Rabu, Juli 09, 2014

EmirLoveStory: "Stay, He Said" - PART 4


"Pagi kak natan.." Kataku dengan memancarkan senyum termanisku kepada kak natan yang sedang menyantap sepotong roti bakar.

"Ecie, tumben seneng banget kesekolah.." Balasnya.

"Yee, kak.. Masa adeknya semangat malah digituin?"

"Terus kakak harus apa?"

"Ya.. Apa kek."

Aku duduk disebelahnya dan mengambil sepotong roti bakar dan mengoleskan selai blueberry diatasnya. Meja makan terlihat sangat sepi tanpa Mama dan Papa yang jarang sekali sarapan bersama kami, mungkin, tak pernah? Huft.. Mungkin kalau papa dan mama berhenti bekerja saat ini juga, kita masih bisa hidup dengan kerja keras mereka selama ini. Ya, aku yakin...

Tok. Tok. Tok...

Aku segera bangkit menuju pintu utama dan menemukan seorang laki-laki sedang berdiri membelakangki pintu. Aki melihat baji seragamnya yang sama dan terdapat sebuah sepeda disebelah mobil Ecosport orange milik kakak ku yang paling aku cinta. Haha.

"Emir?" Ucapku membuat ia membalikan badannya.

Emir tersenyum canggung sambil menatap mataku. Aku membalas senyuman paling manis. Ah.. Kenapa semakin hari Emir makin ganteng... Meskipun wajahnya tetap seperti itu, tetapi sikapnya yang berubah seratus delapan puluh derajat membuatku bahagia. Akhirnya, seorang anak nerd seperti Emir bisa berubah berkat seorang anak bernama Cat. Aku tersenyum membayangannya.



"Cat! Siapa tamunya? Suruh sarapan bareng kita aja!" Kata kak natan yang menyadarkanku bahwa selama selang waktu itu aku masih saja tersenyum dan memandang Emir dengan pandangan yang.. Eh? Aku memandangnya seperti apa tadi? Tapi.. Emir juga tersenyum.. Apa ini? Argh.

Bibirku tak dapat berkata-kata, otakku tak dapat menyusun kalimat. Entah apalah ini.. Aku hanya memberikan isyarat tangan untuk mempersilahkan Emir masuk ke dalam. Beberapa saat kami sudah berada ditengah meja makan.

"Eh, kamu.." Sapa Kak Natan yang sedikit terkejut melihat kedatangan Emir ke rumahku. "Kamu yang nganterin Cat pulang kemarin ya?"

"Iya, Kak.." Jawab Emir yang tangannya masih berjabat tangan dengan kak natan.

"Eh makasih banyak ya, berkat kamu Cat bisa pulang dengan selamat.. Sering-sering aja pulang bareng, biar gue gak repot nungguin dia disekolah.." Ucapnya secara blak-blakan.

"Hah? Bukannya aku yang nunggu ya?" Balasku.

Kak Natan terkekeh dan berbicara tanpa suara dengan Emir, bibirnya mengatakan "dia-emang-gitu" Aku memutar bola mataku kesal. Se enaknya saja membalikan fakta. Emir tersenyum menawan ke arahku. Tetapi sepertinya, Emir tak menganggap serius perkataan Kak Natan deh. Untunglah..

"Kamu mau sarapan?" Tanyaku berusaha biasa saja.

"Aku udah sarapan Cat.." Jawabnya.

"Oh.. Sama apa?"

Semuanya berjalan lancar dan normal sebelum aku sadar bahwa masih ada kakak ku yang paling aku sayaang ditempat itu.

"EHEM." Kak Natan berdeham secara sengaja. "Kayanya aku gak pernah ditanyain gitu deh."

"Yaiyalah, kan kita satu rumah kak... Plis deh."

Mataku tak sengaja mengarah ke Emir dan mata kami bertemu untuk yang kesekian kalinya aku menangkap basah Emir tengah memerhatikan gerak-gerikku dengan seulas senyum yang menawan. Ah....

"Yuk berangkat! Keburu telat!" Kataku.

"Berangkat sama Emir aja ya Cat, kakak mau ngampus.." Kata Kak Natan dengan pedenya.

"Emang iya kak, siapa juga yang ngomong sama kakak.." Jawabku sambil mencangklongkan tas dibahuku.

Kak Natan sedikit bergumal, entah apa. Sementara Emir berdiri dan menyusul langkahku keluar rumah. Terdapat sepeda yang asing menurut pengelihatanku. Sepertinya Sepeda baru..

"Emir! Hati-hatinya ngeboncengin alien kucing mars gitu!" Ujar Kak Natan yang langsung mendapat tatapan tajam dariku.

Aku duduk dikursi belakang secara menyamping sambil mengkaitkan kedua tanganku diatas tas yang terdapat dipangkuanku. Sepeda ini mulai berjalan, Emir beberapa kali melihat kebelakang--Ke arahku.

"Mir, dari tadi kamu senyum terus.." " Tanyaku. "Kenapa sih?"

Dia tak langsung menjawab. "Hmm. Lucu aja liat tingkah kamu sama kak natan.."

"Lucu gimana?" Tanyaku lagi.

"Kaya kucing sama anjing, selalu berantem. Gak pernah akur.."

"Iyakah? Separah itu?" Tanyaku penasaran. "Padahal baru kemaren kita baikkan.."

Perjalananku terasa begitu berbeda dibanding perjalanan yang sebelumnya. Mungkin, faktor yang nganter kali ya.. Hehe.. Aku dan Emir berjalan beriringan memasuki kelas Matematika. Tak ketinggalan aku duduk berdua dengannya. Pelajaran pertama ini terasa sungguh cepat. Bu April, guru matematika yang cantik ini belum membahas pelajaran. Kami hanya berkenalan dan basa-basi.

Teng.. Teng.. Teng..

Suara bola basket yang memantul di lapangan basket ini menemaniku dalam kesendirian. Guru olah raga kami membiarkan jam ini bebas, katanya baru pertemuan yang pertama. Jadinya dibebasin gitu aja. Ada beberapa anak perempuan bermain volly, beberapa juga udah mongkrong di kantin. Sementara yang laki-laki mengginakan lapangan futsal. Sementara lapangan basket ini hanya diisi olehku seorang, entahlah. Mungkin mereka tak tertarik dengan permainan basket. Yang menurutku seru ini. Aku bermain sendiri, ya hitung-hitung menambah skill menshoot bola basketku.

Teng.. Teng.. Teng..

Suara itu terus mengema ditelingaku, membuat tenang pikiran dan hati ini. Mungkin menurut orang ini aneh, menghilangkan stress dengan bermain basket dan mendengarkan suara pantulannya. Tetapi, inilah aku. Dengan bermain basket, bisa mengenbalikaan suasana hatiku yang buruk. Meskipun saat ini aku tak sedang badmood tapi aku selalu senang memainkan bola bundar orange tersebut.

Set..!

Dengan gerakan cepat, bola yang aku pantulkan tidak berada ditanganku lagi. Bola itu direbut oleh seseorang yang..

"Emir?"

Dia tersenyum menantang. Okey! Siapa takut! Aku bersiap merebut bola basket itu. Dalam detik selanjutnya. Aku telah berada dihadapan Emir, ingin merebut bolaku. Mata kami bertemu, mata abu-abu itu.. Bibir manisnya itu terangkat keatas, membuatku mematung ditempat. Sementara Emir sudah jauh disana dan memasukan bola secara mulus ke dalam ring. 

Cat! Kamu mikir apa?!

Aku membalikan badan, melihat bola yang memantul bebas setelah masuk dari ring.

"Satu-Kosong.." Ucapnya lirih.

"Kalo aku bisa mengalahin kamu gimana?" Balasku dengan geram. Ini kali pertama aku menantang seorang laki-laki di Indonesia, ya jika di Chicago, aku sering menantang mereka dan hampir semua pertandigan singkat itu aku menangi.

"Make a cupon for three wishes okay?"

Three wishes? Okay? Aku berpikir sejenak. Jadi tiga impian yang harus dikabulkan gitu?

"Okey." Kataku langsng menyambar bola yang memantul bebas tadi.

Permainan ini berlangsung sengit dan lama sekali. Apa lagi harus bermain satu lawan satu dengan Emir. Aku akui permainannya tak terlalu buruk. Bahkan untuk ukuran anak nerd dia sangat lah bagus. Eh, kok nerd?!

Sett..

"YES!" Teriakku tanpa sadar setelah berhasil membobol pertahanan yang ketat dari Emir.

"Hey, itu baru yang pertama ya..!" Katanya berhasil membuat mataku ingin mencopotkan diri.

"ARE YOU SURE?!"

Emir tersenyum geli melihat tingkahku. Aku yakin mukaku sekarang sudah seperti tomat. Pasti merah, sekali! Aku melihatnya menyekat beberapa keringat dipelipisnya, melihat wajahnya penuh dengan kerigat, beberapa bulir keringat turun dari helaian rambutnya yang menjulur.. He looks so damn sexy...

Cat! Apa yang kamu pikirkan!

"Kalau kau selalu memandangku seperti itu, bukan tak mungkin kamu akan terpesona melihat ketampananku.." Ujar emir dengan pedenya. Membuatku tersadar dan wajahku memanas. Entahlah sudah semerah apa wajahku ini...

"Ah. Sudahlah. Aku sudah kalah telak." Kataku pasrah.

Aku melangkah ke tepi lapangan, dan duduk disana. Emir menyusul duduk disebelahku sambil meluruskan kaki dan meneguk air aqua dingin yang baru dibelinya. Oh tidak. Aku lupa membawa minum hari ini.........

"Gak usah liatin aku gitu kali, kalo mau, minta aja.." Katanya sambil melemparkan botol aqua yang tersisa setengah.

Aku memandangi botol tersebut sebentar dan meneguk beberapa air dingin yang membuat tenggorokanku tidak kering. Aku melempar botol itu kembali ke arah Emir.

"Thanks.." Ucapku. "Jadi aku harus ngelakuin apa biar impas?"

"Hm... Kamu bikin tiga kupon, terus malem ini kasih aku. Jam delapan.." Jawabnya santai.

"Kenapa bukan kamu yang buat?"

"Karena kamu yang kalah.."

Aku mengendus kesal. Apa sih maunya? Gak mau repot banget lagi. Iya sih dari hari ke hari Emir udah gak ansos, tapi makin nyebelin!

Guru bahasa indonesia tak hadir. Itu kabar yang membahagiakan untuk kelasku, pelajaran terakhir ini sungguhlah suntuk. Terlebih, kami lelah setelah pelajaran olah raga tadi. Suasana kelas sangatlah riuh sebelum Bianca dan gengnya berdiri gagah didepan kelas, semua mata tertuju pada geng elite tersebut. Sebenarnya aku tak tahu geng semacam apa mereka, tetapi yang aku lihat dari penampilan dan gaya mereka yang glamor ya seperti itu..

"Guys, jadi.." Kata Bicanca dengan gayanya memankan tangannya diudara. "Gue bakal ngundang kalian ke sweet seventeen gue sabtu besok. Jangan lupa bawa undangannya ya! Beberapa saat kemudian, aku telah memegang undangan yang berukuran 5X6cm. Cover undangan ini bertuliskan Sweet Seventeen. Aku membukanya secara asal. 

YOU ARE INVITED TO
SWEET SEVENTEEN OF
ANINDITA BIANCA SUBIANTO
SATURDAY, 19th JULY 2014

19:00 'Till End.

Rafflesia Grand Ballroom
Balai Kartini, Jakarta. 

DRESS CODE: URBAN

Aku menutup undanganan yang belum selesaiku baca, itu tidaklah menarik. Buat apa ulang tahun ke 17 dilakukan secara besar-besaran? Biar dia terkenal? Atau apa? Supaya dunia harus tau?

Aku mendesah keras, tersadar bahwa ada seseorang disebelahku yang memerhatikanku, aku menengok ke arah kanan.

"Kenapa kamu liatin aku kaya gitu?" Tanyaku.

"Kamu kenapa?" Tanya Emir. 

"Bisa gak sih, gak balikin pertanyaanku gitu?" Tingkat kesabaranku telah sampai diujung tanduk. Entahlah. Aku sedang tak mood. 

"Kamu kenapa?" Tanya Emir lagi.

Aku hanya diam. Memandang kosong papan tulis yang berada dua bangku didepanku. Entah apa yang dilakukan Emir saat ini, aku tak peduli. Aku tak peduli ia akan marah, atau terserahlah. Aku tak peduli! Tiba-tiba saja jemariku yang mengantung diudara disambar oleh sebuah tangan yang kokoh menarikku hingga aku menabrak meja dan saat ini aku telah berada diluar kelas.

"St...op! Stoop!" Pintaku kepada pemilik tangan ini.

Bukannya berhenti, langkah kita semakin cepat menembus sunyinya suasana lorong kelas siang ini. Langkah kaki kami memasuki daerah belakang sekolah dan keluar melalui pintu besi yang tak dikunci. Langkah kaki kami melewati semak belukar yang tingginya sekitar lututku. Mataku mebelebak melihat sebuah lapangan basket yang sedikit usang dimakan zaman. Cat pada lantai lapangan ini sudah hampir tak berbekas, ring basket yang terbuat dari kayu terlihat lapuk. Tetapi pohon-pohon yang rindang membuat suatu atap alami dari dedaunan. Menimbulkan kesan nyaman berada ditempat ini.

Mataku terpaku pada benda satu-satunya yang terlihat sangat mencolok diantara yang lain. Benda yang terdapat dibawah ring basket. Aku ingin mendekati benda tersebut, tapi sebuah jemari yang kuat menahanku. Oh ya. Aku belum melepaskan jemari emir sejak tadi. Tiba-tiba saja jantungku berdegub lebih cepat. Eh? Kenapa ini?

"Kamu mau bola itu?"

Aku bergeming mendengar pertanyaan Emir tentang bola itu, bola basket yang terlihat mulus dan menggiurkan. Aku yakin, uang jajanku perbulan tak cukup untuk membeli bola indah tersebut.

"Itu asli NBA. Papaku yang ngasih bulan lalu. Aku gak tau harus taruh dimana, yaudah aku taruh disini aja.." Jelasnya kepadaku berhasil membuat bibirku menganga. Asli NBA...

"Kalo mau, kamu bisa ambil.."

"Kamu serius?"

"Iya, dari pada--"

"AHHH! Makasih Emiir!" Aku langsung menghamburkan pelukanku ke arahnya. Baru kali ini aku diberi hadiah bola basket secara cuma-cuma! Apalagi asli dari NBA!

Aku melepaskan pelukkan ku secara kikuk. Jantungku kembali berdetak tak karuan. Aneh, aku belum pernah merasakan ini. Perasaan tak bernama ini sungguh membuat jantungku berolahraga tanpa mengeluarkan keringat. Ah! Sudah lah!

Teng.. Teng.. Teng..

Bola basket yang sudah resmi jadi milikku ini sudah aku mainkan sejak tadi. Sementara Emir duduk ditepi lapangan sambil menerawang kedepan. Aku tak tahu apa yang ia pikirkan, aku tak bisa membaca pikiran orang lain.
"Hey Mir!" Panggil ku. "Tangkep nih!"

Rencananya sih.. Aku mau ngelempar bola ke arah Emir dan dia dengan sigap menerima bola dan ikut bermain. Tapi sayang, tak semua kenyataan berjalan sesuai rencana. Eh? Kok jadi bijak sih?

"Arg..!" Rintih Emir saat bola orange itu jatuh tepat diatas kepalanya.

Aku berlari kecil meghampiri Emir yang masih merintih kesakitan. Bergumal tak jelas itu yang aku lakukan. Ah, kenapa aku begitu ceroboh. Kenapa dia bodoh! Harusnya dia bisa sigap!

"Emir! Kamu bodoh atau gimana! Kamu harusnya sigap dong!" Cercahku saking kesalnya.

"Kau menyalahkan aku, eh?" Balas Emir yang langsung melupakan rasa sakit yang masih berdenyut dikepala.

"Iya bodoh!"

"Harusnya kamu minta maaf gendut!"

"Eh! Aku kurus!"

"Aku juga pintar!"

Aku terenyak. Iya ya.. Kenapa aku memanggilnya bodoh tadi. Aku berdeham, duduk disebelahnya membuat ku merasa gerah. Jantung ini kembali berdetak dengan cepat.

"Yaudah maaf.." Kataku tulus. Garis bawahi kata, tulus.

"Cuma maaf doang? Sakit nih.." Balasnya dengan manja sambil menggosok-gosokan rambutnya.

Tanganku bergerak mengusap-usap kepalanya, dia merintih kesakitkan. Rambutnya yang terasa dikulit tanganku begitu halus dan menimbulkan perasaan tak bernama itu datang kembali, menyeruak dalam jantungku.

"Jangan cuma dikepala, disini juga dong.." Kata Emir sambil meletakkan tanganku dibahunya.

Oh, no. Dikepala saja sudah membuat aku hampir serangan jantung, apa kata jika tanganku mengusap-usap ototnya. Ah.

"Ah, manja banget sih!" Ucapku. Tapi entah kenapa, tangan ini menuruti perintah Emir yang mulai memijat otot-ototnya.

Sampai akhirnya aku duduk meluruskan kakiku sambil bersandar dibahu kokoh Emir. Matahari sudah berada diufuk barat. Lapangan ini tak memiliki lampu sorot, iya jelas.. Karena lapangan ini terlalu terpelosok untuk dijangkau oleh listrik. Aku juga binggung, masih ada lapangan ditengah hutan di kota semaju ini.

"Cat, mau pulang sekarang?" Tanya Emir tanpa bergera ksedikitpun.

Aku mengangguk, kami pulang dalam keadaan hening. Bola basket yang diberikan Emir kepadaku cuma-cuma aku tinggalkan disalah satu semak, supaya suatu saat aku butuh ketenangan, aku bisa bermain basket disini. Tanpa ada yang menganggu.

Berjam-jam sudah aku habiskan hari ini dengan Emir. Dia bercerita banyak, termasuk lapangan basket ini yang ia temukan sewaktu kelas 7. Awalnya memang dia takut memasuki wilayah yang terbilang angker ini, tetapi lama kelamaan ia bisa menemukan ketenangannya.

"Kalo kamu stress, kamu bisa kesini. Tempat ini gak ada yang tau, kecuali aku dan.. sahabat-sahabatku." Katanya tadi.

sahabat? Dia bilang sahabat-sahabat? Kemana mereka? Aku bahkan tak pernah mengenal sahabat-sahabat Emir sampai detik ini. Tetapi, sebelum aku bertanya.. Dia sudah mengajakku pulang. Kecewa.. Ya, aku kira dia akan melanjutkan ceritanya..

"Tuan putri, sudah sampai.."

"Eh? Iya.." Aku kembali dalam realita hidupku. Sudah banyak sekali lamunan yang aku pikirkan setelah mengenal anak ini. Ternyata bukan hanya gangguan jantung saja yang akan menimpaku, mungkin gangguan psikologi yang akan mengganggu hidupku setelah aku mengenalnya.

"Thanks ya.."

"Besok sabtu... berangkat bareng aku ya.." Kata dengan sedikit terbata-bata.
"Kenapa aku harus berangkat bareng kamu?" Tanyaku asal. Jarang banget bisa liat Emir gugub gini.. Jadi tak salah kan jika aku sedikit mengerjainya...

"Karena...."

"Karena apa?"

"Karena aku akan berubah! Ya! Berubah!"

"Berubah kaya gimana? Mau jadi ben ten berubah-ubah? Haha.." Aku tertawa atas sikap Emir yang berubah kehabisan kata seperti ini.

"Engga... Liat aja.. Aku akan berubah buat kamu.."

Apa? Buat aku? Berubah kaya gimana?

Emir tersenyum manis. Semanis, gula kah? Ah lebih! Gula pun lewat, mungkin semut pun akan terkena sakit gula andai mereka melihatnya saat ini. Dia mengacak-acak poniku yang memang sudah berantakan akibat terpaan angin selama perjalanan menggunakan sepeda.

"Sudah pulang sana!"

"Jadi ceritanya ngusir nih...

"Iya! Kamu mau berdiam disini sampai besok? Hah? Dasar bodoh.." Gumamku pada dua kata terakhir.

"Dasar gendut!"

Tanpa berkata-kata lagi, Emir sudah berlari sambil membawa sepedanya. Kamu pernah membayangkan seorang maling ayam tertangkap basah? Ya itu Emir! Aku terkekeh melihat tingkahnya yang bodoh! Menurutku dia memang bodoh! Bukab bodoh dalam pelajaran.. Tapi.. Sikapnya yang berubah-ubah itu.. Kadang dia sensitif, kadang peka, kadang pekok, kadang romantis, kadang biasa aja.. Hahaha.. Emir...

Aku berjalan masuk ke kamarku dam membaringkan badan untuk beristirahat sebentar. Ya.. Biasa kan.. Pikiran lelah, fisik lelah, apalagi setelah bermain basket dari siang hingga sore. Jadinya bukan beristirahat sebentar, tapi beristirahat lama. Lama sekali. Sampai aku harus dibangunkan oleh seseorang.

***

NATAN

Kemanasih Cat? 

Udah jam tujuh gak keliatan.. Benak Natan..

TOK.TOK.TOK.. TOK.TOK.TOK..

Tak ada jawaban.

JEGLEK.

Suara pintu terbuka oleh gerakan Kak Natan. Dan seberapa kagetnya, saat ia melihat sesosok cewek berseragam masih terkapar diranjangnya. Tanpa babibu, Kak Natan bergerak mengguncahkah Cat dari tempat tidurnya.

"Caaaat! Bangun! Ayo makan!"

"HMM..!" Cat hanya bergumal tak begitu jelas.

"Cat! Jangan ngebo! Kakak tunggu dimeja makan lima belas menit lagi!" Kata Natan tegas.

Setelah itu Kak Natan meninggalkan Cat sendiri. Ia melangkah menuju ruang makan sambil memainkan mini tabnya. Disamping statusnya sebagai  mahasiswa S2 bukan berarti dia harus dituntut belajar 24jam kan? Kalimat itu yang selalu dikatakan Kak Natan jika ketauan sedang bermain PES atau permainan yang lain dimini tabnya. Beda sekali dengan Cat, Kak Natan tak suka harus bermain basket atau olah raga yang sangat melelahkan harus bergerak seperti itu, ia lebih memilih gym untuk olah garanya, karena itu membuat badannya berbentuk. Tak seperti Cat, yang dulu saat di Chicago mengapdikan seluruh hidupnya untuk bermain basket.

Natan tersenyum tipis saat mengingat dahulu saat mereka masih bertempat tinggal di Chicago bersama kedua orang tuanya, yang masih utuh. Sekarang? Entahlah, mungkin kedua orang tuanya sedang berkutit dengan setumpuk berkas perusahaannya yang tak kunjung habis.

"Cie kak Natan... Senyum melulu... Mikirin doi ya?" Ucap Cat memecahkan lamunan Natan.

"Udah cepet duduk, laper nih.."

"Ih, sensi banget kak"

Menanggapi ucapan adiknya, Cat. Natan mengambil dua piring yang sudah tertumpuk rapih dan memberikan satu sendok nasi penuh untuk kedua piring itu dan menambahkan beberapa lauk. Memang ini porsi besar, sementara cat sudah mengeluh. Tetapi Natan hanya bilang.. "Biar lo sehat.." Itu katanya yang langsung membuat Cat komat-kami tak menentu.

Mereka menyantap meat ball yang dibuat oleh mbak yun dengan lahap. Seluruh makanan yang terbuat dari tangan mbak yun sangatlah enak. Semenjak sebulan lalu, Cat dan Natan bisa merasakan seluruh makanan yang enak dari mbak yun. Ya, meskipun sederhana hanya cah kangkung dan gurame goreng, tapi rasanya tetap enak. Bahkan lebih enak makan dirumah dari pada harus makan direstoran.

"Kak Natan..."

"Emm?" Jawabnya tanpa menoleh dari makanan.

"Besok temenin aku beli gaun ya kak..."Rajuknya dengan lembut.

"Gaun? Ada apa?" Tanya Natan dengan bingung.

"Hmm.. Itu kak.. aku diundang ke sweet seventeen... Sama temenku, aku gak punya dress yang bagus.."

"Kenapa gak sama Emir aja sih?"

"Ihh kakak! Aku itu mau ngasih kejutan buat Emir! Ya masa aku beli gaunnya sama dia sih!" Bentak Cat tanpa sadar.

Tanpa berpikir panjang, Natan mengambil kesimpulan bahwa Cat akan memberi kejutan untuk Emir. Berarti pasangan prom Cat adalah Emir. Sepertinya.. Ada yang sedang falling in love nih..

"Okey.. Bisa, nanti kakak pilihin yang paling bagus. Biar emir makin klepek-klepek sama lo..!"

Cat yang mendengar pengakuan itu langsung memukul Natan yang duduj disebelahnya. Tawa Natan pecah, benar dugaannya, adik yang paling manisnya itu sedang falling in love. Hmm.. Emir, lumayan. Sepertinya anaknya baik..

"Yaudah ya kak, aku ke atas dulu." Cat berdiri dari tempat duduknya. "Besok jam 2 ya kak disekolah! Jangan telat!"

Entah ada halilintar yang ganas atau ada hujam asal diluar ? Seketika Cat mengecup pipi Natan sekilas membuat Natan mengembangkan senyun akibat ulah adiknya itu.


***


Jangan Lupa comment ya guys! :) Isinya bisa tentang:
-Isi hati kamu
-Kritik/saran
-Pesan/kesan
-Atau yang lain juga boleh

Maaf jika terjadi salah kata ya:)
Thanks For Reading!

9 komentar:

  1. Can't wait for the next part. Omg who r u? I love u so damn much Minn<3

    BalasHapus
  2. gasabar nunggu part selanjutnya. Aaaaaaaaa<3

    BalasHapus
  3. kapan lanjut minnn~~~~

    BalasHapus
  4. #fyi gue selalu ngecek blog ini tiap hari min<3

    BalasHapus
  5. Lanjuuutttttt dongg minnn duhhhh<3

    BalasHapus
  6. sdh lama kok gak di lanjut ke part berikutnya, ditunggu segera ya....:D

    BalasHapus
  7. Lanjut dong min lanjut hu-ha nungguin part selanjutnya sekaleh nih min

    BalasHapus
  8. Minnn lanjut dongggg. Itung-itung bonus lebaran niihhh hehe

    BalasHapus