu suatu keajaiban yang akan terjadi, menunggu pangerannya akan menjemputnya ditempat ini dan saat ini juga. Tapi ia tak kunjung datang. 

"Kamu bodoh Vin..  kenapa dari awal kamu harus percaya dengannya? Dia memang laki-laki tak bisa dipercaya. Disaat seperti ini saja dia tak datang menjemputmu Vin.. Aku menyesal telah turuti semua kemauannya."

Malam pun tiba, awan tetap tak mau berhenti menjatuhkan bulir-bulir air hujan. Tak ada satupun orang yang mau mendekati wanita yang sudah basah kuyup, kulitnya tak mampu lagi untuk menahan dinginnya malam yang tak pernah terbayangkan olehnya. Seperti mimpi buruk yang datang kurang tepat pada waktunya. Sekarang? Apa yang harus diperbuat oleh gadis ini? Ia tak tahu arah jalan pulang, ia juga salah, kenapa ia harus berlari tanpa arah sekencang mungkin saat ia tak tahu daerah tempatnya berlari?

"No one cares how I feel! And now.  I JUST WANT TO FEEL THAT I'M IMPORTANT TO SOMEONE!!" Teriak Vina membelah dinginnya udara. Ia menutup wajah yang cantik itu dengan kedua telapak tangannya. Tiba-tiba berubah hangat. Kehangatan yang sangat merubah suasana malam ini. Tangan dan seluruh badannya seketika tak bisa digerakkan sama sekali. Ia pun segera membuka matanya. 

"Kenapa?"

"Kak?!" 

"Aku hanya ingin menghangatkanmu.."

"Udah cukup kak! Kakak dan teman-teman kakak berhasil  buat Vina malu didepan semua orang! Apa lagi mau kakak?!" Kata Vina sambil menyingkirkan tubuh Emir yang memeluknya hingga  membuat Vina terasa terganggu.

"Vin, bukan itu maksudku.." 

"Kak, kita put.."

"Vina beri aku waktu satu menit untuk menjelaskannya.."

"Cepat kak. Aku tak punya banyak waktu!" Kata Vina. Emir hanya terdiam. Tak tahu harus memulai dari mana.

"Satu, dua, tiga, empat, lima, enam.." Hitung gadis itu.

"okey aku akan ceritakan semua. Awalnya memang kesalahanku. Aku mau mengikuti taruhan itu. Awalnya aku juga tak yakin akan mendapatkanmu, Vina. Kamu itu sosok orang yang sibuk. Sangat berbeda denganku. Tapi setelah beberapa hari aku mencoba, aku serasa tak dianggap sebelah mata. Aku tahu itu, saat kamu mau menerima aku. Mulai saat itu, aku tak menyalahi diriku lagi. Aku pikir ini jalan yang tepat, ini bukan sekedar taruhan biasa. Aku Serius. Buktinya.. Aku masih setia disini! Disebelah kamu!" Kata Emir dengan yakinnya, ia memberikan semyum yang sangat manis lebih manis dari apapun. 

"I hope you know, how important you are for me.." 

Sebuah kalimat manis pun keluar dari bibir Emir. Membuat Vina jatuh dalam pelukannya untuk ke dua kali. Kalimat yang mengakhiri indah-nya malam ini. Malam yang tak pernah terbayang oleh Vina dan laki-laki yang bernama, Emir.


END







6 komentar:

  1. Ceritanya lucu ahaha

    BalasHapus
  2. Keren terus Lucuu sama kurang panjang:(

    BalasHapus
  3. Min... TMH-nya lanjutin dong masa cuma satu? :(((

    BalasHapus
  4. "I hope you know, how important you are.." -Emir. Huaaaahhh;')

    BalasHapus