The second day is begining.
Hari ini moving class! Yey!
Aku melangkahkan kakiku dengan semangat menuju kelas Biologi yang terletak dilantai tiga. Sekolah ini memiliki dua gedung, satu gedung IPS dan satu lagi gedung IPA yang lengkap dengan laboratorium. Selain ada gedung, sekolah ini punya tiga lapangan; satu lapangan basket, lapangan volley dan lapangan futsal. Biasanya lapangan volley yang digunakan untuk upacara setiap sebulan sekali.
Langkahku berhenti diambang pintu, untuk memilih dimana aku akan duduk. Anak nerd itu, maksudku, Emir belum terlihat. Akhirnya aku memilik untuk duduk ditengah. Beberapa saat kemudian seorang gadis berambut lurus hitam sepanjang punggungnya duduk disampingku.
"Hei," Sapanya. Aku menoleh.
"Hallo,"
"Kayanya belom pernah ketemu, nama lo siapa?" Kataknya ramah.
"Catharina, panggil aja Cat." Balasku sambil tersenyum manis. "Kamu?"
"Fiona.."
"Namanya cantik kaya orangnya.." kataku setengah berbisik. Tetapi tetap saja dia bisa mendengar.
"Nama lo juga, unik. Cat. Kaya kucing.."
Sedetik kemudian kami tertawa bersama. Sampai detik-detik terakhir sebelum bell sekolah masuk kami saling berbagi cerita. Ceritaku di Junior High School Chicago dan ceritanya di smpnya dulu--SMP yang sama dengan Fanya dan Emir. And in fact. Mereka bertiga satu kelas dulu di 8A dan kelas 9 dia juga satu kelas dengan Emir. Berarti dia udah kenal Emir banget...
Eh. Kok jadi Emir sih? Tapi dia kemana ya?
Pandanganku menyururi setiap sudut kelas ini dan menangkap sosok emir yang ternyata duduk dibangku seberang Fiona. Aku memerhatikannya yang sedang memberskan buku, disebelahnya masih kosong. Rambut klimisnya masih tersisir rapih. Aku membayangkan jika rambut itu dipotong spike seperti dulu.. Ah..
"Hey! Cat?" Kata Fiona sambil melambaikan tangan. "Are you alright?"
"of course.." Jawabku singkat sambil kembali fokus dengan pekerjaanku yang sedang mengambil buku dari tas. Tetapi bibir ini tak bisa berbohong. Aku terus tersenyum akibat kejadian konyol ini.
Pelajaran biologi sudah berakhir, kami, kelas XA1 keluar dari kelas ini menuju kelas Fisika. Seperti biasa pintu keluar selalu padat dan harus mengantri, aku tak suka berdiri terlalu lama. Its weasting my time. Jadi aku memilih untuk memperlambat gerakan ku memasukan buku biologi ke dalam tas. Setelah kelas biologi ini sepi aku baru keluar, tanpa sadar tubuhku berhimpit dari arah yang berlawanan dengan seseorang di pintu yang terlalu kecil untuk dua orang. Aku lupa, kalau setelah kelasku, masih ada kelas lain yang harus masuk ruang biologi ini.
"Ladies first.." Katanya dengan senyum yang manis.
"Thanks..." Balasku setelah melihat tubuhnya yang berisi dan tinggi. Setidaknya dia lebih tinggi dari aku, jauh.
Situasi lorong sudah semakin ramai, semua kelas rolling ke kelas yang lain. Aku berlari kecil menuju rombongan kelasku.
"Kamu tau! Tadi aku habis nabrak orang ganteng!" Cerocosku kepada seseorang anak dari rombongan kelasku yang berada dibelakang. "Badannya gedee! Untungnya aku gak mental! Haha..ha..ha.."
Tawaku terhenti melihat tak ada ekspresi dari anak yang aku ajak ngobrol. Aku menyikut tangannya. Dia menoleh. Ups. Wrong people.
"Apa?" Katanya.
"Gak usah sok jutek gitu dong!" Kataku setelah aku tahu itu Emir.
Dia melangkah lebih cepat meninggalkan aku dengan langkah yang santai. Aku mengejarnya. "Eh tungguu Mirr!" Dia tetap bersikap tak acuh. Kami masuk dalam kelas fisika yang terlihat sangat penuh. Hanya tersisa sepasang bangku dibarus paling depan. Aku melangkah duduk disamping Emir. Selama pelajaran tak ada satupun kata yang terucap dari bibirku. Untung saja pelajaran kali ini belum ada yang penting harus dicatat. Karena dari buku catatan fisika yang harusnya penuh dengan rumus, sekarang telah penuh dengan gambar-gambar. Entahlah gambar apa, aku tak mengerti. Aku sedang tak mood.
TEEET.. TEEET...
Bell istirahat.
Tanpa membuang kesempatan aku menyamakan langkah kaki Emir yang sedang berjalan dilorong.
"Emir! Kantin yuk!"
Hening..
"Aku mau baca"
Hening.. Aku menghentikan langkahku. Emir terlihat tak merespon tetapi beberapa detik kemudian dia menengok kebelakang.
"Kenapa?" Tanya Emir tanpa salah.
Tanganku sudah geram. Sejak tadi aku sudah berusaha untuk sabar dan tenang, tetapi dia tetapl saja tak berubah. Iya berubah, hanya sehari. Lalu berubah seperti semula. Mau jadi apa dia kalau behini terus?
"Gak. Gapapa mir." Kataku singkat. "Lanjut baca aja, aku gak bakal ganggu kamu lagi."
Aku berbalik kelain arah dan berusaha berjalan sebiasa mungkin, andai saja dia tak melihatku, mungkin aku sudah berlari kencang dari sini. Langkah kaki kecilku membawaku kesebuah meja dipojok kantin yang kosong. Pandanganku kosong lurus kedepan. Kejadian itu terulang lagi. Dia lebih mementingkan Buku dari pada lingkungan sekitar. Oh damn. Masih ada aja orang kaya gitu?
"Hey Cat!" Sapa seorang gadis dengan kuncir satu yang diikat tinggi, membuyarkan pikiranku. "Are you okey baby?"
"No--uh. Yes. Im okey." Kataku.
"Ada apa? Tell me lah..." Dia duduk didepanku sekarang.
Aku menghembuskan napas panjang, pelipis kepalaku kini terasa pening.
"You know lah. Aku udh berusaha nyapa Emir berkal-kali. Ajak ngobrol dan macem-macem lah. Tapi hasilnya apa? Nihil. Dia gak berubah.." Aku tertegun aku bisa mengoceh tentang Emir sefrontal ini. "Aku gak mau liat dia ansos gini terus.. Fanya.."
Fanya tak berkomentar. Dia masih menatapku tetapi aku tak bisa melihat matanya yang tajam. Aku tahu ia masih ingin meminta penjelasan.
"you know.." Kataku dan Fanya secara bersama-sama. Aku tersenyum disaat seperti ini dia bisa membuatku tersenyum. Aku memberitanda supaya dia berbicara terlebih dahulu.
"Setau gue, lo adalah seorang pertama yang mau nyoba deketin dia.." Katanya sambil menyeruput es teh yang ia bawa sejak tadi.
"Oh ya?" Sebenarnya aku tak terlalu kaget. Wajar lah.. Tapi aku binggung waktu Emir masih berbehel, apa gak ada yang deketin dia?
"I duno. Tapi gue tau dia belom pernah pacaran." Kata Fanya setelah aku bertanya seperti itu.
Berarti.. Nerd itu, maksudku Emir emang bener nerd gitu dari lahir? Gak pernah kepo sama lawan jenis? Waw. Mungkin disekolah lain jika ia adalah seorang kapten basket dengan rambut spike dan berbehel mungkin dia sudah memiliki pacar disetiap kelasnya. Uh...NO.
"Tadi lo mau ngomong apa?"
"Hm.. Kamu tau.." Kataku menggantung. "Aku baru pertama kalinya loh care sama temen sendiri kaya gitu..."
Fanya mengangguk. "Kayanya bukan temen deh.." Katanya setengah berbisik.
"apa?"
"None.."
Aku melihat seluruh isi kantin yang mulai menyepi dan aku baru tersadar bahwa aku belum menaruh tempat duduk diruang PKN. Fanya dan Aku segera bangkit dari kursi dan berjalan menuju gedung masing-masing. Sebelum berpisah dipersimpangan dia berkata "Berjuang demi kebaikan itu terkadang baik Cat, meskipun harus berkorban."
"Hey! Sejak kapan kamu jadi motivator? Hahaha..." Kataku diakhiri tawa bersama Fanya. "But, Thanks Fanya! Nanti bakal aku kasih salam ke Kak Natan!"
"Yeeeyy! Verryy yourwellcome Cat!"
Kakiku segera bergerak menuju ruang PKN, untungnya kelas pkn berada dilantai pertama jadi aku tak susah-susah untuk menaiki tangga. Huft. Okey. Kelas terlihat masih lengang, jauh dari apa yang aku pikir. Jadi aku memutuskan untuk duduk dua kursi dari belakang. Aku duduk manis dengan diam sambil melihat beberapa orang bercengkrama.
"Apa aku boleh duduk disini?"
Suara yang aku kenal itu.. Aku mengangguk tanpa menoleh sedikitpun. Emir meletakan sebuah tas ransel dimeja dan ia duduk di bangku sebelahku. Oh.. Tumben..
"Cat," Katanya dengan gugub aku bisa melihat dari gerak geriknya yang terlihat dari ekor mataku. "Aku minta maaf buat tadi.."
Aku tak menggubris. Aku sibuk dengan binderku yang tidak ada sepatah kata pun aku baca. Aku hanya ingin melihat kesungguhannya, saja.
"Cat? Im sorry." kata Emir lagi. Dia langsung menutup binderku dengan paksa. Eh!
TEEET... TEET...
The Bell is Ringing.
Yes! Teriakku dalam hati. Seorang guru masuk tetapi emir tetap memandangku dengan wajah melas.
"Shut Up!" Kataku dengan sedikit keras.
Dia langsung mengalihkan bolamatanya kearah bawah. Pelajaran pun dimulai. Bukan hanya pelajaran dari guru pkn yang tengah mengoceh. Tetapi pelajaranku untuk Emir. Emang gak sakit apa dikacangin gitu? Kami tak saling berbicara. Saat aku keluar dari kelas PKN dengan gerakan cepat Emir sudah berada disampingku. Tak mau kalah, aku bergerak dengan langkah cepat menuju lapangan basket lalu melanjutkan langkah ke lapangan bendera. Dan menghilangkan jejak diantara pengunjung kantin yang padat. Aku tersenyum saat melihat Fanya telah duduk ditempat pertama kita duduk. Aku menghampirinya dan menceritakan semua.
"Seriously?" Kata Fanya terkagum-kagum. "Hes so romantic Cat!"
"Noo! I must give him some--"
"Exciusme girl. Can i borrow Cat for a minutes?" Kata seorang laki-laki dengan rambut klimis khasnya dan kacamata jadul yang membingkai matanya. Fanya melihatnya tak percaya. Tanpa menunggu balasan Emir menarik tanganku hingga keluar dari kantin. Aku sempat berontak tetapi apa daya? Emir menatapku dengan tajam tetapi aku membuang muka dan tak menganggapnya ada.
"Why you so mean?" Tanya Emir to the point.
Aku memutarkan bola mataku dan menatap matanya yang tajam itu. Bola mata yang indah.. Ada lingkaran abu-abu didalamnya. Ah..
"Aku capek. Berapa kali aku harus bilang ke kamu?" Kataku. "Gak enak dikacangin, Emir!" Lanjutku lalu meninggalkan Emir yang masih membatu ditempatnya.
"Tapi aku udah minta maaf? Okey." Katanya datar.
"Peka.." Balasku sambil berbalik badan hanya sekilas lalu kembali melangkah ke arah kelas.
Aku bingung dengan perasaanku sendiri, apakah aku harus senang atau.. Atau sedih? Kasihan melihat dia seperti itu. Tapi kalau tidak? Bagaimana kalau dia tetap ansos? Ah! Tas aku ketakan begitu saja disalah satu bangku yang telah diisi. Entah siapa. Lalu aku menuju toilet yang tak jauh dari ruang mandarin. Sampai bell berbunyi aku keluar dari markas lalu duduk disebelah Fiona. Ternyata itu tasnya Fiona....
"Hei Cat!" Sapa Fiona. "Tadi kamu dicari Emir.."
"Oh ya?"
"I think, he wants to tell you something important."
"Okey. Thanks Fi!"
Aku menyebarkan pandangan. Tak ada Emir. Ups salah. Dia sedang duduk dengan Bianca. Seorang gadis cantik keturunan Jerman. Dia fashionable banget, jauh dengan Emir. Yang old version banget.
Huft. Sudah lah.
***
Mana ya.. Pak Herman kok gak keliatan.. Kak Natan juga! Huft. Aku melihat ke arah jam ditanganku. Sudah sore. Anak-anak juga sudah pada pulang. Aku tetap saja berdiri ditempat ini. Aku melihat kekiri dan kekanan. Bukan mobil ecosport atau camry hitam yang sering disupiri oleh Pak Herman yang aku lihat. Melainkan mataku dan mata Emir sempat bertubrukan saat ia sedang duduk di sisi lain gerbang sambil meminum sebuah es teh. Aku langsung membuang muka. Buat apa dia disitu? Apa dia emang sering nongkrong? Ah masa tipe-tipe emir itu suka nongkrong? Nooo! Tiba-tiba sebuah mobil M3 Merah tengah berhenti didepanku. Aku mengingat-ingat apakah Kak Natan punya mobil baru sekarang? Tapi engga ah! Kayanya dia kemaren dia gak bilang apa-apa... Seorang laki-laki dengan seragam yang sama keluar dari pintu pengemudi dan menghampiriku.
"Cat? Belum pulang?" Dia memandangiku dengan penuh perhatian. Sepertinya wajahnya familier.. Tetapi siapa.. Entahlah.
"Mau aku anter pulang? Itung-itung buat minta maaf udah nabrak kamu di ruang biologi tadi.."
"Mau aku anter pulang? Itung-itung buat minta maaf udah nabrak kamu di ruang biologi tadi.."
Ohhhhhh! Aku ingat! Dia yang nambrak itu! Aku melirik kearah Emir, mata kami bertemu tetapi emir langsung membuang mukanya, rahangnya terlihat menggeretak, mungkin? Ah.. Kenapa lagi dia..
"Udah aku maafin kok, tapi aku udah nyuruh kak natan jemput.." Dustaku.
"Oh, mau gue nemenin nunggu?" Tanya dia dengan nada moodboaster banget.
"Engga usah.. Thanks ya.." Kataku.
Laki-laki itu hanya mengangguk lalu kembali ke dalam mobil. Sebelum ia masuk dia sempat bilang. "Senang bisa bertemu zama kamu lagi, Cat!"
Aku mematung. Sejak kapan aku bertemu dengannya? "Iya.. Nice to meet you too!" balasku. Mobil M3 itu hilang diantara puluhan mobil lain. Huft. Tapi sampai puluhan menit kemudian tak ada tanda-tanda pak herman atau kak natan datang untuk menjemput. Aku juga tak berani melihat ke arah emir duduk tadi, bahkan melirik saja aku tak berani. Kini aku telah terduduk ditempatku berdiri tadi. Aku lelah berdiri.
"Ehem. Mau sampe kapan disini?"
Aku melihat lurus kedepan sebuah sepeda yang sangat familier denganku berdiri gagah dengan seorang pengemudi yang menatap lurus jalanan.
"Gak mau nginep disekolah kan?" Tanyanya lagi. Aku tak membalas.
"Gak usah sok jaim deh. Aku udah minta maaf dan nungguin kamu dari tadi disana," Emir menunjuk ke tempat ia duduk tadi. "Dan kamu masih kaya anak kecil gini?"
"Kamu gak punya caralain apa buat ngajak cewek dengan sedikit romantis?" balasku dengan pertanyaan.
Hening... Sesaat kemudian Emir turun dari sepedanya dan berjalan kearahku. Dia berjongkok didepanku supaya bisa melihat mataku.
"Cat, maukah kau menerima tawaranku untuk aku antar pulang?" Katanya manis.
Aku membalas memandang matanya dibalik poninya yang nerd. Ternyata dia tak seculun tampilannya. Dia.. Boleh juga.. Aku tersenyum lalu memegang tangannya yang terulur, dia berdiri dan membantuku berdiri. Kami duduk bersama dalam sebuah sepeda ini. Aku tak bisa menahan senyum selama perjalanan.
--
Bersambung~
Jangan Lupa comment ya guys! :) Isinya bisa tentang:
-Isi hati kamu
-Kritik/saran
-Pesan/kesan
-Atau yang lain juga boleh
Maaf jika terjadi salah kata ya:)
Thanks For Reading!
Lucu bgtt Minn cerita nyaa EHEHEHEHE. I can't controlling my fucking self. Huhuhu I'll wait for the next part! Chopchopp!!
BalasHapusLANJUTKAN MIN!!!!!
BalasHapusEmir nerd? Gak bisa bayanginnnnn:$$$$ ahh<3<3
BalasHapus