EMIR POV
Aku sangat merindukan saat-saat seperti ini. Bisa melihatnya kembali. Seseorang yang akhirnya datang kembali dalam hidupku setelah menghilang beberapa tahun lamanya. Aku kira ia tak akan kembali, tetapi segera ku singkirkan dugaan buruk itu. Aku percaya bahwa suatu saat kami akan bertemu. Meskipun aku harus melewati beberapa tahun yang sangat berat dalam hidupku. Didepak dari keluarga besarku sendiri, lontang lantung dijalan, mencari uang sendiri untuk gelar sarjanaku, untuk hidupku dan untuk apapun yang aku butuhkan, aku mencarinya sendiri.
Dan saat masa kejayaanku kembali, ia datang tanpa ku rencanakan sebelumnya. Sungguh indah bukan? Kerja kerasku selama ini tak akan sia-sia. Mungkin ini cara Tuhan mempersatukan kami kembali. Ia sudah menjadi wanita yang angun dan dewasa. Aku pikir menjadi seorang arsitek wanita adalah hal yang membanggakan.
Tapi bukan suatu kebetulan kami dapat bertemu, dan aku tak tahu pertemuan ini adalah keberuntungan atau kesialan saat ku mengetahui bahwa ia sudah memiliki tunangan. Musuhku sendiri.
Karna terbawa emosi mungkin, dulu aku berencana untuk membebani Cat dengan membangun rumah didekat hotel. Tapi rasa sayangku ke wanita itu menghancurkan niat burukku. Aku terlalu menyayanginya dan merindukannya. Melihatnya pagi tadi saat kami berada dipesawat membuat aku merasa sangat bersalah kepadanya. Aku yakin ia tak makan secara teratur beberapa hari belakangan ini, bisa terlihat betapa pucat wajahnya dan aku melihat lenkungan berwarna hitam dibawah matanya yang aku pikir itu efek dari niat jahatku itu. Dan sejak saat itu, hilang sudah niat bejatku.
Meskipun rencana untuk membebani Cat sudah luntur sepenuhnya, namun aku tidak akan membatalkan pembangunan rumah tersebut, karna dengan itu aku mempunyai kesempatan untuk lebih dekat dengannya.
Aku tak tahu apa yang akan terjadi kedepan, aku juga tak mengetahui apa yang harus kulalukan. Mengingat prilakunya terhadapku seolah-olah kami baru saling kenal beberapa hari lalu. Sikapnya yang dingin dan acuh terhadapku membuatku harus bersabar menunggu Cat yang dulu kembali.
Mungkinkah ini yang dinamakan karma? Sempat aku berpikir seperti itu, karena dulu aku sempat menyia-nyiakannya saat awal pertemuan kami.
Dilain sisi, aku sangat menyukai saat aku menggodanya dan muncul semburat kemerahan dipipinya, dia menjadi sangat lucu saat itu. Dan ketika ia mulai mengoceh karena sikapku, saat itu aku merasa Cat yang dulu ku kenal sudah kembali.
Satu lagi, aku mulai menyukai saat ia memanggilku dengan sebutan diktator. Entah mengapa.. Mungkin karena baru dia bawahanku yang pertama kalinya menyebutku denan panggilan diktator didepan bossnya sendiri.
"HEY!"
Aku sedikit terkejut mendengar gadis itu berteriak tepat ditelingaku.
"Kenapa kau melihatku seperti itu?! Kau tidak berniat menenggelamkanku kelaut bukan?!!" Katanya dengan suara meninggi diakhir kalimat dan dengan aksen cemprengnya.
Aku terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri, sehingga ku lupa, dia ada disini..
"Apa yang kau bilang tadi?" Tanyaku berusaha setenang mungkin, menahan tangan ini supaya tak menyentuh dan merapikan rambutnya yang terkena angin malam di pantai ini. Hati dan pikiranku kadang tak berjalan sempurna jika berada didepannya.
"JADI DARI TADI KAMU TIDAK MENDENGARKAN AKU BERBICARA?! Sudahlah percuma aku ngomong sama batu!" Katanya dengan penuh emosi dan detik berikutnya ia telah berbalik badan dan berjalan dengan kaki dihentakan ke pasir.
Dengan refleks yang entah datang dari mana tanganku langsun mencengkram pegelangan tangannya yang mungil itu dan membalikkan tubuhnya yang kini menghadapku seutuhnya dan dari jarak yang sedekat ini hidungku mampu mencium aroma parfume yang yang terkesan manis dan feminim.
"Aku banyak pikiran," Kataku dengan suara lembut. "Maaf,"
Dan kata itu akhirnya keluar dari mulutku. Entah sudah berapa bulan mungkin beberapa tahun aku sudah tak pernah menggukanakan kata itu dalam hidupku. Karna menurutku, saat aku mengatakan kata itu aku merasa diriku ini sangat rendah dan lemah. Dan kini aku mengucapkan itu didepan anak buahku. Anak buah yang paling ku.. Sayang?
Apakah rasa ini boleh datang kembali? Argh! Aku memikirkannya lagi!
"Ehm, tanganku sedikit sakit," Katanya sontak membuatku melepaskan tangannya.
Pipinya merona dan dalam keadaan yang gelap ini aku bisa melihat pipinya berubah menjadi merah.
"Maaf,"
Sial, aku kembali mengucapkan kata itu didepannya.
Kini dia berjalan melewatiku, tanpa harusku suruh kaki ini sudah menyusul Cat dan berjalan disebelahnya yang sesekali menendang-nendang butiran pasir dikaki kami.
"Apa yang kau pikiran?" Katanya dengan penuh,
"Banyak.. Mungkin pekerjaan," Bohongku.
Mana mungkin aku harus mengakui bahwa sedari tadi aku memikirkannya? Jelas-jelas dia ada didepanku sedari tadi dan aku hanya bisa bergulat tidak menentu dengan batinku sendiri.
Mana mungkin aku harus mengakui bahwa sedari tadi aku memikirkannya? Jelas-jelas dia ada didepanku sedari tadi dan aku hanya bisa bergulat tidak menentu dengan batinku sendiri.
"Apa ada hubungannya dengan hotel atau dengan rumahmu?"
Aku segera menggeleng cepat, aku tidak mau merusak momen langka ini dengan masalah pekerjaan yang sebenarnya ada benarnya kata-kata Cat barusan. Karna sore tadi aku baru mendapatkan beberapa masalah dengan pembangunan hotel tersebut. Namun sudah ku suruh para bawahan ku untuk menyelesaikannya.
"Lalu?" Tanyanya lagi, sepertinya ia sudah sangat penasaran apa yang aku pikirkan sedari tadi..
"Bukan apa-apa," Aku tak tahu harus berkata apa lagi, pikiranku tak bisa diajak bekerja sama untuk mencari topik.
"Hmm.. Aku boleh bertanya sesuatu?" Dia bertanya lagi dengan wajah sedikit merunduk dan beberapa helai rambutnya menutupi wajah cantiknya itu.
Aku memandangnya dan mengisyaratkan supaya ia melanjutkan pertanyaannya dengan alisku.
Kini seluruh kesadaranku tertuju pada pertanyaan cat yang belum ia lanjutkan.
"Maksudmu?" Tepat sekali.
"Yang aku tahu, kamu tinggal dibelakang rumahku dan aku tak pernah melihat keluarga mu?" Lanjutnya yang tetap berjalan secara perlahan disampingku.
Baiklah, aku tidak mau merusak malam ini. Mungkin setidaknya, ia bisa menjadi teman berceritaku untuk malam ini.Hah, Teman.
"Waktu itu ayah dan ibuku sedang di New York, mengurus pekerjaan yang aku tak tahu apa,"
"apakah itu yang membuatku seperti ini?" Tanyanya lagi.
Mata almond itu melihatku dengan penuh perhatian, membuat hatiku menghangat dan saat itulah aku meraskan seseorang yang dulu menghilang kini benar-benar kembali..
"semenjak kau pergi, aku menjadi kacau. Kau tahu, aku hampir tidak naik kelas karena mu."
Cat menatapku dengan tatapan tidak percaya.
"Lalu dengan paksaan aku dimasukan disekolah bisnis yang tak pernah terbayangkan olehku. Dengan keadaanku yang terpuruk seperti itu, sudah jelas bukan apa hasilnya?"
Dia mengangguk.
Aku menghirup dinginnya suasana malam ini. Sungguh berat mengingat-ingat masalalu yang satu ini.
"Lalu beberapa bulan kemudian, perusahaan ayah bangkrut. Ayah terkena hutang dan dia stroke. Sebagai anak tunggal aku harus mengambil alih perusahaan sialan itu. Bukannya membaik, malah makin parah."
"lalu bagaimana bisa kau mendirikan MHR, Inc. Ini?" Tanya Cat dengan tidak sabar.
"Oh maaf, lanjutkan.." Katanya raut wajah bersalah.
"Lalu akhirnya aku tahu, kebangkrutan ini direncanakan oleh Subianto Group. Milik ayah Bianca. Kau ingat?"
"Bianca? Sepertinya aku-- OH! Teman SMA kita bukan?" Cat balik bertanya kepadaku.
"Ya,"
"Bukannya dia mengagumimu, huh?" Matanya memincing kearahku.
Aku mengangguk. "Aku harus menikah dengannya, baru setelah itu hutang dianggap lunas. Tapi aku menolaknya mentah mentah."
"Kenapa kau menolaknya?!"
Karena aku menunggumu, bodoh!
"Kamu selalu memotong ceritaku ya?" Akhirnya aku berbicara dengan raut wajah yang pura-pura kesal.
Dia menunduk dan meminta maaf lagi.
"Aku keluar dari rumah. Beberapa minggu kemudian, aku melihat di koran Subianto Group ditutup karena kasus korupsi yang mengikut sertakan dirut itu sendiri. Ayah Bianca. Karma berlaku." Aku tersenyum getir mengingat-ingat hal gila seperti itu dalam dunia perbisnisan.
"Sejak saat itu aku namaku dicoret dari keluarga besar. Aku tak peduli lagi apa yang dikatakan orang ataupun keluargaku sendiri. Karna ku pikir mereka bukanlah sosok yang bisa dinamakan keluarga."
"Ya.." Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya. "Yang aku dengar ayahku kembali memegang kuasa perusahaan sialan itu, sepertinya keadaannya membaik. Keluargaku entahlah. Aku sudah tidak mempunyai keluarga lagi.. Soal Bianca, ya dia masih mengejarku. Perusahaannya benar-benar hancur setelah kedua orang tuanya akhirnya meninggal dalam kecelakaan saat mereka mencoba kabur dari polisi. Dia kini mengemis pada ibuku."
"Apa maksudmu mengemis?"
"Seluruh kebutuhan hidup Bianca ditanggung oleh ibuku, memang wanita itu tak tahu diri."
Cat hanya mengangguk. Entah apa yang ia pikirkan. Sepertinya malam ini akan menjadi malam yang sangat panjang..
"Jadi, MHR, Inc ini bukan bagian dari perusahaan milik ayahmu?"
Kini au mengangguk kecil.
"Menutmu, apakah ini adalah ending dari hidupku?" Tanyaku yang sangat penasaran akan jawabannya
Dia masih tetap diam sesekali menendangi kerang kecil yang berada dikakinya.
"Mengapa kau bisa mengetahuinya,"
Kagum.
Satu kata yang cukup mendeskripsikn apa yang telah ku dengar. Namun aku sedikit penasaran dengan kata 'orang yang mencintai kita'.
"Mengapa harus dengan orang yang mencintai kita? Mengapa tidak dengan orang yang kita cintai?"
"karena itu terlalu egois, memikirkan diri sendiri tanpa tidak memikirkan perasaan orang lain. "
egois.
Baiklah. Aku kui dia sangat terkesan dewasa dan bijak sana saat mengatakan hal ini
Dia masih menghadapkan kepada kepada pasir yang berada dikakinya. Kami masih berjalan perlahan entah kemana dan aku tak tahu apa area ini sudah melewati batas milik penginapan atau belum.
"Apakah kau sudah menemukan endingmu?" Tanyaku.
"Be-belum, hidupku masih panjang.."
"Benarkah?"
Dan setelah itu Cat tidak menjawab pertanyaanku yang sebenarnya menuntut penjelasan, namun ku urungkan niat karena aku melihat air muka yang memancarkan kesedihan didalamnya. Saat ini dia terlihat sangat lemah dan rapuh, ingin sekali aku mendekapnya dan membiarkan ia meangis dalam pelukanku.
Namun, aku masih ragu..
Apakah dia akan menerimaku kembali atau tidak..
***
CAT POV
Aku telah menemukan sosok yang hilang itu kembali.
Aku baru mengetahui dibalik sosoknya yang dingin dan aku melihat seperti ada tembok yang besar menutupi dirinya dari dunia luar, ternyata ia mempunyai pengalaman hidup yang seperti itu.
Tak ada yang tahu bahwa ia pernah dikeluarkan dari keluarga besarnya bukan? Suaranya yang terdengar tegar saat ia bercerita, namun wajahnya dan bibirnya dan terkadang tersenyum kecut itu berbicara lain.
"Apakah kau sudah menemukan endingmu?" Tanya Emir.
Endingku? Entahlah.
Semenjak aku bertemu dengamu lagi, aku merasa perjalanan hidupku yang baru, akan dimulai.
"Be-belum, hidupku masih panjang.." Kataku
Dan Emir bertanya lagi "Benarkah?"
Ya, aku kira dengan menjadi seorang arsitektur dan bertemu dengan Raskal, adalah ending dari hidupku. Namun, Tuhan berkata lain. Aku dipertemukan kembali olehmu, dan membuat seluruh kenangan dan memori itu mengguap kepermukaan setelah aku memendamnya lama. Sangat lama sampai aku melupakan bagaimana caranya mencintai dengan hati yang tulus.
"Jadi.." Emir mengeluarkan kata itu dengan mengantung, seperti memikirkan sesuatu. "Kemana saja kau pergi?"
Sepertinya, saat ini adalah waktu yang tepat untuk mengungkapkan segala ceritaku yang sudah aku pendam.
"Aku pergi ke London." Balasku. "Tak jauh berbeda dari ceritamu, aku akhirnya keluar dari keluargaku. Hidup di Melbourne dengan persetujuan keluargaku. Akhirnya aku menemukan Andrew, Raven dan Dinda. Karena kami sama-sama orang Indonesia kami pun memutuskan untuk membuat semacam biro arsitek dan hingga sekarang,"
"Seingatku orang tua mu memiliki perusahaan yang mendunia bukan?"
Aku mengangguk. "Ya, sekarang perusahaan itu dipegang Kak Natan yang sudah jelas menyukai dunia bisnis seperti itu, setelah ayah meninggal beberapa hari semenjak kepindahanku ke Melbourne."
"Sakit?"
Aku mengangguk lagi, "Sakit paru-paru"
Kini Emir mengangguk. "Turut berduka,"
Aku hanya bisa tersenyum pahit, teringat bagaimana kerasnya Papa dulu menyeretku hingga di London. Orang tua yang keras kepala memang.
"Lalu, bagaimana kau bertemu dengan-- Raskal?"
"Ya seperti pasangan lainnya. Bertemu, berkenalan, menjadi dekat, lalu melamarku, dan entahlah. Aku masih fokus dengan pekerjaanku dulu.."
"Kalian, bertemu di Melbourne?"
"Hmm, ya kami satu universitas dulu. Hidupku menjadi sedikit lebih terang sejak-- perpisahan kita,"
"Apa kau mencintainya?"
Dan ini pertanyaan yang selalu aku hindarkan dari seluruh topik yang membahas antara hubunganku dengan Raskal. Aku tak tahu harus menjawab seperti apa, aku tak tahu bagaimana sebenarnya perasaan ini, aku tak tahu kemana hati ini akan berlabuh. Karena sejak bertemu denganmu, aku sudah merasa nyaman meskipun aku tak bertemu dengamu bertahun-tahun lamanya. Rasa nyaman yang sudah bermakuflase menjadi rasa sayang? Entahlah,
Apa dia merasakan apa yang aku rasakan?
"Sebaiknya kita kembali, udara semakin dingin.." Kata Emir pada akhirnya.
Aku yakin, dia pun tahu jawabannya tanpa perlu aku menjawab.
Aku hanya mengangguk dan membiarkan dia merangkul pundakku dengan protektif hingga mengantarku ke depan penginapanku yang terlihat sangat gelap gulita.
***
Jangan Lupa comment ya guys! :) Isinya bisa tentang:
-Isi hati kamu
-Kritik/saran
-Pesan/kesan
-Atau yang lain juga boleh
Maaf jika terjadi salah kata ya:)
Maaf juga lama banget gak di update
Tapi juli ini diusahain selesai:D
Thanks For Reading!
Lanjut minnn😂
BalasHapusOmg yeay masih lanjuuut. Kirain gak bakal dilanjut lg min haha. Lanjut lagiiiiii😭😭😭😭😭😭😭
BalasHapus