Rabu, Juli 08, 2015

EmirLoveStory: "Stay, He Said" - PART 10



Jangan harap hidupku menjadi lebih baik semenjak bertemu dengannya. Tidur pagi, bangun kesiangan, makan sehari sekali, mandi itu pun kalau sempat. Mungkin tubuhku akan hancur beberapa saat lagi. 


Sudah dua hari aku melakukan pekerjaan ekstra ini dan belum selesai seutuhnya. Hidupku hanya berkutat didepan laptop. Dan.. Ohya. Aku lupa menghubungi Raskal. 



Aku mengambil iphoneku didalam tas dan mencoba mengirim pesan. 



To: Raskal



Hey boss, maaf akhir-akhir ini aku harus mengerjakan tugas. Bukan hotel sajaa kau tau, haru harus membuat rumah juga untuk



Tit//iphoneku mati dalam sekejap. 



Untuk...



Kalau aku memberitahu Raskal tentang proyek rumah ini tidak menutup kemungkinan untuk dia menyuruhku melepas proyek hotel ini. Bukan masalah uang yang aku pikirkan, tapi bagaimana dengan anggota timku yang lain. 



"Itu panggilan untuk pesawat kita!" Ujar Andrew yang membuat aku terkejut.



"Oh, siapkan tiketnya," Ucapku. 



"Ini," Balas Dinda dan kami langaung mengantri masuk menuju pesawat menuju Lombok ini. Dan saat ini lah semuanya akan terulang kembali. 



Teman-temanku sudah duduk dikursinya masing-masing, tetapi aku belum bisa menemukannya. Seorang pramugri dengan jubah biru dengan motif batik dibeberapa bagian menghampiriku. 



"Maaf, ada yang bisa dibantu?"



Aku memberikan tiketnya, "Saya kesusahan mencari tempat duduk,"



Pramugari itu mengangguk dan tersenyum kearahku, "Mari saya antar," 



Ia berjalan dikabin pesawat menjauh dari tempat duduk teman-temanku. Aku rasa aku memasuki buisness class? Siapa yang memesan tiket ini huh?



"Silahkan," 



Aku menatap pramugari itu dengan penuh tanda tanya sementara ia sudah pergi dari hadapanku. Untuk satu tiket economi class saja aku rasa sudah sangat mahal mengingat ini adalah tujuan lombok. Bagaimana dengan tempat duduk yang aku akan duduki ini?



Ah. Sudahlah. 



Akhirnya aku memutuskan untuk duduk dibagian dekat jendela karena barisan ini masih kosong. Yasudah lah. Iphone mati, tidak ada teman ngobrol, dan aku merasa tidak sepantasnya aku berada disini. Hah. Baru saja berangkat sudah seperti ini bagaimana nanti? Tinggal berapa hari saja di Lombok entah sampai kapan. Sampai semua proyek itu selesai? Sangat mungkin. Dan mungkin aku akan intensitasku bertemu dengannya akan lebih tinghi dibanding bertemu dengan Raskal.



Ha.. Raskal. 



Aku memandangi jari manisku yang hampa ini.




"Apa yang kau pikirkan nona?"



Suara bass yang sepertinya aku pernah mendengar?





Aku memalingkan wajahku. Tidak. 



"Terkejut melihatku disini?"



"Tidak." aku kembali membuang muka ke arah jendela. 



Kenapa pria ini ada disini? Argh. 



"Senang bisa bertemu denganmu lagi Nona Catharine.." Ucapya lirih. 



Aku bisa melihat ia tersenyum kearahku. 



"Saya menghargai itu, tuan."



Dan saat itu berbicara seperti itu ada raut wajah- kecewa?



Setelah take off aku memutuskan untuk membuka laptop dan kembali mengerjakan beberapa bagian yang belum terselesaikan dari pada aku harus menahan detak jantungku yang tidak bisa di kontrol saat ini. 


Aku membuka proyek rumah yang akan ku bangun untuk pria disebelahku inii. Dua lantai, dengan kolam renang dibagian belakang, taman yang luas, ruangan yang besar, kamar yang mewah da bahkan seluruh inci dari rumah ini aku desain mewah. Aku rasa ini bukan sekedar rumah tapi club house. Karena aku mendesai sebuah bar yang cukup besar. 

"Apakah itu rumah ku?" Tanya pria itu dengan sedikit mencondongkan tubuhnya kearahku dan aku balas dengan sebuah anggukan.

"Kau tidak mau mendengar pendapat dariku huh?"

Aku berhenti mengotak atik desain tersebut. 

"Desain yang saya rancang sudah mengambil desain termodern yang sudah saya cari dari berbagai buku dan melalui jejaring internet, dengan desain kelas atas dan akan menjadi hunian termegah di pulau Lombok, biaya telah dianggarkan dan tak akan ada biaya tambahan dari apa yang sudah saya angarkan, kolam renang berada di bagian belakang supaya dapat melihat-pemandangan-sunset-yang-lebih-baik-dari-pada-menjadi-tontonan-publik." Ucapku dengan penekanan diakhir kalimat.  


"Sepertinya anda sudah menjawab seluruh PR anda ya,"

Aku hanya tersenyum kecut. Dia kembali ke posisinya semula dan membuka Note nya. Sorang pramugari datang dan menawarkan minuman.


"One coffee please," Kata Emir tanpa mengalihkan pandangannya dari Note tersebut. "Kau mau apa Cat?"

Apa? Apa dia menanyakan aku? uh?


"Orange Juice,"

"And one orange juice," Katanya lagi kepada pramugari tersebut. "Thankyou,"

Emir membukakan meja kecil yang disediakan pada kursi ini dan meletakkan snack dan orange juice pesananku. 

"Thanks," Kataku yang dibalas dengan anggukan singkat.

Kenapa dia dapat bersikap seperti bunglon?! Kadang ia sangat baik, tetapi kenapa detik berikutnya ia seperti singa yang siap menerkam! Apa dia mempunyai dua kepribadian? Ah terserah. Aku tidak meu memikirkannya. 


Pesawat landing dengan mulus di landasan pacu lombok. Ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki dipulau berjuta keindahannya ini. Rencananya jika Tuhan mengizinkan, aku akan bermain di pantai entah kapan. Aku ingin melihat keindahan bawah laut disini. Iya kalau seluruh proyek ini dapatku selesaikan secepatnya.

Ting..

Lampu tanda sabuk pengaman pun mati.

"Aku duluan," Katanya sambil membuka sabuk pengaman dengan terburu-buru "Jangan sampai terlambat untuk makan malam," Lalu ia benar-benar pergi dari hadapanku.

Benar kan? Baru saja ia bersikap manis lalu sekarang sudah kembali pada sifatnya yang angkuh dan dingin itu. hmph..


Perlahan aku berdiri dari kursi business class ini dan berjalan keluar pesawat sambil menenteng ransel yang berisi laptopku, para pamugari dan pramugara dengan senyum ramah berjejer dipintu keluar pesawat ini. Aku hanya bisa membalas senyum mereka dengan sedikit kecut, setelah bertemu dengan pria itu.


“Maaf Ibu,”

Aku sedikit terkejut saat melihat seorang pramugari yang tadi menunjukan tempat duduk ku kini menepuk bahu ku sambil menyodorkan sebuah kulit hitam.

“Tas ini tertiggal dikursi sebelah anda,”

Kursi sebelahku? Emir maksudnya?

“Bukan kah itu- suami ibu?”

Aku tertegun mendengarnya. Terlihat seperti itukah kita didepan umum?

Kabin dibelakang ku sudah mulai ramai dengan para penumpang economi class tanpa menunggu lama ku ambil tas tersebut dan membawanya ke bandara. Saat mengambil bagasi, aku bertemu dengan teman-temanku.

“Kayaknya ada yang disembunyiin dari kita nih,” Kata Raven.

“Iya nih, ada yang diam-diam berduaan,” Balas Andrew.

“Hust, apaan sih kalian nih, kasian Cat gak liat apa itu muka udah gak karuan gitu!” Perkataan Dinda  membuatku tersenyum semanis mungkin. Bahkan aku hanya bisa menarik ujung bibirku sedikit.

“Ceritanya panjang, lebih baik kita bergegas ke mobil” Ucapku.

Kami pun langsung memasuki mobil Alphard yang disediakan oleh pihak perusahaan untuk mengantar kami ke sebuah penginapan. Di dalam mobil Dinda, Andrew dan Raven bersendagurau hal-hal seputar di pesawat tadi yang dianggap mereka lucu namun aku hanya bisa memandangi pantai berpasir putih yang berada diluar sana.

Aku jadi teringat apa isi tas yang hapir saja tertingal di pesawat tadi. Pastilah barang itu sangat penting. Mungkin berkas, atau buku yang tertinggal disana.. Aku membukanya perlahan dan menemukan Mac  Book Air disana lengkap dengan charger dan mouse. Ada sebuah ponsel bermerek yang sama disana! Bahkan ini keluaran terbaru  yang belum ada di Indonesia! Ditambah sebuah power bank berukuran lumayan besar dan bermerek mahal.

A-apa ini?

Sesaat kemudian aku menemukan sebuah kertas berwarna putih yang diatasnya terdapat tulisan berwarna hitam.

Aku ingin hotel dan rumahku didesain dengan peralatan yang canggih, gunakanlah ini.

“Ehem, Ehem..”

Pandanganku beralih pada mereka bertiga yang berdeham secara bersamaan dan sekarang mereka tengah melihatku dengan tatapan seakan-akan menanyakan kertas apa itu.

“Surat dari Boss” Ujarku singkat.

“Awas yang di New York marah loh..” Kata Raven.

Aku tahu itu menyinggung hubunganku dengan Raskal.

“Ceritakanlah Cat, tak baik semua masalahmu ditanggung olehmu sendiri..”

Lidahku sedikit kelu saat ingin menceritakan semua kejadian yang aku dan Emir alami. Dari awal kami bertemu hingga saat ini.. Tapi aku harus menceritakannya ini kepada partner sekaligus para sahabat terbaikku ini. Dan benar apa kata Dinda, tidak baik  semua masalah ditanggung diri sendiri.

Menit demi menit berlalu puluhan bahkan ratusan kata-kata yang menggambarkan kejadian demi kejadian yang terjadi antara aku dan Emir terucap dari bibirku. Mereka memandangku dengan tatapan tak percaya, dibalik sifatku yang kaku dan pendiam ini aku menyimpan banyak cerita seperti drama.

“Jadi apa sebenarnya masalah orang tuamu dengan Emir?” Tanya Andrew setelah aku berhasil bercerita.

“Mereka adalah orang tua yang gila akan pekerjaan, tidak pernah pulang ke rumah ku dengan Kak Natan semasa SMA dulu. Sekalinya pulang mereka menyuruhku untuk pindah ke London disaat aku mulai jatuh pada anak laki-laki itu. Aku tak tahu mereka mengenal Emir dari mana, mungkin orang suruhan mereka atau.. Kak Natan? Aku tak tahu pasti. Selama perjalanan menuju London aku selalu berpikir mencari alasan mengapa aku harus benar-benar jauh darinya. Salah satu alasan yang kuat yaitu karena aku berbeda dengannya—“

“Berbeda bagaimana?” Tanya Andrew kembali yang sudah sepenuhnya penasaran.

“etnis?” Balas Dinda yang ku rasa sudah mulai memahami alur kisahku.

Aku mengangguk lemah “Dan agama,”  

Mereka menatapku seperti pandangan kasihan.

“Bukanah itu pendapatmu Cat? Apa kau tau alasan dari kedua orang tua mu?” Raven bertanya untuk yang pertama kalinya.

“Kalian tau orang tuanya Emir mempunyai perusahaan besar berkelas dunia. Perusahaan itu adalah saingan terbesar perusahaan kedua orang tuaku. Jadi mereka sangat menentangku untuk berhubungan lagi dengannya.”

“Lalu saat ini perusahaanmu diurus oleh siapa?” Tanya Andrew yang masih penasaran.

“Kak  Natan—“

“Sudah sampai,” Ucap pak supir.

“Kita, bisa lanjutkan kapan-kapan ya,” Kataku kepada mereka yang masih menatapku menuntut untuk kembali bercerita.

Aku pun keluar dari mobil Alphard ini dan mengambil beberapa tas serta koperku dan berjalan menuju sebuah  rumah dengan kaca besar disetiap sisinya, didalam nuansa coklat mendominasi ruangan itu yang berfungsi sebagai ruangan resepsoinis.

“Selamat Sore, ada yang bisa saya bantu?” Kata sang resepsionis

“Saya dari ART+ sudah memesan kamar disini,”

“Oh MHR, Inc.?”

Ohya, ia pasti tidak menggetahui biro arsitekku. Yang ia tahu pasti perusahaan milik Emir. Sesaat kemudian ia memberikan dua buah kunci.

“Ini kuncinya, kamarnya berada diujung lorong itu.”

Aku mengangguk danberjalan kembali ke mobil untuk menjemput ketiga temanku yang masih sibuk dengan barang-barang mereka.

“Jadi dimana kamar kita? Badan ini sudah lelah seharian dalam perjalanan


Aku memandu mereka melewati lorong yang tadi ditunjuk oleh resepsionis, yang aku bayangkan adalah lorong gelap dan berujung pada sebuah ruangan kecil untuk tempat tidur kita selama beberapa bulan disini namun yang ada adalah sebuah lorong dengan dominasi kayu disana dan dinding yang terbuat dari jendela sehingga kami dapat melihat taman yang luas. Setibanya diujung lorong, kami melihat dua buah rumah bergaya pantai. Aku memberikan satu kunci kepada Andrew.

"Aku dengan Dinda eh?" Ucap Andrew yang terlihat memohon dan aku memandangnya dengan tatapan membunuh.

"kau dengan Raven. Jam 7 nanti ada makan malam dengan para petinggi itu, jangan sampai kita terlambat." Kataku.

"Semoga kita tidak dicacimaki lagi.." Kata Dinda yang terlihat sedih membuatku merasa bersalah. Karena mungkin Emir bersikap seperti itu karena ada aku. Dan mereka harus menanggung akibatnya.

"Maaf," ucapku lalu mereka langsung memandangku dengan tatapan bingung.

"Mungkin Emir bersikap seperti itu karena aku.."

"Oh sudah lah, laki-laki memang seperti itu. Apalagi menyangkut bisnis. Okey sampai jumpa nanti!" kata Raven dan membubarkan kami semua.

Mereka--Raven dan Andrew memasuki rumah itu sementara aku membantu Dinda yang agak kerepotan dengan bawaannya. Sesampainya didalam rumah tersebut, kami langsung dihadapkan pada pemandangan patai sore hari dibalik kaca besar yang terdapat pada bagian belakang rumah ini. Seperti terhipnotis aku memandangi interior rumah ini yang sangat elegan. Satu toilet, dua kamar, satu ruang televisi , pantry dan teras belakang yang langsung tembus ke pantai. Sungguh indah.


“Masih punya waktu tiga jam sebelum makan malam itu, Telpon aku jika kau sudah mandi Cat," Kata Dinda yang keluar melalui pintu belakang.

“Mau kemana kamu Din?”

“Jalan ke pantai, mau ikut?”

Aku menggeleng, banyak hal yang aku harus bereskan disini. Dinda mengangguk dan pergi meninggalkan aku yang berada di rumah ini sendiri. Satu persatu tas dan koper aku letakkan di kamarku dan memindahkan seluruh pakaian yang berada dikoper ke lemari.

Mataku menyusuri ruangan televisi ini dan aku terpaku pada sebuah kunci diatas meja TV yang menyerupai sebuah kunci mobil. Langkahku membawaku kepada kunci itu. Oh! Bahkan tidak hanya satu kunci disana, melainkan empat! 

Seketika kepalaku menjadi pening melihat empat kunci mobil dengan berbeda merek! 

Perhatianku langsung tertuju pada sebuah kertas dengan tulisan hitam disana sama seperti yang aku temukan pada tas hitam tadi. 

Lihatlah mobil dinas kalian, ada digarasi rumah ini. 

Oh Tuhan, seberapa kaya kah dia? Sehingga dia harus memberikan semua ini!

Aku keluar melalui pintu belakang yang menghadap ke pantai dan menemukan sebuah bangunan lebih kecil yang menyerupai garasi denga pintu besar yang masih tertutup berada diantara rumahku dengan rumah yang ditinggali Raven dan Andrew. 

Saat aku mendekat pintu bangunan itu otomatis terbuka ke atas dan badanku membeku seketika saat empat buah mobil mewah berwarna hitam berada didepanku saat ini. 

Ba-bagaimana bisa ada mobil dinas semewah ini? Bahkan salah satu dari mobil ini pasti incaran Raskal yang sudah ia dambakan akan membelinya. 

"WOOOOW CAT?!" 

Aku menoleh dan menemukan Raven dan Andrew sedang berteriak bersamaan saat melihat barisan mobil hitam ini. 

"BMW SEVEN SERIES!"

"MERCEDES BENZ S CLASS!!"

"AUDI A SIX!"

"DAN FERRARI...!"

Teriak Andrew dan Raven bergantian yang membuat telingaku harus ditutup karena begitu kerasnya teriakan mereka. Aku menggeleng saat melihat mereka memeluk mobil itu satu persatu.

"Apakah ini milik kita, Cat?" Tanya Raven.

Aku mengangguk "Mobil dinas selama di Lombok!"

"Kalau begini caranya aku akan memperlama pekerjaan kita di pulau ini..." Kata Andrew yang masih terpesona akan indahnya mobil tersebut.

"Aku pilih Ferrari yang ini Cat! Bisakah aku mengendarainya?" Tanya Raven.

"HEY! AKU FERRARI ITU!"

"TIDAK! Ini milikku!"

Huh, pria memang begitu..

" Dimana aku bisa mengambil kuncinya?" Tanya Raven sudah tidak sabar.

"Di dekat televisi--" Belum sempat aku menyelesaikan perkataanku mereka sudah berlari kedalam rumah ku sementara dan terdengarlah suara gaduh dari dalam sana.

Aku hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan mereka yang masih seperti anak kecil memperebutkan mainan mobil-mobilan.

"Hati-hati! Jangan lupa bersiap untuk makan malam nanti!" Kataku sedikit agak berteriak karena suara knalpot dari dua mobil yang sudah siap untuk dipacu oleh mereka. Dari dalam mobil Ferrari dan Audi mereka mengacugkan jempol dan pergi meninggalkanku. 

Mataku kembali teralih pada dua mobil mewah yang tersisa. Dan aku baru menyadari plat kedua mobil tersebut selalu diakhiri dengan huruf MHR. Ciri khas dari Emir. 

Aku kembali menuju ke dalam rumah dan bersiap menghadiri acara makam malam bersama petinggi Ritz Hotel, termasuk Boss besar yang satu itu. 


***


Jangan Lupa comment ya guys! :) Isinya bisa tentang:
-Isi hati kamu
-Kritik/saran
-Pesan/kesan
-Atau yang lain juga boleh

Maaf jika terjadi salah kata ya:)
Maaf juga lama banget gak di update
Tapi juli ini diusahain selesai:D
Thanks For Reading!

2 komentar: