Catharine POV
iPhone, check. Dompet, check. Notebook, check. Berkas, check. Outfit? Perfect.
Aku melangkah pasti keluar dari hotel dan langsung bertemu dengan teman kuliah hingga merangkap menjadi karib perjuangan membuat biro yang sudah mendunia, Dinda namanya. Tubuhnya yang berisi dan otak cerdas membuat ia dikagumi banyak karyawanku.
"Cat, Siap? Pertemuan ada di Ritz Hotel. Lumayan macet,"
Aku mengendus, "Huh, Jakarta."
Setibanya di hotel berbintang yang kami tuju, dan memasuki ruang pertemuan yang sudah ramai. Aku, Dinda, Andrew, dan Raven. Kami tergabung dalam crew biro arsitektur yang terbentuk saat kami kuliah dulu hingga saat ini biro kami sudah mendunia.
"Selamat datang dalam acara pemilihan biro arsitek yang akan membuat Hotel berbintang lima di daerah Lombok. Langsung saja presentator pertama dimulai dari ART+ waktu dan tempat saya persilahkan."
Aku mengambil napas panjang dan melangkah menuju panggung bersama crew terbaikku. Terlihat dibarisan paling depan berjejer para petinggi Ritz Hotel yang akan membuka cabang di Lombok.
***
Malam yang panjang ini aku habiskan didalam sebuah club malam dijantung ibu kota. Yang jelas, aku tak sendiri. Aku bersama Dinda, Raven dan Andrew merayakan kemenangan kami memenangkan tender Hotel Ritz tadi siang dan kami, crew ART+ langsung bertolak ketempat ini. Bersenang-senang untuk beberapa waktu sebelum rapat bersama petinggi dan pemilik hotel tersebut malam esok.
Aku hanya meneguk segelas bir Tidak lebih. Aku tidak terlalu suka dengan dunia malam, melihat orang menari tanpa arah, meneguk menuman yang dapat menyegarkan pikiran, mendengarkan musik yang merusak gendang telingaku secara perlahan.
Ponselku bergetar didalam tas, segera aku meraihnya.
Raskal is Calling.
Oh no.
Aku memandang Dinda dengan tatapan memelas dan menunjukkan layar telpon. Ia menatapku cemas.
"Kayaknya kita harus pulang sebelum tunangan lo meledak-ledak deh." Kata Dinda kepada Andrew dan Revan.
Dalam perjalanan pulang aku mencoba mendial Raskal, yang notabene tunanganku sejak beberapa hari lalu. Aku memandangi cincin yang bertengger di jari manisku. Miris yang aku rasakan setiap melihat benda ini, entah bagai mana rasanya. Yang pasti aku merasa sangat membohongi perasaanku sendiri dan perasaan banyak orang.
Aku jahat, jahat sekali.
Membiarkan seseorang yang menyayangi kita dengan tulus tetapi harus dibalas dengan formalitas yang selama ini aku berikan.
"Cat! Kenapa handphone mu tidak mengangkat panggilanku? Kau dimana? Bagaimana acara hari ini? Apa hasilnya? Aku, merindukanmu.."
"Selamat Malam tuan muda Arkananta, maaf sebelumnya sedari tadi aku mensilent handphone, sekarang aku sedang berada dijalan menuju hotel, hari ini baik, dan crewku diterima. Trimakasih tuan sudah merindukanku,"
"Are you kidding me? Selamat! Kita akan merayakan pesta setelah kau kembali! Hey, apa kau tidak merindukanku?" Godanya namun dapat membuat pikiranku melayang jauh.
"Cat? Okey. Sepertinya kau terlalu lelah. sudah menunjukan pukul 3pagi disini. Jaga kesejatanmu Cat, i miss you."
Aku membeku mendengarnya dan menutup panggilan secara sepihak.
Ini terasa begitu berat.
Meskipun aku sudah melupakan segala sesuatu menyangkutnya, lalu menemukan banyak teman, berpindah tempat tinggal. tetapi hatiku tak berpindah darinya. sial.
Aku melepas cincin itu dan memasukannya ke dalam dompet.
***
Ruang pertemuan restaurant ini begitu megah dengan sentuhan gramour yang kental. Suara alunan musik klasik terdengar hingga plosok ruangan.
Ya cukuplah standar untuk ukuran kelas dunia.
Bukan tanpa alasan aku berada direstaurant in bersama teman-teman. Ya Crew ART+. Kami menunggu datangnya petinggi dan pemilik Ritz Hotel untuk membicarakan pembangunan hotel tersebut.
Satu menit lagi menunjukan pukul 8. Makan malam dan rapat akan dimulai namun belum telihat tanda-tanda seorang yang aku dengar boss-boss besar Ritz Hotel yang masih muda dan mapan itu akan datang.
Hah, pasti molor.
Namun saat jam dinding berdetak menunjukan pukul 8 tepat pintu ruangan ini terbuka dan semua orang yang berada diruangan ini berdiri dan menghadap ke arah pintu tersebut. Aku pun ikut berdiri.
***
EMIR POV
"Nak, sampai kapan kamu akan seperti ini?" Tanya Ranti.
"Tak usah mengganggu hidup saya." Balasku ketus.
"Ta-tapi ibu tak bisa melihatmu begini terus nak, kau menjadi gila akan pekerjaan, kau tak memikirkan kami.. kau tidak memikirkan hidupmu.."
"Kalau anda hanya inggin membicarakan hal tak penting seperti itu, cepatlah angkat kaki anda dari kantor say."
Tiba-tiba pintu terbuka dan masuklah seorang wanita cantik dengan tubuh yang sangat berisi dan ia bersalaman dengan Ranti lalu ia duduk diantara kami.
"Apa yang kalian lakukan disini? Mengintimidasiku? Memaksaku untuk menikahi wanita ini?"
"Nak, bisakah--"
"Tidak bisa. Cepat kalian keluar."
"EMIR! Tak bisa kah kau sopan terhadap ibumu!" Kata Wanita itu dengan sedikit menjerit.
"Hah, bagaimana keada kedua orang tua mu nyonya Anindita Bianca Subianto? Kau meninggalan mereka saat perusahaan mereka hancur, benar? Dan kau mendekati ibuku supaya aku menikah denganmu tanpa cinta? Dan kabar paling baik, kau akan mendapat semua harta kekayaan ku dengan begitu mudah.."
PLAK.
Satu tamparan keras mendarat dipipi Emir.
Aku tertawa renyah.
"Begitu mudah membuka kedok kalian."
"Nak, ibu harap ini yang terakhir kalinya kau berucap seperi itu--"
"Maaf waktu habis nyonya. Silahkan keluar. Anda tahu pintu keluar, kan?"
Ranti pun berdiri dari kursi dab aku menatapnya tajam.
"Kenapa anda masih disini Nyonya Muda Bianca? Ini sudah larut malam, apakah kau tidak memiliiki perkerjaan yang menunggumu?"
PLAK.
satu tamparan lagi mendarat pada pipi yang sama.
"Cepatlah pergi. Sebelum aku bertindak lebih." Kataku semakin ketus dan dingin secara bersamaan.
Bianca berdiri dan membuka pintu besar didepanku hendak keluar dari ruanganku.
"Bisakah kau melupakan masalalu dan cobalah menata masa depanmu Boss Besar. Wanita itu sudah hilang lenyap ditelah bumi. Percuma saja kau menunggunya.."
Akhirnya ia hilang juga dari hadapanku dan keheningan menyelimuti ruangan ini.
Bunyi interkom terdengar. Dari sekertarisku.
"Selamat malam Tuan, Tiga puluh menit lagi akan ada pertemuan untuk membahas pembangunan hotel di Lombok. Supir anda sudah menuju dilobby Tuan."
"Baik, trimakasih Sarah. Dan ohya, apa kau liat dua orang wanita yang baru keluar dari ruanganku?"
"Lihat tuan, ada apa?"
"Bilang kepada seluruh staff dikantor ini supaya tidak memperbolehkan mereka menemuiku."
"Baik tuan."
Cklek.
