Kamis, Juli 31, 2014

EmirLoveStory: "Stay, He Said" - PART 5


Setengah jam sudah Emir duduk tempat ini hanya dengan bermodalkan celana pendek, baju hitam tanpa lengan dan laser merah yang kadang ia nyalakan tetap tak membuat Cat keluar dari kamarnya.  

Apa dia lupa ya? Ah mana mungkin! Dia punya hutang tiga tiket itu!

GEDEBUK! 

Emir segera berdiri melihat situasi diseberang sana. Tawa Emir meledak sekerasnya saat melihat Cat tersungkur ke lantai semen lotengnya. Cat melihat Emir dengan tatapan membunuh, lalu teriakannya langsung menghentikan tawa Emir saat itu juga. 

"DIAM BODOH!" 

Emir bergeming. Tanpa berpikir panjang, dia melewati jalan kecil yang seharusnya digunakan sebagai tembok pembatas itu untuk menyeberang ke rumah Cat. Emir langsung mendekati Cat, sebutir demi sebutir darah jatuh dari lututunya. Barang-barang yang ia bawa jatuh begitu saja dihadapan Emir. Ada spidol, kertas bufalo, gunting, lem dan gliter berserakan didepannya. 

"Sekarang siapa yang bodoh! Membawa barang-barang sebanyak ini ke loteng!" Kata Emir dengan tajamnya. 

Cat meringis kesakitan, ia mencengkram lengan Emir begitu Cat melihat darah yang mengalir dari lututnya itu, faktanya dia adalah seorang phobia darah. 

"MIRR! ADA DARAHH!" Kata Cat dengan histeris. "Aku... Aku, aku takut..."

Tanpa pikir panjang Emir melepas bajunya dan melilitkan kain tersebut pada lutut kanan Cat. Darah sudah tak terlihat menetes, begitu pula dengan rasa sakit pada lututnya, Cat tersadar saat tangannya tengah merengkuh punggung laki-laki ini. 

"BODOH!! APA YANG KAMU LAKUKAN!" Teriak Cat tepat disebelah telinga Emir dan langsung melepaskan pelukan itu. 

Emir yang mendengar teriakan ekstrim langsung menutup telinganya dengan keras. 

"Eh gendut! Siapa yang meluk coba?" Kata Emir tak mau kalah. 

Cat termenung dalam perkataan Emir. Sementara Emir memunggut beberapa peralatannya ke dalam dua tangannya yang kokoh dan duduk dibagian pojok loteng yang menghadap kolam renang milik keluarga Cat. Ditempat itu terdapat sorotan lampu yang membuat tempat itu jauh lebih terang dibanding tempat lain di loteng ini. Tanpa menunggu izin dari Cat, Emir menggedong Cat hingga ia terduduk di samping barang-barangnya. 


Cat masih saja termenung dan tak sadar bahwa sekarang ia telah berpindah tempat duduk, dan tangan-tangan Emir baru saja menggunting kertas buffalonya menjadi beberapa bagian. 

"Emir! Apa yang kamu lakukan! Itu buffalo buat--"

"Bikin kupon wish," 

Cat menatap mata Emir secara kosong. Emir tersenyum manis melihat tingkah Cat yang kikuk. Jadi, siapa yang bodoh? Cat tidak bergerak atau mencoba menghentikan kegiatan Emir. Cat hanya menatapnya secara kosong. Apa yang ia pikirkan, eh?

"Cat! Kalo malem-malem itu jangan bengong! Nanti...."Goda Emir yang langsung mendapat pukulan keras dilengannya. 

"Aw.." 

Bukannya Emir yang mengerang kesakitan, tetapi itu suara Cat. Ya suara Cat. Tanpa sengaja ia menggerakan lutut kanannya sehingga luka yang ia dapat kembali merasakan sakit.

"Makanya jangan kebanyakan gerak," Ucap Emir. 

"Ih, sakit tau!" 

Tiba-tiba Emir berdiri dan meninggalkan Cat sendirian diatas loteng. Tanpa mendengarkan panggilan dari Cat, Emir melintasi jalan sempit dan kembali kerumahnya.

"Stay, just stay.." Kata Emir dengan kalem, ia hanya melirik Cat sekilas lalu kembali berjalan. 

Bukan bermaksud meninggalkan Cat sendiri, tetapi ia kembali untuk mengambil kotak P3K dan sebuah jaket. Oh ya, tak lupa Emir kembali ke loteng sudah mengenakan pakaian, ya walaupun tanpa lengan. Emir mendekati Cat sambil membawa barang tersebut, ia menyampirkan jaket almamater smp nya yang ia bawa kepada Cat yang sedang memeluk lutut kirinya. 

Cat terlonjak kaget, ia selalu merasa ketakutan saat ditinggal sendirian ditempat yang gelap dan sepi seperti ini.. Apalagi ada sebuah benda yang menyelimutinya saat ini, Cat langsung menatap mata Emir dan mereka saling terkunci. 

Tanpa memindahkan pandangannya dari mata abu-abu milik Emir itu, Cat memerhatikan perlakuan Emir yang sedikit romantis-maksudku sangat romantis untuk seorang anak nerd sepertinya. Dengan cekatan Emir menggunting buffalo dan memberi beberapa hiasan diatasnya dengan goresan spidol, membuat kupon itu menjadi hidup. Kupon yang menerupai kupon sirkus itu terkesan menarik-sangat menarik. Emir menyerahkan tiga kupon itu kepada Cat yang masih saja menatapnya kosong. 

Tangan kecil Cat mulai meraba kupon itu dengan mata yang sayu, mungkin dia sedang terkagum-kagum melihat kreasi Emir yang beritu indah. Disalah satu sisi tertulis kata "Wish : ..." Sementara disisi satunya,

"WHAT?! Holy Sh...."

"Apa?" Kata Emir santai. 

Emir memang sudah tau apa respon Cat saat membaca bagian yang satunya. Memang ia mendesain sebegitu rupa untuk bisa menuliskan kalimat demi kalimat yang sudah ia rangkai dalam pikirannya. 

PERATURAN! 1. Cupon ini tidak boleh diganggu gugat.
2. Yang berhak mengisi WISH adalah Emir, seorang.
3. Apapun wish yang sudah ditulis harus dilaksanakan oleh orang yang bersangkutan.
4. Tidak berlaku tawar menawar dalam melaksanakan wish yang sudah tertera.

Sekian dan Trimakasih.

Senang berbisnis dengan anda.

 
"Apa cobaaa?! Kamu bodoh apa sinting sih? Bikin peraturan kaya kamu bosnya!" Jerit Cat dengan nada yang tinggi pada setiap anak kalimat.

"Memang aku bosnya," Jawab Emir dengab santai, lagi. 

"Gak! Gak Mau!" Cat menyodorkan tiga lembar kupon wish tersebut kepada Emir secara paksa. Tetapi Emir tetap tak bergumam, ia hanya menatap kosong ke atas-langit yang cerah. Kupon itu pun jatuh berserakan ke lantai. Cat yang berada dakam situasi ini pun binggung harus berbuat apa. 

"Mir!" 

Emir tetap diam dalam kesunyian malam ini. Membuat Cat binggung harus berbuat apa. Ia pun mengguncah-guncahkan pundak kokoh milik Emir tersebut. Tapi tetap tak menghasilkan suatu yang berarti.

"Jawab dong!" Kata Cat mencoba membuat Emir berbicara. 

"Jawab apa?" Balas Emir santai. 

Hah! Dia masih tetap tenang disaat aku dipacu emosi akibat dari perbuatannya! Tak tahu diri, dasar bodoh! Gumam Cat dalam lubuk hatinya yang paling dalam.

Emir-masih-tetap-tenang-disaat-aku-dipacu-emosi.. Tetap tenang disaat yang lain emosi..Kata-kata itu kembali mengiang dikepala Cat. 

Disaat aku telah memukulnya, mencaci makinya, dan marah kepada orang yang telah bersusah payah untuk menyelamatkanku dari darah-darah yang menetes dilututku ini. Orang yang telah bersusah payah membuat satu lembar bufalo tak berharga menjadi suatu hasil karya yang sangat indah, aku akui itu. Oh, Tuhan.. Maafkanlah aku, hambamu yang berdosa ini. 

Tanpa persetujuan dari akal sehat Cat, hati kecilnya telah membuat tangannya melingkar di bahu Emir dalam sekali sentakan membuat Emir terkejut dari reaksi tubuhnya yang kaku.

"Maaf, aku salah banyak sama kamu," Kata Cat dengan lembut. "Aku bakal usahain ngabulin wish kamu.. Sebisaku.."

Hening.. 

Tubuh Emir kembali rileks setelah mendengar permohonan maaf dari Cat. Tangan kiri Emir merengkuh tubuh Cat yang begitu halus ditangannya. 

"Janji?" Tanya Emir. 

"Janji." 

***

TIIN

Aku mendongak dan sebuah mobil yang telah aku tunggu akhirnya datang. Sebuah mobil Ecosport orange milik Kak Natan telah berdiri gagah didepanku, tanpa pikir panjang aku segera masuk. Mobil mulai berjalan meninggalkan area sekolah. Sekitar sepuluh menit kemudian, Kak Natan memberhentikan mobilnya disalahsatu SPBU. 

"Ganti baju sana, ada dijok belakang." Kata Nantan dari kursi pengemudi. 

"Hah? Ngapain?"

"Ya masa mau pakek seragam putih abu-abu gini? Mau dikata apa sama satpan mall?" 

Aku berpikir sejenak, apa hubungannya antara seragam dan satpam di mall. Pedulu banget sih. 

"Oh aku tau!" Kataku setelah lumayan lama berpikir. 

"Tau apa?"

"Kalo aku jalan-jalan pake seragam abu-abu gini nanti dikira sama satpam Kak Natan itu om-om gatel yang ngajak kabur gadis sma secantik aku gini ya....?" Tatapku penuh curiga. 

Dia menatapku horor, seperti ingin berbicara cepat-ganti-baju-sekarang! Tanpa mengulur waktu aku langsung berganti baju dengan kaos yang dulu pernah ku beli bersama kak natan di square inc, Tebet dan sebuah short pants berwarna pastel. 

Hmm.. Pilihan Kak Natan oke juga nih. 

Batinku setelah melihat sekilas penampilanku di pintu kaca besar salah datu mall terfavorite di Jakarta ini.

Setidaknya pak satpam penjaga mall ini tak akan pernah mengira bahwa aku akan berjalan dengan om-om yang suka gateli anak abg kaya aku gini.. Hahaha..

"Kenapa senyum-senyum sendiri?" Tanya kak natan yang membangunkanku dari lamunan. 

Aku menggeleng dengan menahan rasa tawa. "Langsung cari dress aja yuk.."
Beberapa departement store dan butik telah aku masuki bersama kakak ku yang paling pengertian itu. Ya, untuk saat ini dia terlihat begitu sangat pengertian, ia rela menemaniku berkeliling mall ini selama berjam-jam, tetapi tetap saja aku tak menemukan dress yang 'Pas' untuk aku pakai di prom lusa. Huft. 

"Kak duduk bentar ya.. Capek," Pintaku dengan memasang muka semelas mungkin dan dibalas dengan anggukan singkat. 
 
Kami berjalan menuju Starbucks, aku langsung mendaratkan tubuhku disalah satu sofa yang terlihat nyaman. Sementara Kak Natan datang setelah beberapa menit menunggu pesanan kami, caramel crunch miliknya dan vanilla frape milikku. Seperti biasa, dia tahu apa yang biasa aku beli ditempat ini, vanilla frape. Tak sampai sepuluh menit minuman yang ada ditanganku sudah masuk secara mulus ke lambungku. Sementara minuman milik Kak Natan baru diminum seperempatnya. 

"Jadi gimana kak? Gak ketemu nih," Kataku mengalihkan konsentrasi dari handphonenya. 

"Ya lagian kamunya, kakak bilang yang item tadi kamu malah gak mau.."

"Kak! Cat itu mau dateng ke prom! Bukan layatan!" Kataku dengan nada yang tinggi diakhir kalimat. "Cat maunya yang merah tadi, bagus.." 

"Yang merah? Yang telanjang bahu itu?" Tanya Kak Natan yang tak kalah dengan suara yang mulai meninggi. "Itu terlalu terbuka Cat.."

"Buk-- Modelnya emang gitu. Lagian sekedar bahu, Cat cuma pakek sekali aja Kak..." 

"Gak! Meskipun cuma semalem tapi itu resiko banget. Tetep Gak!"

"Resiko apa?" Tanyaku polos. 

"Kamu itu keluarnya malem! Mana bajunya warna merah! Terbuka! Mau dikata apa coba?" Kak Natan kembali menyibukkan diri dengan layar handphonenya. 

Aku terenyak dalam perkataan Kak Natan barusan yang langsung menusuk jantungku. Tanpa langsung, ia telah menyindir pilihanku dan menyamakanku dengan wanita gak bener. Sakit, kak. Air mataku menetes secara bersamaan. Cukup. Cukup untuk hari ini. 

Mulai dari pagi tadi, saat luka yang ada dilutut memaksaku untuk merasakan rasa sakit untuk berjalan ke kamar mandi. Dan saat itu, tak ada satu orangpun yang menolong. Siang tadi aku menolak Emir untuk pulang bersamanya, melihat wajah nya yang sangat melas memintaku untuk tetap pulang bersamanya, semua ini demi memberi kejutan kepada Emir lusa. Aku rela bersembunyi dibalik padatnya siswa siswi yang lalu lalang untuk menghindar dari Emir, supaya aku bisa pulang sendiri. Aku rela panas-panas nunggu Kak Natan jemput, aku rela muter-muter mall gini demi menemukan sebuah dress yang indah untuk prom lusa. Tapi apa? Sekarang aku diolok oleh kakak ku sendiri. 

Dari awal memang aku tak suka dengan prom night ini. Aku benci ini semua.
Aku langsung mengambil handphoneku dan membuka aplikasi bbm, jemariku mulai menggetikkan kata demi kata kepada satu orang. Emir. 

Maaf, kita gak jadi ke prom, maaf Mir. 

Enter. 

Hanya tanda centang tergambar disebelah kiri tulisanku. Aku menatap kak Natan yang masih sibuk dengan handphonenya. 

"Sekarang kita pulang aja kak," Kataku dengan suara yang bergetar meskipun aku sudah berusaha menahan rasa sakit itu semua, sendiri. 

Meskipun mata ini melihat dengan buram akibat menahan air mata yang jatuh tetapi aku melihat Kak Natan menatap mataku sedetik kemudian. Dia terlihat terkejut dengan diriku saat ini. 

"Cat?" Kak Natan menggeser tubuhnya mendekat ke arahku dan merangkulku. Pecahlah sudah tangisku dalam pelukan kakakku sendiri. 

"Maaf, Cat. Tadi kakak gak bermaksud ngomong gitu," Katanya setelah tangisku sedikit reda. "Kita bakal cari dress itu sama-sama Cat, pasti ketemu yang las buat kamu.."

"Telat kak, aku udah batalin janji ke Emir."

"Nanti kakak yang bilang Emir kalo itu salah kakak," 

Ini, ini yang namanya kakak. Ucapku dalam hati. Aku tersenyum kecil melihat tingkahnya yang sangat gantle. 

Kak Natan dan aku kembali menyusuri lorong mall yang berisikan butik-butik ternama yang menampilkan karya terbaiknya dibagian toko terluar. Langkah kami berhenti bersama-sama saat mata kami tertuju pada sebuah gaun berwarna biru yang terlihat sangat elegan. Kak Natan tersenyum sumringah saat menemukan gaun ini, ia langsung menarikku memasuki butik ini dan menyuruh aku untuk fitting. Butik yang didominasi warna coklat kayu ini terlihat sangat high class dan aku takut memakai gaun yang mungkin akan terlihat terlalu 'Elegan' untuk tubuhku yang masih seperti anak bocah ini. 

Sherri Hill 21219

Serangkaian kata yang terdapat disalahsatu bagian gaun ini. Saat aku berada diruang fitting. Gaun yang sangat indah menurutku, panjangnya sampai tututku dan dapat penutui luka yang masih dibungkus oleh kain putih. Bagian pinggang kebawah terbuat dari berlapis kain yang mengembang, membuat senyumku semakin lebar. Bahuku juga tertutup, pattern bunga-bunga dibagian dada hingga bahu ini amatlah indah. Aku membolak balikkan badan di cermin besar didepanku, menerawang ke depan saat aku akan memakai gaun ini bersama padangan promku yang nerd. Aku tertawa kecil mengingat bocah nerd itu, akankah dia memakai jas dan dasi yang akan membuatbya semakin nerd? Haha..

"Cat," Sebuah panggilan menyadarkanku. "Lekaslah ke luar, sudah hampir setengah jam kamu memakai gaun itu didalam.."

Iya kah? Haha..

Perlahan aku membuka klop pintu ruang fitting ini dan berjalan keluar yang disambut dengan tatapan Kak Natan dari ujung rambut hingga ujung kakiku. Kenapa? Ada yang salah?

"Adek kakak emang cantik, gak kalah kaya kakaknya yang ganteng..." Ucapnya tanpa sadar mungkin. Ia tetap memerhatikan ku dan gaun ini secara seksama.
"Gimana? Gak cocok ya?" 

"Mbak, yang ini saya tunggu dikasir." Kata Kak Natan begitu entengnya kepada salah satu karyawan yang berada disekitar kami. 

Kak Natan berjalan menuju kasir sementara aku mencopot gaun itu dengan berat hati, ya meski lusa aku akan memakainya lagi, tetapi tetal saja. Aku tak akan bisa sabar! 

"Cat, sabtu siang kita pergi lagi ya" Katanya saat ia sedang membayar gaun biru itu dengan kartu debet milik--nya? Hah?

"Buat apa?" 

"Masa udah pake gaun se-elegan ini tapi muka kamubya malah kucel?" 

Aku menatapnya seakan berbicara aku-ta-mengerti. 

"Kamu harus ke salon" Kata Kak Natan dengan cepat. 

"Hah?! Salon!?" kak natan meebalasnya dengan sebuah anggukan kecil. 

Sebuah kotak kini telah berada didepanku, aku yakin itu berisi sebuah gaun indah yang akan aku pakai lusa... Ah..

"Harus." Katanya. 

Dia pergi meninggalkan aku mematung didepab kasir, kotak biru yang dibungkus plasti itu telah berada ditangannya. Ke salon? What the...

"Kaaak Nataaaaan! Tunggu akuu!" Aku setengah berlari untuk berada disisinya. 

Thanks God, I have an awesome big brother like him. Thanks.

***

Maaf ya, lanjutinnya lama:( Lagi banyak tugas nih. Sekali lagi maaf, semoga kalian gak bosen, soalnya belum sampe klimaks nih:) Endingnya juga mimin yakin gak mainstream kok! :D

Jangan Lupa comment ya guys! :) Isinya bisa tentang:
-Isi hati kamu
-Kritik/saran
-Pesan/kesan
-Atau yang lain juga boleh

Maaf jika terjadi salah kata ya:)
Thanks For Reading!

1 komentar: