Setengah jam sudah Emir duduk
tempat ini hanya dengan bermodalkan celana pendek, baju hitam tanpa
lengan dan laser merah yang kadang ia nyalakan tetap tak membuat Cat
keluar dari kamarnya.
Apa dia lupa ya? Ah mana mungkin! Dia punya
hutang tiga tiket itu!
GEDEBUK!
Emir segera berdiri melihat
situasi diseberang sana. Tawa Emir meledak sekerasnya saat melihat Cat
tersungkur ke lantai semen lotengnya. Cat melihat Emir dengan tatapan
membunuh, lalu teriakannya langsung menghentikan tawa Emir saat itu
juga.
"DIAM BODOH!"
Emir bergeming. Tanpa berpikir
panjang, dia melewati jalan kecil yang seharusnya digunakan sebagai
tembok pembatas itu untuk menyeberang ke rumah Cat. Emir langsung
mendekati Cat, sebutir demi sebutir darah jatuh dari lututunya.
Barang-barang yang ia bawa jatuh begitu saja dihadapan Emir. Ada spidol,
kertas bufalo, gunting, lem dan gliter berserakan didepannya.
"Sekarang siapa yang bodoh! Membawa barang-barang sebanyak ini ke loteng!" Kata Emir dengan tajamnya.
Cat meringis kesakitan, ia
mencengkram lengan Emir begitu Cat melihat darah yang mengalir dari
lututnya itu, faktanya dia adalah seorang phobia darah.
"MIRR! ADA DARAHH!" Kata Cat dengan histeris. "Aku... Aku, aku takut..."
Tanpa pikir panjang Emir melepas bajunya dan melilitkan kain tersebut
pada lutut kanan Cat. Darah sudah tak terlihat menetes, begitu pula
dengan rasa sakit pada lututnya, Cat tersadar saat tangannya tengah
merengkuh punggung laki-laki ini.
"BODOH!! APA YANG KAMU LAKUKAN!" Teriak Cat tepat disebelah telinga Emir dan langsung melepaskan pelukan itu.
Emir yang mendengar teriakan ekstrim langsung menutup telinganya dengan keras.
"Eh gendut! Siapa yang meluk coba?" Kata Emir tak mau kalah.
Cat termenung dalam perkataan
Emir. Sementara Emir memunggut beberapa peralatannya ke dalam dua
tangannya yang kokoh dan duduk dibagian pojok loteng yang menghadap
kolam renang milik keluarga Cat. Ditempat itu terdapat sorotan lampu
yang membuat tempat itu jauh lebih terang dibanding tempat lain di
loteng ini. Tanpa menunggu izin dari Cat, Emir menggedong Cat hingga ia
terduduk di samping barang-barangnya.
Cat masih saja termenung dan tak sadar bahwa sekarang ia telah
berpindah tempat duduk, dan tangan-tangan Emir baru saja menggunting
kertas buffalonya menjadi beberapa bagian.
"Emir! Apa yang kamu lakukan! Itu buffalo buat--"
"Bikin kupon wish,"
Cat menatap mata Emir secara
kosong. Emir tersenyum manis melihat tingkah Cat yang kikuk. Jadi, siapa
yang bodoh? Cat tidak bergerak atau mencoba menghentikan kegiatan Emir.
Cat hanya menatapnya secara kosong. Apa yang ia pikirkan, eh?
"Cat! Kalo malem-malem itu jangan bengong! Nanti...."Goda Emir yang langsung mendapat pukulan keras dilengannya.
"Aw.."
Bukannya Emir yang mengerang kesakitan, tetapi itu suara Cat. Ya
suara Cat. Tanpa sengaja ia menggerakan lutut kanannya sehingga luka
yang ia dapat kembali merasakan sakit.
"Makanya jangan kebanyakan gerak," Ucap Emir.
"Ih, sakit tau!"
Tiba-tiba Emir berdiri dan meninggalkan Cat sendirian diatas loteng.
Tanpa mendengarkan panggilan dari Cat, Emir melintasi jalan sempit dan
kembali kerumahnya.
"Stay, just stay.." Kata Emir dengan kalem, ia hanya melirik Cat sekilas lalu kembali berjalan.
Bukan bermaksud meninggalkan Cat sendiri, tetapi ia kembali untuk
mengambil kotak P3K dan sebuah jaket. Oh ya, tak lupa Emir kembali ke
loteng sudah mengenakan pakaian, ya walaupun tanpa lengan. Emir
mendekati Cat sambil membawa barang tersebut, ia menyampirkan jaket
almamater smp nya yang ia bawa kepada Cat yang sedang memeluk lutut
kirinya.
Cat terlonjak kaget, ia selalu merasa ketakutan saat ditinggal
sendirian ditempat yang gelap dan sepi seperti ini.. Apalagi ada sebuah
benda yang menyelimutinya saat ini, Cat langsung menatap mata Emir dan
mereka saling terkunci.
Tanpa memindahkan pandangannya dari mata abu-abu milik Emir itu, Cat
memerhatikan perlakuan Emir yang sedikit romantis-maksudku sangat
romantis untuk seorang anak nerd sepertinya. Dengan cekatan Emir
menggunting buffalo dan memberi beberapa hiasan diatasnya dengan goresan
spidol, membuat kupon itu menjadi hidup. Kupon yang menerupai kupon
sirkus itu terkesan menarik-sangat menarik. Emir menyerahkan tiga kupon
itu kepada Cat yang masih saja menatapnya kosong.
Tangan kecil Cat mulai meraba kupon itu dengan mata yang sayu,
mungkin dia sedang terkagum-kagum melihat kreasi Emir yang beritu indah.
Disalah satu sisi tertulis kata "Wish : ..." Sementara disisi satunya,
"WHAT?! Holy Sh...."
"Apa?" Kata Emir santai.
Emir memang sudah tau apa respon
Cat saat membaca bagian yang satunya. Memang ia mendesain sebegitu rupa
untuk bisa menuliskan kalimat demi kalimat yang sudah ia rangkai dalam
pikirannya.
PERATURAN!
1. Cupon ini tidak boleh diganggu gugat.
2. Yang berhak mengisi WISH adalah Emir, seorang.
3. Apapun wish yang sudah ditulis harus dilaksanakan oleh orang yang bersangkutan.
4. Tidak berlaku tawar menawar dalam melaksanakan wish yang sudah tertera.
2. Yang berhak mengisi WISH adalah Emir, seorang.
3. Apapun wish yang sudah ditulis harus dilaksanakan oleh orang yang bersangkutan.
4. Tidak berlaku tawar menawar dalam melaksanakan wish yang sudah tertera.
Sekian dan Trimakasih.
Senang berbisnis dengan anda.
"Apa cobaaa?! Kamu bodoh apa sinting sih? Bikin peraturan kaya kamu
bosnya!" Jerit Cat dengan nada yang tinggi pada setiap anak kalimat.
"Memang aku bosnya," Jawab Emir dengab santai, lagi.
"Gak! Gak Mau!" Cat menyodorkan tiga lembar kupon wish tersebut
kepada Emir secara paksa. Tetapi Emir tetap tak bergumam, ia hanya
menatap kosong ke atas-langit yang cerah. Kupon itu pun jatuh berserakan
ke lantai. Cat yang berada dakam situasi ini pun binggung harus berbuat
apa.
"Mir!"
Emir tetap diam dalam kesunyian malam ini. Membuat Cat binggung harus
berbuat apa. Ia pun mengguncah-guncahkan pundak kokoh milik Emir
tersebut. Tapi tetap tak menghasilkan suatu yang berarti.
"Jawab dong!" Kata Cat mencoba membuat Emir berbicara.
"Jawab apa?" Balas Emir santai.
Hah! Dia masih tetap tenang disaat aku dipacu emosi akibat dari perbuatannya! Tak tahu diri, dasar bodoh! Gumam Cat dalam lubuk hatinya yang paling dalam.
Emir-masih-tetap-tenang-disaat-aku-dipacu-emosi.. Tetap tenang disaat yang lain emosi..Kata-kata itu kembali mengiang dikepala Cat.
Disaat aku telah memukulnya, mencaci makinya, dan marah kepada orang
yang telah bersusah payah untuk menyelamatkanku dari darah-darah yang
menetes dilututku ini. Orang yang telah bersusah payah membuat satu
lembar bufalo tak berharga menjadi suatu hasil karya yang sangat indah,
aku akui itu. Oh, Tuhan.. Maafkanlah aku, hambamu yang berdosa ini.
Tanpa persetujuan dari akal sehat Cat, hati kecilnya telah membuat
tangannya melingkar di bahu Emir dalam sekali sentakan membuat Emir
terkejut dari reaksi tubuhnya yang kaku.
"Maaf, aku salah banyak sama kamu," Kata Cat dengan lembut. "Aku bakal usahain ngabulin wish kamu.. Sebisaku.."
Hening..
Tubuh Emir kembali rileks setelah mendengar permohonan maaf dari Cat.
Tangan kiri Emir merengkuh tubuh Cat yang begitu halus ditangannya.
"Janji?" Tanya Emir.
"Janji."
***
TIIN
Aku mendongak dan sebuah mobil yang telah aku tunggu akhirnya datang.
Sebuah mobil Ecosport orange milik Kak Natan telah berdiri gagah
didepanku, tanpa pikir panjang aku segera masuk. Mobil mulai berjalan
meninggalkan area sekolah. Sekitar sepuluh menit kemudian, Kak Natan
memberhentikan mobilnya disalahsatu SPBU.
"Ganti baju sana, ada dijok belakang." Kata Nantan dari kursi pengemudi.
"Hah? Ngapain?"
"Ya masa mau pakek seragam putih abu-abu gini? Mau dikata apa sama satpan mall?"
Aku berpikir sejenak, apa hubungannya antara seragam dan satpam di mall. Pedulu banget sih.
"Oh aku tau!" Kataku setelah lumayan lama berpikir.
"Tau apa?"
"Kalo aku jalan-jalan pake seragam abu-abu gini nanti dikira sama
satpam Kak Natan itu om-om gatel yang ngajak kabur gadis sma secantik
aku gini ya....?" Tatapku penuh curiga.
Dia menatapku horor, seperti
ingin berbicara cepat-ganti-baju-sekarang! Tanpa mengulur waktu aku
langsung berganti baju dengan kaos yang dulu pernah ku beli bersama kak
natan di square inc, Tebet dan sebuah short pants berwarna pastel.
Hmm.. Pilihan Kak Natan oke juga nih.
Batinku setelah melihat sekilas penampilanku di pintu kaca besar salah datu mall terfavorite di Jakarta ini.
Setidaknya pak satpam penjaga
mall ini tak akan pernah mengira bahwa aku akan berjalan dengan om-om
yang suka gateli anak abg kaya aku gini.. Hahaha..
"Kenapa senyum-senyum sendiri?" Tanya kak natan yang membangunkanku dari lamunan.
Aku menggeleng dengan menahan rasa tawa. "Langsung cari dress aja yuk.."
Beberapa departement store dan
butik telah aku masuki bersama kakak ku yang paling pengertian itu. Ya,
untuk saat ini dia terlihat begitu sangat pengertian, ia rela menemaniku
berkeliling mall ini selama berjam-jam, tetapi tetap saja aku tak
menemukan dress yang 'Pas' untuk aku pakai di prom lusa. Huft.
"Kak duduk bentar ya.. Capek," Pintaku dengan memasang muka semelas mungkin dan dibalas dengan anggukan singkat.
Kami berjalan menuju Starbucks,
aku langsung mendaratkan tubuhku disalah satu sofa yang terlihat nyaman.
Sementara Kak Natan datang setelah beberapa menit menunggu pesanan
kami, caramel crunch miliknya dan vanilla frape milikku. Seperti biasa,
dia tahu apa yang biasa aku beli ditempat ini, vanilla frape. Tak
sampai sepuluh menit minuman yang ada ditanganku sudah masuk secara
mulus ke lambungku. Sementara minuman milik Kak Natan baru diminum
seperempatnya.
"Jadi gimana kak? Gak ketemu nih," Kataku mengalihkan konsentrasi dari handphonenya.
"Ya lagian kamunya, kakak bilang yang item tadi kamu malah gak mau.."
"Kak! Cat itu mau dateng ke
prom! Bukan layatan!" Kataku dengan nada yang tinggi diakhir kalimat.
"Cat maunya yang merah tadi, bagus.."
"Yang merah? Yang telanjang bahu itu?" Tanya Kak Natan yang tak kalah
dengan suara yang mulai meninggi. "Itu terlalu terbuka Cat.."
"Buk-- Modelnya emang gitu. Lagian sekedar bahu, Cat cuma pakek sekali aja Kak..."
"Gak! Meskipun cuma semalem tapi itu resiko banget. Tetep Gak!"
"Resiko apa?" Tanyaku polos.
"Kamu itu keluarnya malem! Mana bajunya warna merah! Terbuka! Mau
dikata apa coba?" Kak Natan kembali menyibukkan diri dengan layar
handphonenya.
Aku terenyak dalam perkataan Kak Natan barusan yang langsung menusuk
jantungku. Tanpa langsung, ia telah menyindir pilihanku dan menyamakanku
dengan wanita gak bener. Sakit, kak. Air mataku menetes secara
bersamaan. Cukup. Cukup untuk hari ini.
Mulai dari pagi tadi, saat luka yang ada dilutut memaksaku untuk
merasakan rasa sakit untuk berjalan ke kamar mandi. Dan saat itu, tak
ada satu orangpun yang menolong. Siang tadi aku menolak Emir untuk
pulang bersamanya, melihat wajah nya yang sangat melas memintaku untuk
tetap pulang bersamanya, semua ini demi memberi kejutan kepada Emir
lusa. Aku rela bersembunyi dibalik padatnya siswa siswi yang lalu lalang
untuk menghindar dari Emir, supaya aku bisa pulang sendiri. Aku rela
panas-panas nunggu Kak Natan jemput, aku rela muter-muter mall gini demi
menemukan sebuah dress yang indah untuk prom lusa. Tapi apa? Sekarang
aku diolok oleh kakak ku sendiri.
Dari awal memang aku tak suka dengan prom night ini. Aku benci ini semua.
Aku langsung mengambil handphoneku dan membuka aplikasi bbm, jemariku
mulai menggetikkan kata demi kata kepada satu orang. Emir.
Maaf, kita gak jadi ke prom, maaf Mir.
Enter.
Hanya tanda centang tergambar disebelah kiri tulisanku. Aku menatap kak Natan yang masih sibuk dengan handphonenya.
"Sekarang kita pulang aja kak," Kataku dengan suara yang bergetar
meskipun aku sudah berusaha menahan rasa sakit itu semua, sendiri.
Meskipun mata ini melihat dengan buram akibat menahan air mata yang
jatuh tetapi aku melihat Kak Natan menatap mataku sedetik kemudian. Dia
terlihat terkejut dengan diriku saat ini.
"Cat?" Kak Natan menggeser tubuhnya mendekat ke arahku dan merangkulku. Pecahlah sudah tangisku dalam pelukan kakakku sendiri.
"Maaf, Cat. Tadi kakak gak bermaksud ngomong gitu," Katanya setelah
tangisku sedikit reda. "Kita bakal cari dress itu sama-sama Cat, pasti
ketemu yang las buat kamu.."
"Telat kak, aku udah batalin janji ke Emir."
"Nanti kakak yang bilang Emir kalo itu salah kakak,"
Ini, ini yang namanya kakak. Ucapku dalam hati. Aku tersenyum kecil melihat tingkahnya yang sangat gantle.
Kak Natan dan aku kembali
menyusuri lorong mall yang berisikan butik-butik ternama yang
menampilkan karya terbaiknya dibagian toko terluar. Langkah kami
berhenti bersama-sama saat mata kami tertuju pada sebuah gaun berwarna
biru yang terlihat sangat elegan. Kak Natan tersenyum sumringah saat
menemukan gaun ini, ia langsung menarikku memasuki butik ini dan
menyuruh aku untuk fitting. Butik yang didominasi warna coklat kayu ini
terlihat sangat high class dan aku takut memakai gaun yang mungkin akan
terlihat terlalu 'Elegan' untuk tubuhku yang masih seperti anak bocah
ini.
Sherri Hill 21219
Serangkaian kata yang terdapat
disalahsatu bagian gaun ini. Saat aku berada diruang fitting. Gaun yang
sangat indah menurutku, panjangnya sampai tututku dan dapat penutui luka
yang masih dibungkus oleh kain putih. Bagian pinggang kebawah terbuat
dari berlapis kain yang mengembang, membuat senyumku semakin lebar.
Bahuku juga tertutup, pattern bunga-bunga dibagian dada hingga bahu ini
amatlah indah. Aku membolak balikkan badan di cermin besar didepanku,
menerawang ke depan saat aku akan memakai gaun ini bersama padangan
promku yang nerd. Aku tertawa kecil mengingat bocah nerd itu, akankah
dia memakai jas dan dasi yang akan membuatbya semakin nerd? Haha..
"Cat," Sebuah panggilan menyadarkanku. "Lekaslah ke luar, sudah hampir setengah jam kamu memakai gaun itu didalam.."
Iya kah? Haha..
Perlahan aku membuka klop pintu ruang fitting ini dan berjalan keluar
yang disambut dengan tatapan Kak Natan dari ujung rambut hingga ujung
kakiku. Kenapa? Ada yang salah?
"Adek kakak emang cantik, gak
kalah kaya kakaknya yang ganteng..." Ucapnya tanpa sadar mungkin. Ia
tetap memerhatikan ku dan gaun ini secara seksama.
"Gimana? Gak cocok ya?"
"Mbak, yang ini saya tunggu dikasir." Kata Kak Natan begitu entengnya kepada salah satu karyawan yang berada disekitar kami.
Kak Natan berjalan menuju kasir
sementara aku mencopot gaun itu dengan berat hati, ya meski lusa aku
akan memakainya lagi, tetapi tetal saja. Aku tak akan bisa sabar!
"Cat, sabtu siang kita pergi lagi ya" Katanya saat ia sedang membayar gaun biru itu dengan kartu debet milik--nya? Hah?
"Buat apa?"
"Masa udah pake gaun se-elegan ini tapi muka kamubya malah kucel?"
Aku menatapnya seakan berbicara aku-ta-mengerti.
"Kamu harus ke salon" Kata Kak Natan dengan cepat.
"Hah?! Salon!?" kak natan meebalasnya dengan sebuah anggukan kecil.
Sebuah kotak kini telah berada didepanku, aku yakin itu berisi sebuah gaun indah yang akan aku pakai lusa... Ah..
"Harus." Katanya.
Dia pergi meninggalkan aku mematung didepab kasir, kotak biru yang
dibungkus plasti itu telah berada ditangannya. Ke salon? What the...
"Kaaak Nataaaaan! Tunggu akuu!" Aku setengah berlari untuk berada disisinya.
Thanks God, I have an awesome big brother like him. Thanks.
***
Maaf ya, lanjutinnya lama:( Lagi banyak tugas nih. Sekali lagi maaf, semoga kalian gak bosen, soalnya belum sampe klimaks nih:) Endingnya juga mimin yakin gak mainstream kok! :D
Jangan Lupa comment ya guys! :) Isinya bisa tentang:
-Isi hati kamu
-Kritik/saran
-Pesan/kesan
-Atau yang lain juga boleh
Maaf jika terjadi salah kata ya:)
Thanks For Reading!
gapapa min, lanjut terus yakkk
BalasHapus