Gagang telpon aku taruh dengan kasar dan beranjak dari kursi setelah aku mengambil kacamata hitamku. Aku yakin bekas tamparan itu menimbulkan bercak merah.
***
Segerombolan pria berjas hitam memasuki ruangan ini dan diakhir rombongan ada seseorang laki-laki dengan kacamata hitam dengan jas hitamnya yang terlihat sangat mahal meduduki kursi paling tengah. Saat ia duduk semua orang pun ikut suduk. Tak terkeculi aku.
wow, siapa dia?
"Baik, mari kami mulai acara rapat sekaligus makan malam ini," Ucap seorang Bapak yang lumayan tua. "Untuk mempersingkat acara mari silahkan dimulai dari ART+ mempresentasikan karyanya.."
Aku, Dinda, Raven dan Andrew dengan percaya diri berdiri untuk maju ke depan dan mempresentasikan apa yang telah kamu siapkan berbulan-bulan lamanya ini.
"Sekian presentasi dari kami.. Trimaka-"
Belum sempat aku menyelesaikan ucapkan trimakasihku, seseorang mengacungkan tangan. Dan ternyata pria berkacamata itu.
"Apa anda yakin dengan desain anda yang seperti itu pengunjung akan datang? Bukankah pembangunan selesai sekitar setaun dua tahun, apa kalian yakin desain itu tidak akan terkesan.. Tua?"
Aku memandang kearah Dinda yang terlihat dilecehkan. Aku merasa bersalah. Karena Aku ketua dari crew ini dan aku akan sangat kecewa dengan diriku sendiri apabila kontrak ini batal.
"Apa biaya yang dianggarkan tidak akan bertambah dengan peningkatan nilai dollar dengan rupiah?" Tanyanya lagi sebelum aku menemukan jawaban dari pertanyaan yang sebelumnya.
"Apa kalian tahu hotel ini akan dibangun sebagai hotel terbaik di Lombok dengan segala fasilitas yang ada?"
Kami masih mematung ditempat. Aku rasa setelah ini hidupku akan tamat.
"Bagaimana bisa terdapat kolam renang yang begitu dekat dengan jalan raya? Mengapa tidak didekat pantai? Melihat pemandangan sunset lebih baik bukan dari pada menjadi tontonan publik?"
Dia mengucapkannya dengan penuh pebekanan disetiap katanya.
"Apa anda sudah memikirkannya, Nyonya Catharine- dan kawan-kawan.." Lanjutnya dengan begitu dingin.
Suasana menjadi senyap. Bibirku menjadi kelu saat dia menyebut nama lengkapku. Otakku pun tak bisa bekerja dan entah mengapa Andrew tak mengeluarkan sepatah katapun. Biasanya dia selalu dapat menyanggah pertanyaan oara klien.
"Baiklah, saya tidak mempunyai waktu untuk menunggu kalian berbicara." Katanya seraya bangkit dari kursinya dan berjalan menuju pintu keluar seraya diikuti para pria berjas hitam sepertinya. "Saya tunggu pada pertemuan selanjutnya. Selamat malam."
Dan lenyaplah sudah pria angkuh itu dari pandanganku. Dengan gusar aku membanting tubuhku ke tempat duduk dan pada akhirnya hanya tersisa aku, Dinda Raven dan Andrew ditempat ini.
Aku memijat pelipisku yang terasa sangat pusing.
"Bagaimana?" Tanya Raven.
"Sebaiknya kita kembali ke hotel. Besok kita omongkan kembali.." Ucapku lemas dan setelah ini kami beranjak menuju hotel yang cukup jauh dari tempat ini.
***
EMIR POV
Aku mengerang frustasi didalam apartemen. Setelah menghadiri pertemuan itu semua menjadi kacau, pikiranku kacau.
Aku tak mempercayai bahwa aku menemuinya kembali, teman lama.
Hah. Teman.
Aku kembali mengendus kasar. Diambilnya sebuah berkas yang tersusun rapih. Membukanya dan menampilkan profil Cat dari suruhannya.
Aku melempar kertasnya saat menemukan status yang disandang gadis itu bertunangan dengan rivalnya. Raskal. Sebagai Direktur Utama Arkananta Group. Ya meskipun perusahaan itu tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan MHR Inc. Milikku. Perusahaan yangku bangun sendiri tanpa bantuan Ayah sedikit pun yang notabene saat ini menjadi sainganku. MHR Inc. yang sudah menjajah seluruh bidang, kini menjadi salah satu penguasa di dunia bisnis internasional.
Sejak kejadian itu aku berusaha mempertahankan rasa itu hingga kini aku menepati janjiku untuk menunggunya Tapi apa? Dia membohongiku.
Tak akan kubiarkan dia akan dengan lancar membangun hotel milikku.
Aku mengambil iPhone ku dan menelpon orang suruhanku.
"Bilang pada ketua ART+, buatkan rumah di Lombok tak jauh dari hotel. Aku ingin dia sendiri yang membuat rancangannya. Besok aku ingin bertemu dengannya tanpa crewnya dengan membawa rancangan yang sudah jadi. Trimakasih."
Aku menutup telpon dan tak bisa menaham bibir ini untuk tersenyum.
***
CAT POV.
Setibanya di hotel aku langsung berganti baju dan meringkuk diatas bed.
Panggilan masuk nomer tak dikenal. Aku mentautkan alis. Tengah malam seperti ini ada yang menelpon ku?
"Halo?"
"Selamat malam Ibu Cat,"
"Ya selamat malam, ada apa menelpon malam-malam?"
"Maaf sebelumnya jika menganggu, saya hanya ingin menyampaikan apa yang Tuan Muda katakan.."
Aku semakin binggung dengan perkataannya.
"Ia meminta anda merancangkan sebuah rumah di lombok tak jauh dari hotel miliknya. Besok-- Maaf maksud saya hari ini beliau ingin bertemu dengan Ibu pukul 12siang dengan membawa rancangan yang sudah jadi,"
Tunggu,
Merancang?
Rumah?
Hari ini?
Berarti Nanti siang?!
"Maaf bisa anda menjelaskan ulang kepada saya--"
"Besok anda akan dijemput dengan supir kami dihotel anda pukul 11. Trimakasih atas kerjasamanya, selamat malam."
Aku menatap layar iPhoneku sudah menggelap. Ingin rasanya aku memaki Bos Besar itu! Mau apa dia? Masalah Hotel saja belum selesai ini lagi mau nambah rumah? Dia pikir bikin rumah itu gampang?!
Aku pastikan malam ini tak ada berleha-leha diatas Kasur. Memejamkan mata saja aku yakin tak ada waktu. Dengan beberapa detik aku sudah berada didepan laptop dan membuka aplikasi desain.
Tiba-tiba saja seluruh ideku dan kreatifitasku hilang. Rumah macam apa yang ia inginkan? Seberapa luas bangunannya? Seperti apa lahannya?
ARGH.
***
Aku merasakan seluruh ototku tak bisa ku gerakkan dan aku baru tersadar, semalam aku terdidur didepan laptop yang masih menyala dan saat ku nyalakan hanya terdapat gambar rumah abstrak yang tak layak untuk dipresentasikan.
Pukul 9 Pagi dan aku langsung berjalan menuju kamarmandi dan berbenah diri.
TOKTOKTOK
Bunyi suara pintu terketuk saat aku sudah mengenakan pakaian dan akan bersiap kembali merancang rumah itu.
"Cat apa kau didalam? Aku ingin mengajakmu dan teman-teman refreshing ke Mall apa kau akan ikut?"
"Maaf Dinda, hari ini aku harus menemui Boss Besar, ia ingin membangun sebuah rumah didekat hotelnya." Kataku serasa membukakan pintu untuknya.
Ia melihat penampilanku yang tak karuan Kamarku pun tak berbeda jauh.
"Sini aku kerjakan, kau berdandanlah dulu," Ia meraih laptopku.
"Tapi ia berkata--"
"Sudah cepat,"
"Baiklah, trimakasih Din. Aku berhutang padamu.."
***
Aku berjalan menuju lobby utama dengan perasaan yang campur aduk. Bayangkan saja, desain rumah belum membentuk suatu rumah, hanya ada ruang tamu dan garasi. Bagaimana nasibku nanti? Habis lah sudah.
"Selamat siang, Miss Catharine?" Kata seseorang dengan pakaian serba hitam yang aku tebak dia adalah supir yang menjemputku.
"Iya selamat siang,"
"Anda sudah ditunggu Boss besar, mari silahkan masuk.."
Aku memasuki mobil Audi hitam ini dan mobil itu pun melaju dengan kecepatan cukup tinggi. Ternyata tempat pertemuan ku dan seseorang yang biasa disebut Boss Besar itu didaerah BSD. Tempat yang paling aku jauhi. Karna setiap aku lewat didaerah itu pasti akan mengingatkanku dengan seseorang dimasa lalu.
"Silahkan Miss, tempat pertemuannya ada di restaurant itu.."
"Baik, trimakasih pak,"
Langkah kakiku menyeretku memasuki restaurant yang lumayan ramai. Aku pastikan restaurant ini lebih mewah dan megah dibanding restaurant yang kemarin.
"Selamat siang, untuk berapa orang?" Tanya seorang pelayan yang menyambut kedatanganku.
"Saya sudah ada janji--"
"Dengan Ibu Cat, benar?"
Aku mengangguk.
"Sudah ditunggu dilantai dua, mari saya antar,"
Mbak-mbak pelayan itu pun beranak menuju lantai dua dan aku mengekorinya. Kami berjalan menuju meja paling pojok yang jauh dari keramaian. Ditempat itu duduklah seorang pria berkemeja hitam serta kacamata hitam sedang duduk memandangi laptop keluaran apple tersebut.
"Silahkan,"
"Trimakasih"
Pelayan itu meninggalkan aku dan pria boss besar ini berdua. Aku duduk dengan kikuk.
"Maaf membuat Bapak menunggu,"
"Jangan memanggil aku bapak umurku tak setua itu." Ucapnya dengan dingin.
"Ma-maaf tuan,"
Ia menutup laptop tersebut dengan sedikit keras dan membuatku takut.
"Mana desain rumah yangku minta?"
Dengan rasa takut yang menyelimutiku, aku mengambil laptop yang ada ditas ranselku dan membukanya. Aku menyiapkan mentalku supaya hal apapun yang terjadi tidak akan membuatku pingsan pada saatnya nanti.
"I-ini, maaf saya belum dapat menyelesaikannya.."
"Saya kira anda adalah arsitek yang profesional, percuma saja anda menjadi lulusan terbaik di universitas terbaik didunia ini kalau kinerja anda seperti ini,"
"Saya baru diberitahu tengah malam tadi--"
"Dan sekarang anda menyalahkan saya?"
Aku mematung dengan tatapan tak percaya, bahwa ia tak memberikan aku alasan atas tindakanku.
"Baiklah saya meminta maaf yang sebesar-besarnya. Bisakah saya meminta waktu--"
"Waktu saya terbatas." Tegasnya.
"Saya akan selesaikan secepatnya dan memberikan kepada anda minggu depan,"
"Dua hari lagi pembangunaan akan dimulai. Tidak ada dispensasi untuk waktu."
Sedetik kemudian ia melepaskan kacamatanya dan aku bisa melihat bola mata berwarna abu-abu dengan lingkaran hitam disekelilingnya.
Tunggu dulu,
Di-dia?
"Baik, waktu saya habis. Silahkan memesan makanan dan saya akan membayarnya."
Pria ini berdiri dan meninggalkan aku sendirian menatap kepergiannya yang cepat.
Bagaimana bisa?!
Dan aku menyadari dia, pria dingin itu adalah seseorang yang aku rindukan dan aku jauhi pada saat yang bersamaan.
Dia, berubah.
***
Jangan Lupa comment ya guys! :) Isinya bisa tentang:
-Isi hati kamu
-Kritik/saran
-Pesan/kesan
-Atau yang lain juga boleh
Maaf jika terjadi salah kata ya:)
Maaf juga lama banget gak di update
Tapi juli ini diusahain selesai:D
Thanks For Reading!
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar